Connect with us

New Tracks

Revind Akhiri Vakum Satu Dekade Dengan Rilis Single Baru “Dead Engine”

Profile photo ofrafasya

Diterbitkan

pada

Revind

Setelah hampir sepuluh tahun menghilang dari dunia musik, Revind, band metalcore yang berasal dari Mojokerto, Jawa Timur, akhirnya mengumumkan kebangkitannya dengan merilis single terbaru berjudul “Dead Engine”.

Keputusan ini menandai berakhirnya masa vakum yang panjang bagi mereka dan membuka jalan untuk proyek ambisius berikutnya: album penuh berjudul ‘Chronosphere’ yang direncanakan rilis pada akhir 2025.

“Dead Engine” adalah simbol kebangkitan. Single ini, yang dikerjakan secara kolaboratif oleh seluruh anggota, menunjukkan kekompakan formasi Revind yang terdiri dari Riza Novandra (vokal), Aris Wahyudianto (bass), Awang Pratama (gitar), Eka Ari Kurnia Putra (gitar), dan Edwin Satrio Prabowo (drum).

Proses kreatifnya melibatkan kolaborasi yang solid, mulai dari aransemen hingga produksi. Edwin dan Awang, sebagai produser, bertanggung jawab atas mixing dan mastering di Rmera Studio dan Torch Production Studio, sementara lirik yang gelap dan intens ditulis oleh vokalis Riza Novandra.

Namun “Dead Engine” hanyalah permulaan dari serangkaian single yang akan dirilis oleh Revind. Lagu “All Hope That’s Left” akan segera menyusul dan menjadi bagian dari album ‘Chronosphere’.

Album ini terdiri dari sepuluh lagu dan diharapkan menjadi mahakarya yang menggabungkan elemen metalcore, deathcore, dan sentuhan progressive metal.

Band Revind

Inspirasi utama Revind berasal dari raksasa metal global seperti As I Lay Dying, Lamb of God, dan Killswitch Engage. Menurut mereka, band-band ini berhasil menciptakan “keindahan dalam kekacauan” — sebuah filosofi yang mereka sebut “The Beauty of Chaos”.

Konsep ini terlihat jelas dalam lagu “Dead Engine”, di mana riff gitar melodik bertemu dengan breakdown yang menghantam, vokal yang kasar, dan ritme drum yang kompleks, menciptakan suasana yang brutal namun tetap bernuansa.

‘Chronosphere’ sendiri digambarkan sebagai perjalanan melalui agresi dan perlawanan. “Single ‘Dead Engine’ adalah bom waktu yang memicu kemarahan terhadap sistem. Album ini adalah narasi tentang kekacauan, keputusasaan, dan harapan yang tersisa,” ungkap Riza Novandra.

Dari segi teknis, album ini menantang dengan variasi tempo ekstrem. Di single “Dead Engine”, Revind mengandalkan kecepatan dan dinamika instrumental, terutama pada permainan drum Edwin dan harmonisasi gitar Awang-Eka yang rumit.

Proses produksi ‘Chronosphere’ diklaim telah mencapai final, hanya tinggal menunggu sentuhan akhir mixing dan mastering.

“Riff gitar melodik bertemu dengan breakdown yang menghantam, vokal yang kasar, dan ritme drum yang kompleks, menciptakan suasana yang brutal”

Kami tidak ingin terburu-buru. Setiap detail harus sempurna,” tegas Edwin. Kesabaran ini sejalan dengan upaya Revind untuk menghidupkan kembali energi panggung mereka. Saat ini para anggota band sedang giat berlatih untuk konser comeback yang direncanakan akan digelar dalam waktu dekat.

Bagi para penggemar metalcore, “Dead Engine” dijanjikan sebagai anthem baru yang menggugah semangat. Lagu ini tidak hanya memuaskan hasrat akan musik keras, tetapi juga menyuguhkan kompleksitas yang menjadi ciri khas aliran progressive.

Revind berharap, kembalinya mereka menandai babak baru bagi scene metal Indonesia. “Kami mungkin sempat hilang, tetapi api kreativitas kami tak pernah padam. ‘Chronosphere’ adalah buktinya,” tegas Riza.

Sembari menunggu album lengkap, “Dead Engine” sudah bisa dinikmati di semua platform streaming mulai 13 Mei. Selamat menyambut kebangkitan Revind!

Berikan Komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *