Connect with us

Featured

Interview; Pandai Besi, “Berawal dari Kebosanan”

Dipublikasikan

pada

Pandai Besi, muncul dengan nuansa baru dari wajah-wajah lama. Membelah diri dari Efek Rumah Kaca dan membentuk jiwa baru. Album Daur Baur yang menjadi debut albumnya mendapatkan respon positif dari banyak pihak.

Majalah Tempo pun memberikan posisi Daur Baur menjadi album terbaik di tahun 2013. Kini, Pandai Besi terus presentasi tentang karyanya, mulai dengan penampilannya di atas panggung hingga film Siar, Daur Baur yang sedang diputar di beberapa kota di Indonesia.

Dalam kesempatan itu, Gigsplay sempat mewawancarai Asra, pemain keyboard dari Pandai Besi di sela-sela pemutaran dan diskusi film Siar, Daur Baur di Bandung. Simak wawancaranya di bawah ini.

 

Salah satu lahirnya Pandai Besi, kebosanan dari Efek Rumah Kaca, benarkah seperti?

Memang betul seperti itu, tapi pada awalnya kita tidak diberi tahu soal kebosanan Efek Rumah Kaca ini sebenarnya, semuanya itu di awali ketika ada ajakan dari mereka untuk bermain di Joyland Festival dengan meng-aransemen ulang lagu-lagu Efek Rumah Kaca.

Kemudian mereka mengajak gua (Asra), Hans dan Dika untuk memainkan trumpet, waktu itu kita belum ada backing vocal. Di persiapan Joyland ini lumayan mepet sih, kita hanya latihan 3x, kemudian lagu yang diaransemen ulang pun waktu itu hanya 3 lagu, dan sebenarnya aransemennya gak jauh-jauh beda juga.

Ada kejadian kaget juga, karena kita latihan hanya 3 lagu, terus tiba-tiba Cholil pas soundcheck di Joyland itu nambahin lagu yang akan dibawain, Cholil ngajak bawain lagu “Di Udara” dengan aransemen yang beda dari lagu aslinya.

Waktu itu untungnya gua udah ada bagan-bagan yang tinggal diikutin. Nah dari sini, banyak hal terjadi dengan positif dan akhirnya Efek Rumah Kaca tampil dengan formasi dan aransemen yang baru, yang berbeda. Semuanya berawal dari situ sih.

Lalu, bagaimana keterlibatan para personel lainnya?

Jadi kalo gua awalnya terlibat di fotografi Efek Rumah Kaca, saat mereka perform atau tour. Terus di album ke-3 juga di awal rekaman itu gua terlibat jadi additional player, termasuk Hans juga.

Kalo Dika emang jadi pemain yang dicari untuk mengisi trumpet, kita kenal Dika karena dia bermain untuk Leonardo Ringo dan kita ajak untuk mengisi kebutuhan pemain trumpet.

Saya penasaran dengan proses kreatifnya, karena hanya membayangkannya saja sudah mengalami kesulitan di mana Cholil memainkan part-part lagu yang berbeda ketika dengan background kebosanan bawain lagu yang mungkin sudah menempel lekat di kepalanya.

Jadi, prosesnya seperti ini, setelah Joyland, ada komunikasi dari Efek Rumah Kaca, khususnya dari management-nya tentang ajakan kembali untuk bermusik, tetapi kali ini untuk rekaman.

Bahkan waktu itu isu untuk rekaman di Lokananta pun udah ada, ini membuat gua kaget sih, apalagi udah ada obrolan rencana untuk mengaransemen ulang lagu Efek Rumah Kaca sebanyak 10 lagu dengan formasi tambahan backing vocal, waktu itu ajakan pertama backing vocal itu Monica Hapsari.

Setelah itu kita berkumpul bersama, kemudian membuat persetujuan untuk latihan seminggu 2x dengan batas waktu yang tidak ditentukan. Artinya waktu itu kita akan terus latihan selama kita merasa sudah cukup dan siap untuk melanjutkannya ke Lokananta, untuk rekaman.

