Connect with us

Featured

70sOC Merilis Single “Nongkrong 70”

Profile photo ofstreamous

Diterbitkan

pada

70sOC [dibaca: seventis o see] adalah identitas baru grup musik rock berformasi trio dari Bandung yang sebelumnya bernama 70s Orgasm Club. Trio yang telah merilis mini album Supersonicloveisticated pada tahun 2011 ini kini muncul dengan identitas baru. Nama yang disingkat menjadi 70sOC, personil baru Galant Yurdian (bass) dan Gantira Sena (drum) yang melengkapi Anto Arief (vokal/gitar), dan keterlibatan Tesla Manaf sebagai produser serta merilis single baru berbahasa Indonesia. Dirilisnya single “Nongkrong 70” dari album penuh perdana yang akan datang, Electric Love menjadi penanda babak baru grup musik ini.

“Nongkrong 70” dipilih sebagai single karena menggambarkan perkembangan musikalitas terbaru 70sOC. Meninggalkan format trio yang mengusung blues rock, 70sOC kini muncul dengan sentuhan funk lebih kental dan akan selalu dibantu musisi tambahan dalam setiap aksi panggungnya. Untuk lagu ini Brury Effendi pada trumpet dan Faishal M. Fasya pada
kibor hadir memperkaya musik 70sOC.

“Nongkrong 70” adalah lagu rock dengan sentuhan funk 70an. Lagu ini mencoba menangkap tren dan gaya hidup di kalangan subkultur anak muda yang menggilai gaya hidup era keemasan musik yaitu dekade 70an. Artwork single ini dikerjakan oleh seniman bergaya retro-futuristik, Nurrachmat “Ito” Widyasena yang juga menggarap artwork untuk album penuh 70sOC, Electric Love. Sedangkan video lirik dibuat oleh Sandy Adriadi.

Menulis lirik bahasa Indonesia adalah hal baru bagi 70sOC, dan telah menjadi perhatian Anto Arief sejak lama. Dengan latar belakang sebagai penulis, menyanyikan lirik Indonesia ke dalam musik funk 70an diakuinya merupakan hal yang sangat menantang. Karena minimnya refrensi musisi Indonesia yang melakukan hal itu. Meskipun begitu para legendaris Indonesia pernah beririsan dengan funk di era 70an seperti Gito Rollies, Deddy Stanzah dan Benyamin S. kemudian menjadi refrensinya.

“Nongkrong 70” mencoba menangkap gaya hidup kaum subkultur anak muda penggila era keemasan musik yaitu dekade 70an. Tren retro adalah tren yang tidak akan pernah usang. Namun kini tren ini mendewasa. Ada hal-hal yang lebih penting ketimbang sekedar tampilan semata melalu gaya berpakaian tempo dulu. Tampilan luar sudah tidak penting, nilai-nilai yang lebih penting. Ponsel pintar dan gawai terbaru boleh ada di tangan, namun memiliki pemutar piringan hitam lengkap dengan perangkat audionya dan mendengarkan musik melalui piringan hitam adalah kepuasan yang tak tergantikan.

Berikan Komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *