New Albums
Lewat ‘Renjana’, Dialog Dini Hari Hadirkan Ekspresi Batin yang Mendalam
- Share
- Tweet /srv/users/gigsplayv2/apps/gigsplayv2/public/wp-content/plugins/mvp-social-buttons/mvp-social-buttons.php on line 66
https://gigsplay.com/wp-content/uploads/2024/10/Dialog-Dini-hari.jpg&description=Lewat ‘Renjana’, Dialog Dini Hari Hadirkan Ekspresi Batin yang Mendalam', 'pinterestShare', 'width=750,height=350'); return false;" title="Pin This Post">
Dialog Dini Hari (DDH) sejak awal telah menjadi simbol perpaduan yang nyaris mistis antara permainan gitar Pohon Tua dan kelincahan perkusi Denny Surya. Dengan gaya musik khas dan nuansa yang jernih, mereka terus melahirkan lagu-lagu yang bukan hanya enak didengar, tetapi juga meresap jauh ke dalam jiwa.
Tanpa disadari, lagu-lagu DDH sering kali tertanam dalam pikiran para pendengarnya, menjadi bagian dari kesadaran mereka sebagai manusia yang membawa luka-luka batin. Hal ini dimungkinkan karena pilihan tema dan lirik dengan diksi yang indah dan penuh makna, yang setia diolah oleh Pohon Tua.
Kini, melalui album terbaru mereka yang berjudul ‘Renjana’, DDH semakin memperkuat citra mereka sebagai musisi yang selalu menghadirkan karya bermakna. Tidak ada satu pun lagu dalam album ini yang dibuat asal-asalan atau sekadar untuk menghibur pendengar.
Setiap lagu diproduksi dengan tata musik yang apik, mengangkat tema tentang perasaan batin serta situasi sosial bangsa ini. Kehidupan nyata disuling menjadi musik yang menggambarkan pergerakan zaman, membuat album ini relevan dengan kehidupan modern.
‘Renjana’ menghadirkan 11 lagu yang urutannya adalah sebagai berikut: “Adab”, “Teruntuk Bahagia”, “Merpati”, “Nurani”, “When We Were Young”, “Atas Nama Rakyat Bukan untuk Rakyat”, “Durja”, “Beranilah Melawan”, “Kita dan Dunia”, “Pohon Tua Bersandar”, dan “Miles Away.” Album ini memadukan lagu-lagu baru dan beberapa lagu lama yang diaransemen ulang.
Lagu seperti “Kita dan Dunia” pernah menjadi hadiah pernikahan untuk Saylow, yang kini bertanggung jawab mengelola DDH. Sementara “Teruntuk Bahagia” adalah lagu yang dibuat untuk buku berjudul sama yang mengisahkan kehidupan Lisa Samadikun, seorang praktisi yoga dan balet.
Selain itu, ada lagu “Pohon Tua Bersandar”, yang menjadi inspirasi lahirnya sebuah buku prosa liris berjudul “Dua Senja Pohon Tua,” ditulis oleh Eko “Wustuk” Prabowo.
Setelah kepergian Brozio, DDH kini hanya terdiri dari Pohon Tua dan Denny Surya, namun mereka diperkuat oleh Kristian Dharma (bas dan synthesizer) serta Awenghimawan (banjo). Di album ini, mereka juga menghadirkan musisi tamu seperti Wilis Permadi (cello), Rivelino Ismaya (akordion dan Uileann pipes), dan Stella Paulina (flute Irlandia). Para penyanyi latar yang berkontribusi termasuk Lyta Lautner, Jascha Riri, Sydney Barnett, Enzi Rozi, dan Rico Mahesi.
Semua lagu dalam ‘Renjana’ ditulis oleh DDH, kecuali lirik di lagu “When We Were Young” yang turut ditulis oleh Elisa Wettstein.
Proses rekaman, mixing, dan mastering dilakukan di beberapa studio, termasuk Uma Pohon Studio, Posko Studio, Lengkung Langit Studio, Song Studio, Electric Ear Studio, dan Rare Ear Studio, yang tersebar di Denpasar, Ubud, Los Angeles, dan Texas. Album ini diproduksi oleh Rain Dogs Records dengan artwork yang digarap oleh Pansaka.