Akhirnya, total kita latihan itu seminggu 2x selama 8 bulan di studio Granada, Jakarta. Pertama kali, kita latihan dengan memilih lagu-lagu yang memiliki nuansa gelap, ini pun kita berkumpul bersama pada saat latihan dengan tanpa nama Pandai Besi sebagai nama proyek musiknya.

Pertama, lagu yang dipilih itu “Di Udara”, prosesnya itu kita masuk ke studio, dan sudah menentukan lagu yang dipilih, kemudian setiap orang memainkan instrument dengan aransemen baru, lalu yang lainnya pun ikut menambahkan dengan berbagai macam gaya, lalu setiap kita latihan itu, Yuri yang juga sebagai manager Efek Rumah Kaca merekam latihan kita.

Setelah tahapan ini, proses selanjutnya adalah, Yuri mengirimkan hasil rekaman latihan ini kepada semua personel, terus masing-masing dari kita me-review-nya di rumah. Pada saat tahapan ini, setiap personel mengulik, mendalami, bahkan mencoba mengoreksi masing-masing part di satu lagu, dan proses seperti ini hampir sama pada dasarnya di semua lagu Pandai Besi.

Di Panda Besi ini berarti tidak muncul satu orang yang menjadi pengatur lagu ya?

Gak ada, soalnya Akbar dan Cholil membebaskan dan melepaskan setiap personel untuk bermain dan mengeluarkan karakter mereka masing-masing.

Akbar dan Cholil pun sadar kalo mereka mengatur, percuma dong, soalnya di Pandai Besi ini kan salah satu maksud awalnya untuk membuat suasana baru di lagu-lagu Efek Rumah Kaca, kalo mereka yang ngatur sendiri, ya takutnya sama-sama lagi aja.

Kenapa tiba-tiba membuat nama Pandai Besi

Karena pertimbangannya biar orang ketika menonton Pandai Besi itu tidak memiliki ekspektasi ke lagu-lagu Efek Rumah Kaca. Jadi misalnya nih, kalo Efek Rumah Kaca perform dan formasi dan bentuk lagu-lagunya kaya sekarang di Pandai Besi, ya mungkin banyak orang yang heran dan bingung kenapa jadi seperti itu. Makanya diputuskan lah untuk mengambil nama beda.

Tapi ada strategi khusus untuk memisahkan secara ‘lembut’ antara Pandai Besi dari Efek Rumah Kaca?

Ada sih, salah satunya Pandai Besi di awalnya disisipkan di beberapa perform Efek Rumah Kaca, bahkan kita membuatkan tambahan dengan contoh seperti “Efek Rumah Kaca dan Pandai Besi” hal ini untuk memberikan perbedaan kepada publik, bahwa ini Efek Rumah Kaca dengan lagu-lagunya, dan ini Pandai Besi dengan lagu-lagunya.

Semua ini sebenarnya merupakan strategi untuk menyelamatkan kreativitas Cholil dan Akbar juga, dengan berangkat dari kebosanan membawakan lagu-lagu Efek Rumah Kaca yang sudah seperti autopilot ketika bermain, maka dengan Pandai Besi yang memiliki aransemen baru, nuansa baru, maka tercipta lah suasana fresh yang mereka dapatkan.

Apa kah semua ini di awali juga dengan sebuah perencanaan targer?

Kalo soal perjalanan target sih gak ada hahaha

Hahaha, jadi kalo melihat timeline-nya, semuanya berjalan dengan sendirinya?

Iya, jadi awalnya tuh kan selama kita latihan, hmmm mulai latihan itu sekitar Agustus, dan bulan November kita mulai punya formasi baru yang seolah udah siap perform.

Rencananya mau coba maen ketika Efek Rumah Kaca dipanggil untuk membuka Creed di Jakarta. Cuma sayangnya channel yang disediain panitia gak cukup tuh.

