Connect with us

New Albums

Komunal, Monumen ‘Nostalgia’ Sang Raja Metal

Profile photo ofstreamous

Diterbitkan

pada

Komunal

Komunal bukan band yang hidup untuk sorotan. Mereka tak berburu ketenaran, tak mengejar kekayaan. Komunal berdiri untuk satu hal: menjaga nyala api heavy metal tetap hidup, dalam napas, dalam dentuman, dalam setiap detik mereka bermusik.

Di dunia musik Indonesia yang keras dan kompetitif, pilihan seperti ini bisa terdengar seperti keputusan konyol. Tapi bagi Komunal, inilah satu-satunya jalan yang masuk akal—jalan spiritual, jalan dedikasi total terhadap musik yang mereka cintai. Selama dua dekade, band ini menolak tunduk pada tuntutan pasar, tetap teguh di jalur yang mereka pilih sendiri. Tak besar, tapi konsisten. Tak ramai, tapi nyata. Eksistensi mereka adalah bentuk perlawanan.

Sejak 2004, Komunal terus berjalan meski rintangan datang silih berganti. Mereka telah menelurkan album ‘Panorama’ (2004), ‘Hitam Semesta’ (2008), ‘Gemuruh Musik Pertiwi’ (2012), album live ‘Live At De La Show’ (2019), dan mini album ‘Komando Badai Api’ (2022).

Kini, setelah penantian panjang, mereka kembali dengan album penuh keempat bertajuk ‘Nostalgia‘. Sebuah judul yang mencerminkan bukan hanya ingatan atas masa lalu, tapi juga perjalanan batin para personilnya—Doddy Hamson (vokal), Muhammad Anwar Sadat (gitar), dan Rezha Harry Kathana (drum). Ini adalah kesaksian hidup tentang bagaimana musik bisa menjadi urat nadi.

Proses kreatif ‘Nostalgia’ dimulai sejak 2020. Saat itu, bass masih dimainkan oleh Arief Snik, sebelum akhirnya ia keluar dari band. Album ini sempat tertahan lama, bukan karena kehilangan arah, tapi justru karena Komunal terlalu hati-hati dalam menentukan waktu yang tepat.

Pandemi COVID-19 memperlambat segalanya. Studio tempat mereka bekerja mengalami kerusakan perangkat keras, proses mixing terhenti. Tapi Komunal tak pernah membuang energi untuk mengeluh. Sebaliknya, mereka merilis mini album ‘Komando Badai Api’ pada 2022 sebagai pengisi ruang kosong, sebagai tanda bahwa mereka masih ada, masih bernapas, masih bertempur.

Tak seperti band-band lain yang mungkin menyerah atau menyesuaikan gaya untuk bertahan, Komunal justru memperkuat karakter mereka. Untuk ‘Nostalgia’, proses mastering dipercayakan kepada James Plotkin, seorang insinyur suara kawakan yang pernah menggarap Sunn O))) dan Earth.

Ini bukan keputusan sembarangan. Bagi Komunal, suara bukan sekadar soal keras atau pelan. Mereka mencari keseimbangan, tekstur, dan kejujuran dalam tiap nada. Dan Plotkin memahami itu. Ini adalah kolaborasi lintas benua yang dibangun atas dasar kesamaan prinsip, bukan karena nama besar.

Band Komunal

Komunal / Photo by Firman Rohmansyah

Estetika visual juga tidak dikerjakan asal-asalan. Setelah sebelumnya menggunakan lukisan karya Riandy Karuniawan di ‘Gemuruh Musik Pertiwi’, kali ini mereka memilih pendekatan berbeda. Bekerjasama dengan seniman patung asal Mojokerto, Erlan Adi Kurnia, Komunal menghadirkan sampul album berupa arca yang dipahat dari batu gunung.

Konsep visualnya datang dari Morrgth, ilustrator yang kini juga mengisi posisi bass. Arca itu bukan sekadar ornamen. Ia adalah simbol kekokohan, keteguhan, dan niat tulus yang membatu dalam bentuk fisik. Proses dokumentasi visual arca pun digarap serius oleh fotografer Firman Rohmansyah. Semua ini menunjukkan satu hal: Komunal tak pernah bermain setengah hati.

Di dalam ‘Nostalgia’, terdapat sepuluh lagu yang menggambarkan perjalanan panjang Komunal. Dari trek pembuka “Kesaksian” yang muram dan melankolis, sampai “Roda-Roda Api” yang menjadi balada penutup, setiap lagu adalah potongan kisah, penggalan refleksi, dan ekspresi jujur dari perjalanan mereka.

