New Tracks
Saint Dismas Serukan Krisis Lingkungan Lewat Single Terbaru ‘Echo’
- Share
- Tweet /srv/users/gigsplayv2/apps/gigsplayv2/public/wp-content/plugins/mvp-social-buttons/mvp-social-buttons.php on line 66
https://gigsplay.com/wp-content/uploads/2025/02/Saint-Dismas.jpg&description=Saint Dismas Serukan Krisis Lingkungan Lewat Single Terbaru ‘Echo’', 'pinterestShare', 'width=750,height=350'); return false;" title="Pin This Post">
Band alternatif rock asal Tangerang, Saint Dismas, kembali menghadirkan karya terbaru berjudul “Echo” sebagai single pembuka mini album yang sedang dalam proses produksi. Formasi yang terbentuk akhir 2019 ini mengawali perjalanan musiknya dengan semangat reuni mantan anggota band SMA.
Beranggotakan Otnie (drum), Riovaldo (bass), Pandu (gitar dan vokal), serta sepupu Pandu, Albert (lead gitar), mereka mulai serius menciptakan materi di pertengahan 2020. Setelah setahun berlatih rutin setiap Minggu, Saint Dismas akhirnya merilis album perdana ‘Art, Earth, Consciousness’ pada Agustus 2023.
Namun, dinamika kehidupan membawa perubahan: Otniel (drum) dan Riovaldo (bass) harus meninggalkan Jabodetabek karena tuntutan pekerjaan, digantikan oleh Azhar (drum) dan Trusyantoro (bass). Perombakan personel ini justru membawa angin segar dalam warna musik mereka.
Dengan formasi baru, Saint Dismas menghabiskan setahun untuk meracik materi bagi mini album berikutnya. “Echo” dipilih sebagai single pertama yang dirilis pada Juni 2024.
Lagu ini tidak hanya menandai babak baru bagi band, tetapi juga merekam perjalanan kreatif mereka di dua studio berbeda: Sonicgarage Studio untuk rekaman drum dan Massive Music Studio untuk gitar, bass, serta vokal. Kolaborasi dengan sejumlah musisi dan engineer berpengalaman juga memperkaya proses kreatif mereka.
Pandu, vokalis sekaligus komposer lagu, menceritakan bahwa “Echo” lahir dari kegelisahannya terhadap ketidakpedulian manusia terhadap kerusakan bumi.
“Lagu ini adalah teriakan hati tentang betapa kita mulai kehabisan waktu untuk menyadarkan diri. Banyak suara yang ingin berbicara, tapi dibungkam oleh kepentingan segelintir orang,” ujarnya.
Lirik di verse pertama menggambarkan urgensi krisis lingkungan, sementara chorus mengajak pendengar bersikap konsisten mencari kebenaran di tengah kebisingan informasi. Di verse kedua, Pandu menyoroti betapa sulitnya memperjuangkan perubahan di tengah sistem yang mengabaikan keberlanjutan alam.
Proses rekaman “Echo” menjadi pengalaman berkesan bagi Saint Dismas. Di Sonicgarage Studio, part drum direkam dengan bantuan Reney (engineer Scaller), yang sebelumnya juga terlibat dalam album pertama mereka. Sementara itu, fasilitas canggih di Massive Music Studio—tempat Pandu bekerja sebagai komposer—membuka peluang eksplorasi teknis dan kreatif.
“Kami seperti bermain di taman bermain musisi. Peralatan lengkap, ditambah bimbingan Horas, engineer yang pernah bekerja di studio Musica, membuat kami berani mencoba hal-hal baru,” tutur Albert, gitaris.
Tidak hanya itu, masukan dari Irfan (gitaris Samson) pada bagian gitar dan drum memberi sentuhan dinamis yang menonjolkan energi khas alternatif rock. Azhar, drummer baru, mengaku proses ini memberinya tantangan sekaligus kebebasan.
“Saya ingin menjaga esensi Saint Dismas, tapi juga memberi groove berbeda. Kolaborasi dengan Trusy (bass) menciptakan chemistry yang memengaruhi struktur lagu,” katanya.
Trusyantoro, bassist pengganti, menambahkan bahwa perubahan formasi justru memperkuat identitas band. “Kami tidak ingin terpaku pada pola lama. Ada ruang untuk bereksperimen, tapi tetap menjaga pesan yang ingin disampaikan,” ujarnya.
Hal ini terasa dalam aransemen “Echo” yang menggabungkan distorsi gitar tebal, ritme bass kompleks, dan dinamika drum yang agresif, dipadukan dengan vokal Pandu yang emosional.
Lirik “Echo” sendiri menjadi sorotan. Melalui metafora “pantulan suara yang tercekik”, lagu ini menyindir sikap apatis manusia terhadap krisis iklim.
“Kita sering terbuai oleh kenyamanan palsu, padahal bumi sudah merintih. “Echo” adalah pengingat bahwa setiap aksi punya konsekuensi,” tegas Pandu. Pesan ini selaras dengan visi Saint Dismas yang ingin menjadikan musik sebagai medium kritik sosial.
Meskipun terbilang baru di industri, Saint Dismas telah menunjukkan konsistensi melalui karya-karya berbobot. Mini album mendatang diproyeksikan menjadi lanjutan naratif dari ‘Art, Earth, Consciousness’, dengan pendekatan produksi yang lebih matang.
“Kami tidak ingin terburu-buru. Setiap lagu harus punya jiwa, baik dari sisi musik maupun pesannya,” tutup Pandu.