New Albums
Sambut Ramadan, Album Rangkai ‘Pekik Hening Di Lantang Angan’ Berkumandang

- Share
- Tweet /srv/users/gigsplayv2/apps/gigsplayv2/public/wp-content/plugins/mvp-social-buttons/mvp-social-buttons.php on line 66
https://gigsplay.com/wp-content/uploads/2025/03/Rangkai.jpg&description=Sambut Ramadan, Album Rangkai ‘Pekik Hening Di Lantang Angan’ Berkumandang', 'pinterestShare', 'width=750,height=350'); return false;" title="Pin This Post">
Setelah merilis tiga single sepanjang 2023—“Seperti Rindu”, “Mesra Tanpa Kata”, dan “Puan, Kau Beri Nyawa”—trio musik Rangkai akhirnya kumandangkan album penuh perdana bertajuk ‘Pekik Hening di Lantang Angan’. Album ini sudah tayang pada 28 Februari 2025, bertepatan dengan bulan Ramadan 1446H, sebagai penyambut momen introspeksi dan pengendalian diri.
Judul album ini terinspirasi dari refleksi mendalam almarhum Ade Firza Paloh, produser yang mendampingi perjalanan kreatif Rangkai sejak Agustus 2022. Melalui serangkaian diskusi intens, Ade berhasil merangkum esensi pemikiran dan jiwa ketiga personel Rangkai ke dalam 11 lagu yang ia gambarkan sebagai “kumparan yang diam namun berputar cepat”.
“Kalian itu bak kumparan, seperti tak bergerak padahal laju rotasi tinggi. Cocoknya ‘Pekik Hening di Lantang Angan’,” ujar Ade Firza Paloh, yang akrab disapa Bang Ade, sebelum meninggal. Meski kepergian sang produser meninggalkan duka, Rangkai memutuskan melanjutkan proyek ini bersama label Setengah Lima Records.
“Hidup harus terus berjalan,” tegas Mirza Elba Febrian, gitaris Rangkai, sembari menceritakan betapa proses produksi album ini menguras tenaga, waktu, bahkan jam tidur. Namun, ia mengaku mendapat rezeki tak terduga: kesempatan berkolaborasi dengan musisi-musisi yang sebelumnya hanya ia idolakan.
Album ini digambarkan sebagai karya kontemplatif yang menuntut kesadaran spiritual untuk dinikmati. Bukan sebagai kumpulan nasihat atau ajaran religius, ‘Pekik Hening di Lantang Angan’ lebih mirip pendamping setia perjalanan hidup—seperti biskuit manis yang menemani kopi pahit, atau sebaliknya.
“Ini tentang menerima hidup apa adanya, serba berkecukupan,” jelas Mirza. Tema penerimaan dan upaya meraih ketenangan jiwa menjadi benang merah yang menghubungkan seluruh lagu, termasuk single andalan “Selam Hati Sulam Diri”, hasil kolaborasi dengan Endah Widiastuti, vokalis Endah N Rhesa.
Endah mengungkapkan antusiasmenya saat diajak Rangkai berkolaborasi. “Saya langsung menyanggupi begitu mendengar materi albumnya yang konseptual. Proses rekamannya menyenangkan karena saya diberi kebebasan berimprovisasi, terutama dalam merespons melodi vokal Bimo,” tuturnya. Menurut Endah, lagu ini memiliki kesan mendalam berkat lirik yang puitis dan aransemen musik yang unik, memadukan unsur akustik dengan sentuhan gamelan Jawa.
Struktur album ini tidak biasa. Kesebelas lagu disusun berdasarkan enam fase penciptaan alam dalam Al-Quran, mulai dari ledakan awal (“Api”, “Kejora Cinta”), pengembangan jagad raya (“Ruang”, “Seperti Rindu”, “Mesra Tanpa Kata”), pembentukan unsur alam (“Isyarat Hawa”, “Puan Kau Beri Nyawa”), benturan kosmis (“Pertengkaran”, “Tabir”), kestabilan alam (“Selam Hati Sulam Diri”), hingga regenerasi (“Seberang Fana”).
Setiap fase direpresentasikan melalui dinamika musik yang berubah—dari dentuman gitar klasik Mirza, alunan kontrabas Rai, hingga vokal Bimo yang dipadu dengan gender Jawa.
Sebagai trio yang mengusung konsep minimalis, Rangkai mengandalkan chemistry antar anggota. Mirza (gitar klasik), Rai (kontrabas), dan Bimo (vokal, gender/gamelan) saling melengkapi dalam menciptakan atmosfer musikal yang intim.
Mereka juga dibantu jaringan kreatif luas, mulai dari artwork Khalid Albakaziy yang memvisualisasikan tema spiritual album, hingga proses mixing-mastering oleh Ruang Waktu Music, Lokale Satin Studio, dan Earspace Studio.
Rilisnya ‘Pekik Hening di Lantang Angan’ di bulan Ramadan bukanlah kebetulan. Menurut Rangkai, momen ini dipilih agar pendengar dapat merenungkan makna album dengan lebih seksama.
“Ramadan adalah waktu tepat untuk menyelami diri. Kami harap setiap lagu bisa menjadi cermin bagi yang mendengarkan,” ujar Bimo. Album ini juga menjadi penghormatan terakhir untuk Ade Firza Paloh, yang diyakini Rangkai tetap menyertai proses kreatif mereka meski secara fisik telah tiada.
Di tengah hiruk-pikuk industri musik yang kerap mengedepankan popularitas instan, Rangkai memilih jalan berbeda. Album ini menawarkan pengalaman mendengar yang transformatif.
Dengan menggabungkan kedalaman lirik, kompleksitas musikal, dan filosofi spiritual, ‘Pekik Hening di Lantang Angan’ layak disebut sebagai mahakarya yang lahir dari ketulusan. Seperti kata Mirza, “Rezeki terbesar dari proses ini adalah belajar bahwa seni sejati selalu dimulai dari keheningan.”
Sebagai penutup, Rangkai berharap album ini tidak hanya dinikmati sebagai karya audio, tetapi juga menjadi teman refleksi bagi siapa pun yang mencari makna di balik riuh kehidupan.
“Kadang, diam adalah cara terbaik untuk memahami segala sesuatu yang terlalu keras untuk diucapkan,” pungkas Bimo.
Dengan segala kesederhanaan dan kedalaman yang ditawarkan, ‘Pekik Hening di Lantang Angan’ siap mengajak pendengar menyelam ke dalam samudra diri, merangkai pecahan-pecahan hening menjadi sebuah simfoni kehidupan yang utuh.