Alih-alih membuka album dengan gebrakan agresif, Komunal justru memilih kesunyian yang intens, seolah mengundang pendengar untuk duduk dan mendengar, bukan sekadar mendengar musik, tapi mendengar isi hati mereka. Dalam “Kesaksian”, mereka menyelipkan kutipan dan lirik yang menggugah kenangan, sebuah penghormatan kepada legenda rock Indonesia seperti God Bless dan Kantata Takwa.

Lagu-lagu lain seperti “Cinta dan Materi”, “Bahagia”, “Raja Metal”, dan “Suara Masa Depan” adalah narasi tentang realita bermusik, dilema idealisme, serta pergulatan batin antara semangat dan kebutuhan hidup. Komunal tidak pernah bicara kosong. Setiap lirik ditulis dengan niat dan pemikiran.

Doddy Hamson, sang vokalis, mengaku bahwa untuk album ini ia benar-benar memperhatikan kata demi kata. Ini bukan syair tapi testimoni personal.

Dulu aku asal rangkai kata aja, sekarang aku ngerasa harus jujur, harus kena,” katanya. Lirik di ‘Nostalgia’ terasa lebih terbuka, bahkan seperti surat terbuka. Ada kejujuran yang kadang menyakitkan, tapi justru membuat karya ini lebih manusiawi.

Beberapa lagu dalam ‘Nostalgia’ juga berbicara blak-blakan soal dunia nyata. Dalam “Bisnis Cari Duit”, “Uang Dimana-Mana”, dan “Seleksi Alam”, Komunal menggambarkan bagaimana idealisme harus bersaing dengan tekanan ekonomi. Mereka tidak menyembunyikan kegelisahan, tidak memoles realita.

Komunal album Nostalgia

Komunal – Album ‘Nostalgia’

Sebaliknya, mereka menyuarakannya dalam bahasa yang bisa dipahami siapa saja yang pernah mencoba hidup dari musik, terutama metal. Tapi meskipun liriknya pedas, nadanya tetap penuh semangat. Ini bukan ratapan, ini perlawanan.

Dan tentu saja, Komunal tak lupa pada pendukung setia mereka: Kawan-Kawan Komunal atau KKK. Lagu “KKK” menjadi semacam anthem untuk para penggemar yang setia mendukung sejak hari pertama. Dengan riff yang mengingatkan pada Iron Maiden—tapi dimainkan dengan napas yang lebih lamban dan berat—Komunal memberi penghormatan yang tulus kepada komunitas kecil tapi militan yang selalu hadir di barisan depan.

Dalam hal aransemen, Komunal tak lagi sekadar mengandalkan riff atau kecepatan. Sadat sebagai gitaris memainkan tekstur dan ritme dengan cermat. Ia tahu kapan harus mengisi, kapan harus memberi ruang.

Di sisi lain, Rezha di drum tak bermain rumit, tapi efisien dan penuh daya. Komposisi dalam ‘Nostalgia’ terasa lebih matang, lebih bernuansa, dan memperlihatkan kedewasaan musikal yang tak dipaksakan. Ini bukan band yang ingin pamer skill, tapi ingin bicara lewat musik.

Dan, sebagaimana tradisi dalam katalog mereka, Komunal menutup album ini dengan balada. “Roda-Roda Api” meneruskan garis yang telah dibuka oleh “Higher Than Mountain” di album sebelumnya. Ini adalah perenungan, sebuah ruang tenang setelah perjalanan panjang. Lagu ini seperti ucapan terima kasih sekaligus perpisahan sementara. Balada ini menjadi titik di akhir kalimat panjang yang ditulis dengan darah dan peluh.

Bagi Komunal, ‘Nostalgia’ adalah retrospeksi, ziarah, perayaan dan pengingat. Ini adalah surat cinta untuk heavy metal, untuk para legenda rock Indonesia, dan tentu saja untuk diri mereka sendiri yang telah memilih hidup di jalan terjal ini.

Dari God Bless ke Pantera, dari Van Halen ke Andy Liany, dari mimpi remaja ke realitas dewasa—’Nostalgia’ merangkum semuanya dalam sepuluh trek yang jujur dan padat. Dan lewat album ini, Komunal sekali lagi membuktikan bahwa mereka bukan hanya bertahan. Mereka tetap relevan, tetap tajam, dan tetap menyala.

Mereka adalah Komunal. Tak banyak bicara. Tapi keras bersuara.

Berikan Komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *