New Albums
Monolomo Hidupkan Kembali Romansa Masa Lalu Dalam Debut Album “Back In Time”

- Share
- Tweet /srv/users/gigsplayv2/apps/gigsplayv2/public/wp-content/plugins/mvp-social-buttons/mvp-social-buttons.php on line 66
https://gigsplay.com/wp-content/uploads/2025/03/Monolomo.jpg&description=Monolomo Hidupkan Kembali Romansa Masa Lalu Dalam Debut Album “Back In Time”', 'pinterestShare', 'width=750,height=350'); return false;" title="Pin This Post">
Setelah melalui proses panjang penuh dedikasi, MONOLOMO, grup musik pop alternatif asal Bandung, akhirnya merilis album pertama bertajuk ‘Back in Time’. Album ini menjadi persembahan khusus bagi mereka yang pernah merasakan beragam fase pilu dalam kisah percintaan.
Terbentuk dari kisah-kisah nyata di sekitar kehidupan personelnya, ‘Back in Time’ dirajut melalui sepuluh lagu yang menggambarkan kompleksitas emosi manusia, mulai dari cemburu, kerinduan, kebimbangan, hingga keberanian untuk mengikhlaskan.
MONOLOMO, yang terdiri dari Dayen (vokal), Risfan (kibor), Alvin (bass & sequencer), dan Abbi (gitar), menyebut album ini sebagai bentuk “reuni” setelah sekian lama terpisah oleh kesibukan masing-masing. Butuh waktu sekitar satu tahun bagi mereka untuk menyelesaikan proyek ini, dengan menggabungkan berbagai eksperimen musik dan ide kreatif.
Sebelum meluncurkan album, mereka telah lebih dulu merilis dua single: “Jealous” (2023) dan “Why Do I (Feel Love Like This)” (akhir 2024), yang menjadi pintu masuk bagi pendengar untuk mengenali warna musik dan lirik yang intim.
‘Back in Time’ tidak hanya bercerita tentang kisah cinta, tetapi juga merefleksikan perjalanan pribadi keempat personel dalam mengejar mimpi. Album ini menjadi bukti nyata bagaimana impian mereka untuk berkarya di dunia musik akhirnya terwujud melalui terbentuknya MONOLOMO pada 2023.
“Album ini seperti membawa kami kembali ke lorong waktu, mengulang memori, rutinitas, dan kerinduan akan momen bermusik bersama. Meski sekarang kami berada di ruang dan waktu yang berbeda, semangat itu tetap sama,” ujar Risfan, menggambarkan proses kreatif yang penuh nostalgia.
Dalam wawancara terpisah, Abbi dan Alvin mengaku sempat merasa gugup ketika kembali berada di satu panggung. “Dulu sering deg-degan bareng di belakang panggung, eh sekarang kejadian lagi,” canda Abbi sambil tertawa.
Namun, keakraban dan chemistry lama mereka justru menjadi energi tambahan. “Rasanya aneh, tapi senang bisa satu panggung lagi dengan Dayen dan Abbi. Melihat mereka di samping saya, semua jadi terasa lengkap,” tambah Risfan.
Sepuluh lagu dalam ‘Back in Time’—”Being”, “Jealous”, “Too Care To Confused”, “Mediterrane”, “Why Do I (Feel Love Like This)”, “MTR”, “Into Your Eyes”, “Scars That You’ve Made”, “Street Light”, dan “Signals”—menjadi kanal bagi MONOLOMO untuk mengekspresikan beragam nuansa kesedihan.
Setiap lagu memiliki cerita unik: “Jealous” mengungkap gejolak cemburu yang memunculkan pertanyaan tak terjawab, “Why Do I (Feel Love Like This)” bercerita tentang hubungan rumit yang sulit dimengerti, sementara “MTR” menyuarakan kerinduan untuk mengulang momen indah yang telah berlalu.
Tak kalah dalam, “Into Your Eyes” menggambarkan hasrat untuk bersama seseorang yang masih menjadi angan, sedangkan “Too Care To Confused” mengisahkan kebingungan menebus kesalahan dalam hubungan.
Proses penulisan lirik dipimpin oleh Dayen dan Abbi, yang menjadikan MONOLOMO sebagai wadah mencurahkan pikiran dan perasaan. “Banyak kisah rumit tentang cinta yang kami alami sendiri atau diceritakan orang sekitar. Itu membuat lirik terasa lebih autentik,” jelas Dayen. Abbi menambahkan, “Menulis lirik seperti terapi—sedikit menenangkan dan meredam emosi.”
Pengerjaan album ini dilakukan secara mandiri dengan dukungan orang-orang terdekat. Mulai dari rekaman, mixing, hingga mastering, mereka berusaha mengerjakan semampunya sembari belajar hal baru. “Kami harus ekstra mengatur waktu karena masing-masing punya kesibukan di luar MONOLOMO. Tapi semangat membuat album pertama membuat kami tetap antusias,” ungkap Alvin.
Risfan menyebut “Scars That You’ve Made” dan “Street Light” sebagai lagu termudah dalam hal aransemen. “Saya sedang menyukai genre musik seperti itu dan ingin MONOLOMO bereksplorasi lebih jauh di album kedua,” ujarnya penuh harap.
Meskipun didominasi kisah sedih, proses pembuatan ‘Back in Time’ justru dipenuhi kebahagiaan dan semangat kolaboratif. Mereka berharap pendengar tidak hanya menangkap kesedihan, tetapi juga menemukan kekuatan dalam setiap lagu.
“Mimpi adalah harapan yang tak boleh dibatasi. Melalui album ini, kami ingin satu per satu mimpi itu terwujud, baik bagi kami maupun bagi mereka yang mendengarkan,” tutup Dayen.
Dengan tekad dan dukungan dari lingkaran terdekat, MONOLOMO membuktikan bahwa kesedihan bisa diubah menjadi karya yang bisa menginspirasi banyak orang.
‘Back in Time’ adalah cermin dari perjalanan emosional yang universal—sebuah pengingat bahwa dalam setiap luka, ada ruang untuk tumbuh dan bermimpi lagi.