New Albums
Au Revoir Menenun Kenangan Pahit Dalam Mini Album Terbaru

Setelah menuangkan duka dalam EP terdahulu bertajuk ‘Stage of Grief‘, gelombang emosi dari Au Revoir, unit emo-alternative yang bangkit dari Ciamis, Jawa Barat, kembali menerjang hati pendengar melalui mini album terkini mereka, ‘We Are Not Friends, We Are Not Enemies, We Are Just Memories‘.
Empat track dalam rilisan ini berfungsi sebagai jurnal sonik yang intens, memetakan lanskap berliku dari luka hati, penyesalan yang menggerogoti, hubungan yang retak, hingga pergulatan batin melawan beban ekspektasi hidup.
Judul album terbaru ini bukan sekadar frasa puitis, melainkan pernyataan filosofis yang menusuk; sebuah pengakuan jujur bahwa hubungan yang telah usai seringkali tidak menemui penutupan yang bersih, melainkan berubah menjadi bayangan kenangan (entah manis, entah getir) yang terus membayangi.
Perjalanan emosional ini dibuka dengan “Bleu”, single yang telah diperkenalkan sebelumnya dan menandai kembalinya Au Revoir. Lagu ini segera membenamkan pendengar ke dalam atmosfer khas mereka: sebuah kolam resonansi emo yang dalam, di mana distorsi gitar bertautan dengan melodi yang mengiris dan vokal yang menggendong beban. Lagu berperan sebagai prolog sempurna, menyiapkan panggung bagi kisah-kisah kelam yang akan menyusul.
Kemudian, “Elegi” mengalihkan fokus ke jurang penyesalan. Di sini, Au Revoir menyelami perasaan terperangkap akibat pilihan hidup yang dianggap salah arah. Lagu ini adalah ratapan yang menggema, menangkap esensi kepahitan menerima kenyataan yang tak terelakkan, dikemas dengan aransemen yang membangun ketegangan secara gradual, mencerminkan kebuntuan dan keputusasaan narasinya.
Suasana kelam mencapai titik nadirnya dalam “I Can’t Take This Any Longer”, yang secara gamblang diklaim sebagai lagu paling personal dalam album ini. Terinspirasi kisah nyata seorang pendengar tentang hubungan di ambang kehancuran akibat konflik tiada henti dan kelelahan emosional yang parah, lagu ini menghujam langsung ke ulu hati.
Lirik-liriknya tajam, penuh frustrasi yang terasa nyata dan mentah, seolah jeritan yang tercekat. Kolaborasi dengan vokalis Myrna menambah dimensi baru pada dinamika lagu; suaranya yang khas menyatu dengan vokal utama, menciptakan dialog musikal yang memperkuat narasi pertengkaran dan kepedihan yang saling silang. Kehadiran Myrna bukan sekadar hiasan, melainkan elemen krusial yang memperdalam nuansa kelabu yang hendak disampaikan.
Setelah tiga lagu yang sarat intensitas tinggi, mini album menemukan titik bernapasnya, sekaligus penutup yang penuh renungan, dalam “The Mundane Life”. Mengusung petikan gitar akustik yang jernih dan minimalis, lagu ini menawarkan suasana yang lebih tenang, kontemplatif, namun tak kehilangan sentuhan emosinya. “The Mundane Life” berkisah tentang pilihan untuk hidup sederhana, menjauh dari hiruk-pikuk ambisi duniawi.
Namun di balik permukaan kesederhanaan ini, tersimpan lapisan kompleksitas: desahan harap seorang ibu yang menginginkan lebih bagi anaknya. Di bagian akhir yang mengharukan, lagu ini beralih menjadi doa personal sang narator, harapan untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan menemukan pendamping yang mampu melengkapi kehidupannya.
Penutup ini memberikan resolusi yang tidak manis, tapi realistis dan penuh harap, seperti secercah cahaya yang menembus kegelapan yang telah dibangun sebelumnya.
‘We Are Not Friends, We Are Not Enemies, We Are Just Memories’ menandai semangat baru Au Revoir untuk terus berkarya dan mengukir namanya di panggung musik nasional. Kekuatan utama mereka terletak pada lirik-lirik yang jujur, telanjang, dan sarat makna, berfungsi sebagai cermin bagi pendengarnya. Setiap lagu berpotensi menjadi ruang gema bagi perasaan-perasaan pendengarnya yang mungkin terpendam.
Dibentuk pada pertengahan 2023, band yang terdiri dari Hilmy (vokal), Rifqi (gitar), Ashfa (gitar), Praja (bass), dan Cuyan (drum) ini memilih nama “Au Revoir” (bahasa Prancis untuk “Selamat Tinggal”) dengan kesadaran penuh akan dualisme maknanya: perpisahan yang final, namun juga mengandung janji “sampai jumpa lagi”.
Filosofi ini terasa mengalir kuat dalam mini album ini—sebuah perpisahan dengan masa lalu dan kenangan pahit, namun dengan tangan terbuka menyambut kemungkinan baru. Rilisan ini adalah undangan untuk merasakan kebersamaan, untuk berbagi dalam energi emosional yang mereka pancarkan.
Ajakan mereka untuk merayakan energi ini secara langsung di setiap panggung pertunjukan Au Revoir bukanlah basa-basi belaka. Karena seperti yang mereka singgung, terkadang luka dan kenangan yang membekas itu pun memerlukan ruang untuk bersuara, untuk diakui, dan untuk mulai disembuhkan. Au Revoir telah membuka ruang itu dengan berani.