Connect with us

Album Review

Petaka – Sebuah Dedikasi: Rentetan Peluru Hardcore Berdurasi Mini

Dipublikasikan

pada

Sleeve Petaka HIRESSebuah band apabila sejak awal kemunculannya sudah terlabeli dengan embel-embel supergroup, kadang malah menjadikan karya mereka tumpul kala dilepas untuk diperdengarkan kepada khalayak luas. Mungkin karena penamaan yang terlalu berat, atau bahkan menyatukan masing-masing pribadi kelas wahid untuk bermain di satu wadah bukanlah perihal yang mudah ? Entah, yang jelas tidak sedikit band bertitel supergroup yang karyanya direspon buruk oleh para pendengar.

Tapi hal itu tidak terjadi dengan Petaka. Memang, Petaka tidak pernah berkoar-koar bahwa mereka adalah supergroup yang dibentuk (mungkin) ditengah kebosanan para personilnya dengan band-band utamanya. Namun bagaimana tidak memberi julukan supergroup apabila melihat mereka yang menghuni Petaka adalah almarhum Rully Annash (The Brandals), Danang Unbound (Speedkill), Wawan Fury (Taste of Flesh) dan Yoga (Zoo Temple).

Tahun 2015 lalu Petaka mencoba menebar amunisi berjudul “Malapetaka” dan “Hardcore Akhir Pekan” sebagai langkah perkenalan. Diterima dengan baik oleh para penikmat musik cepat berdistorsi. Seiring berjalan, album debut Petaka kian ditunggu dan dinanti. Penampilan mereka dari panggung ke panggung lainnya pun sangat impresif. Dengan tagline Destroy 2015, Petaka sudah tahu dan siap memporak-poranda tahun tersebut. Namun, tetiba kehilangan Rully Annash tidak bisa dipungkiri sedikit banyak membuat tubuh Petaka gontai, juga mengharuskan mereka membelokan proses kreatifnya.

Yang tadinya diniatkan untuk bisa dilepas pada tahun 2015, album perdana Petaka pun molor hingga menuju pertengahan tahun monyet api. Juga penamaan judul album, Destroy 2015 bertransformasi menjadi Sebuah Dedikasi. Ya, Sebuah Dedikasi adalah statement yang tanpa ba-bi-bu ditujukan kepada Rully Annash, seorang motor dibalik drum set minimalis dengan daya gebuk dahsyat. Lugas dan tepat sasaran, senada seperti apa yang coba ditawarkan Petaka melalui musik mereka.

Album Sebuah Dedikasi memuat 14 nomor tajam. Bak peluru yang merentet dari selongsong Avtomat Kalashnikova 1947, tanpa ampun membombardir siapa saja yang mendengarkan. Langkah tepat diambil oleh Dsstr Records yang menggandeng kerjasama dengan Lawless Records, merilis album hardcore hibrida ditengah keseragaman dan stereotype musik hardcore yang merebak di ranah lokal saat ini.

Berturut-rutut lewat “Dunia Dalam Gulita”, “Kegelapan Crew”, “Malapetaka” serta “Bombardir” merupakan empat nomor pembuka Sebuah Dedikasi, tinju keras mereka mendarat tepat di telinga. Catatan khusus, tidak banyak (atau mungkin hampir tidak ada ?) band hardcore yang didalam liriknya menyematkan nama-nama macam Watain, Bathory dan Electric Wizard seperti yang dilakukan oleh Petaka di “Kegelapan Crew”. Danang Prihantoro adalah kunci.

Dalam kesempatan sebelumnya, Rully Annash sempat berbincang dengan Gigsplay bahwa lagu Petaka hanya rata-rata akan berada di angka 2 menit, tidak lebih. Mereka membuktikan hal tersebut, karena kisaran 2 menit saja cukup untuk menghentak kepala dan menyulut api dalam moshpit. Menempatkan rapper muda potensial Niska di lagu “Otot Bermesin” juga menjadi contoh segar yang dibawa Petaka. Saat sampai di lagu “Sebuah Dedikasi”, ini diakui oleh Petaka sebagai momen yang paling sentimentil. Kenapa ? Beli album ini dan baca sleeve-nya, dear you cheap-ass bastard!

Pada suatu malam sepulang kerja, dia menyerahkan sekeping CD hasil rekaman debut album Petaka, ‘Dengerin deh nih, gue baru kelar rekaman 14 lagu cuma satu shift,’ ujarnya bangga. I was completely flabbergasted but being a completely dick, I tried to maintain my cool,” salah satu potongan testimoni panjang lebar Eka Annash untuk mengenang sang adik di album perdana band barunya ini, yang ia cantumkan di Sebuah Dedikasi.

Berikan Komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *