HOMECOMING : Celebrating Mocca’s 25th Anniversary Baca Infonya Disini×
Connect with us

New Albums

Melancholy and Beautyfall Exulansis : Tentang Bahagia Dan Duka Yang Saling Terkait

Published

on

By

First Breath After Coma

Angin sepoi-sepoi yang bertiup lembut dari Bitung, Sulawesi Utara, membawa keheningan yang menyelimuti, sebelum akhirnya berubah menjadi pusaran emosi yang kuat, membentuk sebuah perjalanan sonikal yang mendalam.

Di tengah-tengah perjalanan itu, kita diperkenalkan pada First Breath After Coma, trio post-rock yang terdiri dari Giras Andhira Idrus sebagai drummer, Kurnia Koko pada bass, dan Alfacino Singkay yang memainkan gitar.

First Breath After Coma Melancholy and Beautyfall ExulansisMereka hadir dengan debut EP bertajuk ‘Melancholy and Beautyfall Exulansis’, sebuah karya yang menggambarkan perpaduan emosi, antara kebahagiaan dan kesedihan, yang saling terkait dan membentuk satu kesatuan yang utuh.

‘Melancholy and Beautyfall Exulansis’ membawa pendengar pada perjalanan emosional yang bias, di mana tidak ada batas tegas antara terang dan gelap, suka dan duka. Semua itu dilebur dalam melodi yang sinematik, menyatu dalam alunan nada yang luwes dan mendasar.

Lagu-lagu seperti “Fifteen in Aries”, “Quiet Trip”, dan “Sun and Moon” menunjukkan betapa indahnya musik instrumental yang bisa merangkai perasaan dalam komposisi yang terukur, mengalir lembut seperti haiku. Setiap nada mengingatkan kita bahwa hidup dipenuhi oleh momen-momen yang kompleks, di mana kebahagiaan dan kesedihan sering kali berjalan beriringan.

Kehadiran First Breath After Coma memberikan warna baru dalam skena musik di Sulawesi Utara, yang selama ini lebih dikenal dengan genre hardcore, punk, dan metal. Dengan sentuhan post-rock yang lebih tenang dan introspektif, trio ini berhasil menciptakan ruang bagi penggemar musik yang mencari pengalaman mendengarkan yang lebih emosional dan reflektif.

Proses produksi EP ‘Melancholy and Beautyfall Exulansis’ dilakukan dengan teliti. Setiap lagu direkam dan melalui proses mixing dan mastering oleh Firman Pakaya di Alterego Studio, Bitung. Hasil akhirnya adalah karya yang matang dan penuh nuansa, yang dirilis oleh Earthquake Records dan sudah tersedia di berbagai platform streaming digital.

Karya ini menunjukkan bagaimana sebuah band lokal dari Sulawesi Utara mampu menyuguhkan karya berkualitas, dengan komposisi musik yang kaya dan berlapis emosi.

Dengan debut EP ini, First Breath After Coma tidak hanya memperkenalkan diri mereka sebagai musisi berbakat, tetapi juga menawarkan perspektif baru dalam dunia musik Indonesia, khususnya di Sulawesi Utara.

Karya mereka menjadi bukti bahwa seni dapat menjadi jembatan antara berbagai perasaan manusia, menyatukan sukacita dan kesedihan dalam harmoni yang indah.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *