Featured
Festival Musik Tembi 2016 (Hari ke-1)
- Share
- Tweet /srv/users/gigsplayv2/apps/gigsplayv2/public/wp-content/plugins/mvp-social-buttons/mvp-social-buttons.php on line 66
https://gigsplay.com/wp-content/uploads/2016/05/image-2.jpg&description=Festival Musik Tembi 2016 (Hari ke-1)', 'pinterestShare', 'width=750,height=350'); return false;" title="Pin This Post">
Gelaran tahunan Festival Musik Tembi (FMT) resmi dibuka pada Kamis (19/5) sore. Bebunyian dari beberapa mainan tradisional menandai dimulainya rangkaian acara yang akan berlangsung hingga Sabtu (21/5). Sebelumnya di hari yang sama telah berlangsung pawai budaya yang melibatkan puluhan warga Tembi, Finalis Dimas Diajeng Bantul serta beberapa panitia. Pawai dimulai dari kelurahan Timbulharjo dan berakhir di Tembi Rumah Budaya (TRB) yang merupakan tempat berlangsungnya FMT dan selalu ditunggu pecinta musik ini.
Sesampainya di TRB peserta pawai dan pengunjung FMT disambut Rogo Singo dengan pertunujukan Reog Ponorogo nan memukau. Malam menjelang, pertunjukkan musik siap dilangsungkan. Adalah Sisir Tanah yang menjadi penampil pertama. Di panggung teduh, duo folk indie asal Yogyakarta ini berhasil menghadirkan kesyahduan nan magis bagi massa yang berkerumun menyaksikan penampilan mereka. Pengunjung larut dalam khidmat yang muncul dari lirik-lirik sarat kritik sosial dan balutan petikan gitar duo Danto dan Pandu Hidayat.
Tak hanya menjadi penampil pembuka, Sisir Tanah pun menjadi seniman pertama yang beraksi di panggung teduh. Panggung teduh adalah sebuah panggung yang berada di depan pendopo TRB. Di kiri dan kanannya terdapat pohon beringin yang memberikan nuansa berbeda bagi pertunjukan musik yang berlangsung di sana. Berawal dari sebuah ketidaksengajaan, panggung teduh telah menjadi corak tersendiri dalam pelaksanaan FMT tahun ini.
Seusai Sisir Tanah, Tana Ntodea siap beraksi. Membawakan repertoar bertajuk “Tombilo”, grup muda-mudi yang mayoritas anggotanya berasal dari Palu ini bercerita tentang kota mereka yang kerap dirundung konflik dan isu kekerasan. “Palu itu pusatnya preman. Selalu ada saja kabar tidak menyenangkan yang terdengar, bahkan ketika saya telah berkuliah di Jogja,” jelas Reza Stanzah, pemain lalove, gamaru sekaligus vokalis Tana Ntodea. Cerita tentang Palu yang mencekam mereka bungkus dengan apik lewat sajian pertunjukkan musik tradisi, drama dan olah vokal memukau. Tak heran bila tepuk tangan penonton bergemuruh di akhir penampilan mereka.
Lain Tana Ntodea, lain pula dengan penampil ketiga, Kiki and The Klan.
Grup yang digawangi Kiki Pea ini berhasil membuat penonton bergoyang dengan alunan musik rock n’ roll. Lagu-lagu yang pernah hits pada masanya, seperti “Gereja Tua”, “Gembala Sapi” yang aransemen ulang sedemikian rupa hingga menjadi musik yang asik untuk bergoyang. Usaha Kiki dan dkk tidak sia-sia. Di bawah kerlip beberapa bintang yang malu-malu menampakkan sinarnya, puluhan orang asik berdendang dan bergoyang mengikuti polah Kiki dan teman-teman di atas panggung amphitheatre. Malam semakin asik ketika Kiki menarik salah seorang wanita asing berdansa bersamanya di atas panggung. Latar belakang sawah yang menghampar juga beberapa ornamen dan tata cahaya nan ciamik semakin menghidupkan atmosfir menyenangkan yang terbangun di sana. Tak diragukan lagi, Kiki and The Klan merajai malam itu.
Namun pengakuan tak terduga sempat dilontarkan Kiki. Ia mengatakan bahwa sebelum tampil di FMT malam lalu, Kiki and The Klan sempat vakum untuk beberapa saat. “Ketika ada beberapa tawaran manggung, saya terpaksa harus menolak, sebab kesulitan mengumpulkan personil lain,” ungkap Kiki tak lama setelah manggung. Lain cerita ketika tawaran itu datang dari Festival Musik Tembi sebulan yang lalu. “Anak-anak pada mau, jadi ya diterima aja walau untuk beberapa posisi belum tau siapa yang akan pegang,” ceritanya.
Bhatara Ethnic menjadi hidangan penutup yang manis bagi FMT hari pertama. Musik tradisi dengan irama menghentak yang menjadi suguhan pertama dari grup ini terdengar begitu bersemangat dan penuh energi. Grup ini merupakan salah satu pengisi album kompilasi Musik Tradisi Baru 2015.
FMT 2016 hari pertama telah berakhir, namun tidak dengan euphoria yang dihadirkannya. Setidaknya itu yang dirasakan Ratih Puspitasari. Ia selalu bahagia dengan kejutan-kejutan yang muncul di setiap penyelenggaraan FMT. “Aku pertama kali dateng ke Festival Musik Tembi tahun lalu. Walaupun pas dateng gak ada seniman tertentu yang jadi inceran, aku selalu puas karena selalu ada yang baru dan menarik di setiap panggungnya,” ungkapnya. Hal serupa diungkapkan Damian Bojorque. Pria asal Argentina ini mengaku sangat puas dengan pertunjukkan-pertunjukkan yang disaksikannya malam ini.
“Aku sangat suka penampilan sebelum ini (Tana Ntodea), terlebih lagi tarian yang aku lihat tadi sore (reog ponorogo oleh Rogo Singo). Sangat berbeda dari seni yang ada di negaraku.” Tak hanya mereka, Banu Adji, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada asal Jakarta ini pun mengaku puas dengan suguhan yang disaksikannya malam tadi. “Ini pertama kalinya aku datang ke Festival Musik Tembi dan ternyata keren banget. Aransemen dan pertunjukkan musiknya keren,” ungkap Adji.
Selain menikmati suguhan beragam pertunjukkan musik dengan berbagai genre, para pengunjung dapat pula berburu baju dan alat musik etnik, case dan berbagai aksesoris gitar, CD album, pouch dan tas goni, serta berbagai macam penganan tradisional maupun fusion foods.
Di hari kedua akan diadakan lokakarya ronggeng deli. Lalu keenam nominasi Musik Tradisi Baru (MTB) 2016 akan menyemarakkan panggung-panggung FMT. Mereka adalah W. P. Grown, Tiang Tatu, Sanggar Seni Kakula, Allegro Sanaparane, NN, Mantradisi. Selain para peserta MTB, bintang tamu seperti Frog Music Lab, Olski dan Jalu T. P. akan turut memeriahkan FMT hari kedua.