Album ‘Renjana’ dibuka dengan lagu “Adab”, yang menggambarkan keresahan DDH terhadap situasi sosial saat ini. Keresahan tersebut semakin terasa dalam lagu-lagu seperti “Atas Nama Rakyat Bukan untuk Rakyat” dan “Beranilah Melawan”, di mana DDH dengan lembut namun tegas menyampaikan bahwa bangsa ini sedang tidak baik-baik saja.
Lagu-lagu tersebut mengusung nuansa nordic folk dengan sentuhan psikedelik, menyuarakan protes terhadap ketidakadilan sosial, kepemimpinan yang menindas, dan kolektifitas masyarakat yang semakin hilang. Dalam karya-karya ini, DDH menegaskan peran mereka sebagai seniman yang tidak menutup mata terhadap penderitaan di sekitar mereka, menjadikan lagu-lagunya sebagai medium penyampai pesan kemanusiaan yang sangat relevan.
Namun, penggemar DDH yang setia pasti setuju bahwa kekuatan band ini terletak pada lagu-lagu yang menembus relung batin. Melalui ‘Renjana’, DDH tetap menyuguhkan pengalaman emosional yang mendalam.
Salah satu contohnya adalah lagu “Nurani”, yang menjadi warna baru dalam musik DDH. Dengan nuansa sunyi dan menyentuh, lagu ini menggambarkan bagaimana kehilangan cinta dapat meninggalkan kekosongan yang luar biasa dalam hidup seseorang.
Meski demikian, Pohon Tua tidak tenggelam dalam keputusasaan. Dia mengubah rasa sakit menjadi doa dan penerimaan, menunjukkan bahwa di balik setiap luka, ada ruang untuk sinar cahaya masuk dan menerangi kegelapan.
Liriknya pun tidak dibuat sekadar indah, melainkan untuk menyampaikan pesan yang mendalam: “Jika bukan karena cinta//lagu ini takkan tercipta//Jika bukan karena luka//lagu ini takkan pernah ada”.
“Durja” juga menambah kedalaman album ini, dengan petikan gitar yang lembut mendukung suara serak Pohon Tua. Lagu ini menggambarkan kelelahan emosional seseorang yang memperjuangkan cinta, bukan hanya cinta antar manusia, tetapi juga cinta kepada Sang Pencipta.
Pohon Tua menyuarakan betapa sulitnya menjalani hidup dalam cinta yang hilang dan ditemukan kembali. Lirik-liriknya yang indah mencerminkan upaya untuk bertahan dan tidak putus asa: “Lelaki kuat bukanlah mereka yang menang//Tetapi mereka yang tabah//Ketika tumbang//Ketika tumbang//Airmataku yang mengalir dalam doa untukmu//Semoga aku tak kehilangan jejak cahayamu”.
Dalam ‘Renjana’, DDH dengan cemerlang menunjukkan bahwa semua kepahitan hidup dan penderitaan batin dapat diungkapkan dengan anggun.
Mereka tidak pernah terjebak dalam kelemahan atau rasa iba diri, melainkan menawarkan kesadaran baru yang muncul dari pergulatan batin. Itulah esensi sejati menjadi manusia—menerima penderitaan, menjadikannya bagian dari diri, dan kemudian melampaui semua itu.
Dengan aransemen musik yang memukau, tema yang peka terhadap kondisi sosial dan emosional, serta lirik yang menyentuh, ‘Renjana’ menawarkan pengalaman mendengarkan yang sangat mendalam.
Album ini cocok dinikmati dalam keheningan, di tempat yang tenang seperti hutan, pantai terpencil, atau di malam hari ketika bintang-bintang bersinar.
Album ini tidak hanya membawa pendengarnya masuk ke dalam musik, tetapi juga ke dalam diri mereka sendiri, memicu refleksi tentang makna hidup yang lebih besar.