Akhirnya kita mendapatkan kesempatan lagi di sebuah acara yang seru karena yang nontonnya itu anak-anak dan temen-temen semua, acaranya itu Super Bad pada bulan Desember 2012. Jadi, ya perencanaan mau menargetkan sebuah timeline yang panjang sih ga ada, semuanya tiba-tiba datang dan jika ada kesempatan ya kita lakukan aja.

Kenapa Pandai Besi? Ada filosofinya ga sih?

Gak ada hahaha

Siapa yang milih nama ini?

Cholil sih. Kirain gua juga ada filosofinya sebelum memilih nama Pandai Besi ini, ternyata ceritanya simple sih.

Gimana emang ceritanya

Jadi sehabis mereka rekaman untuk album ke-3 Efek Rumah Kaca, di depan studio rekamannya itu, Cholil melihat tukang las lagi benerin apa gitu. Terus Cholil langsung kebayang nama Pandai Besi.

Rasanya ada sesuatu yang beda dan menarik dari istilah untuk orang dan besi, salah satunya istilah Pandai Besi, kenapa nggak Tukang Besi ya. Nah, Pandai Besi juga gua rasa enak diucapkan, terus ada nuansa Melayunya juga. Selain itu unik dan mengundang orang untuk bertanya.

Tanggapan dari kalian tentang Tempo memilih Pandai Besi sebagai album terbaik tahun 2013.

Kita semua senang, senang merasa dihargai, apresiasi begitu besar, apalagi dari Tempo. Gua pribadi juga gak nyangka bisa masuk Majalah Tempo. Terus ya pas kita semua membuat album juga gak ada ekspektasi apa-apa, ngalir aja.

Gua rasa jarang ya band seperti Pandai Besi, maksudnya kalian bermutasi dari Efek Rumah Kaca. Ini harus dipelajari lho oleh banyak band, biar ga bosan si audience-nya juga.

Iya sih bisa dibilang Pandai Besi itu unik, kaya band di dalam band. Malahan Pandai Besi bikin pusing banyak orang hahaha. Banyak orang yang bertanya soal hubungannya dengan Efek Rumah Kaca, ada juga isu yang muncul soal bubarnya Efek Rumah Kaca.

Wah hahaha kok bisa ya. Eh, Cholil nih udah berangkat ke Amerika, sisa yang lainnya dari Pandai Besi gimana?

Iya nih, sebenarnya sebelum Cholil mau pergi, kita udah berkumpul dan membicarakan ini. Hasilnya adalah, kita akan membagi-bagi tugas untuk mengisi vocal, jadi semua personel akan mendapatkan bagiannya untuk mengisi vocal.

Misalnya di lagu “Menjadi Indonesia” yang akan bernyanyi adalah si A, terus di lagu “Di Udara” yang akan bernyanyinya si B. Ini sih yang sedang kita rundingkan bareng-bareng.

Wah good news, berarti Cholil ke Amerika sementara bukan berarti Pandai Besi berhenti berkreativitas ya.

Iya dong, kita akan terus jalan mencari format baru. Bahkan kita sudah menyetujuinya ketika format baru ini sudah matang, kita bisa masuk ke studio lagi untuk merekam album baru.

Kenapa memilih live recording?

Kita rasa kita memang band live, di mana emosi saat kami bermain bersama bisa memperkaya musik Pandai Besi. Karena pada awalnya kita mulai secara bersamaan, melalui proses tahapannya yang saling memberikan suara dan ide, ketika kita berdiskusi soal aransemen, hingga rekaman pun akhirnya kita putuskan untuk live karena ada kebersamaannya itu.

Sulitkah menyatukan kalian semua bersama?

Pandai Besi sih kebetulan masing-masing bisa menekan egonya masing-masing, jadi prosesnya ga begitu sulit untuk menggabungkan banyak ide.

Thank you Pandai Besi

(senyum)

Berikan Komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *