Featured
TATTIA Merilis Anti-Oedipus Sebagai Bentuk Pembebasan Hasrat Manusia
- Share
- Tweet /srv/users/gigsplayv2/apps/gigsplayv2/public/wp-content/plugins/mvp-social-buttons/mvp-social-buttons.php on line 66
https://gigsplay.com/wp-content/uploads/2020/02/tattia_band-1000x600.jpg&description=TATTIA Merilis Anti-Oedipus Sebagai Bentuk Pembebasan Hasrat Manusia', 'pinterestShare', 'width=750,height=350'); return false;" title="Pin This Post">
The Animal That Therefore I Am (TATTIA) pertama kali dibentuk pada pertengahan tahun 2018 silam. Formasi saat ini adalah Catur sebagai vokalis, Sansan mengisi posisi gitar, Dedi sebagai bass, dan Mufti sebagai penggebuk drum.
Band ini terbentuk akibat kebosanan dengan pekerjaan dan rutinitas kampus sekaligus sebagai bentuk protes dari rasa muak dengan kondisi sosial-politik yang terjadi di negara ini. Mereka berpikir, perlu kiranya membuat suatu unit musik yang bukan hanya sebagai medium ekspresi dari hasrat bermusik saja, tetapi juga sebagai fokus untuk merekam, merespons rutinitas keseharian mereka yang memuakkan dengan cara yang khas dari diri mereka, dari hati terdalam mereka.
Musik TATTIA mengambil akar Punk yang dikombinasikan dengan Ferret Music dan Post-Hardcore sehingga mengesankan campuran musik yang lebih ganas dan bertenaga. Dari genre Punk, mereka mengambil semangat pemberontakannya, sementara dalam Ferret Music, Chaotic atau Eksperimental dan Post-Hardcore, mereka mengambil “suara”-nya yang khas, eksplorasi nada atau aransemennya yang segar. Mungkin itulah yang membedakan TATTIA dari band Punk atau Hardcore-Punk lainnya. Mereka menyebut musiknya sebagai Chaotic-Punk.
TATTIA baru saja merilis single yang berjudul Anti-Oedipus/Bagaimana Kami Tak Lagi Menghasrati Represi. Mereka merilis single ini secara bebas di beberapa platform seperti Bandcamp, Soundcloud dan platform musik lokal Audionesia. Lagu ini banyak terinspirasi oleh teori Oedipus Complex-nya Sigmund Freud, yang telah menunjukkan kepada kita tentang hasrat dan psikologi manusia yang seringkali tanpa kita sadari telah menyatu dalam diri kita. Hasrat manusia yang tidak terbatas itu selalu berusaha direpresi oleh sang “Ayah” sebagai simbol kekuasaan, seperti agama atau budaya, dan tentu saja negara.
Mereka mencoba menafsirkan teori Oedipus Complex Freud itu dengan cara lain. Mereka meminjam pembacaan dari filsuf besar asal Prancis, Gilles Deleuze. Melalui Deleuze kita memahami bahwa selama ini manusia cenderung pasif, karena mereka selalu dibelenggu oleh kekuasaan di luar diri mereka sendiri yang pada akhirnya menghambat hasrat mereka yang sangat produktif dan subversif.
“Lagu ini dapat disebut sebagai penolakan atau pemberontakan terhadap Freud tentang Oedipus Complex sekaligus terhadap segala bentuk represi dalam simbol sang “Ayah”. Jadi, secara garis besar, sosok “Ayah” sebagai simbol kekuasaan, sebagai fallogosentrisme, telah menjadi belenggu yang telah menghambat aliran hasrat kita. Dan mereka mencoba membunuh hantu-hantu sang “Ayah” itu melalui dentum kebisingan dan penghancuran simbol-simbol budaya” Tutur Catur memberi penjelasan.
“Proyek kami dalam waktu dekat adalah merilis Split EP (Extended Play) dengan salah satu band Hardcore-Punk asal kota Bandung, Katastrov. Dan single kami, Anti-Oedipus/Bagaimana Kami Tak Lagi Menghasrati Represi, adalah bagian dari proyek ini. Semuanya hampir selesai, sudah mencapai 90%. Tunggu saja informasi lebih lanjut dan rilisan dari kami.” Ucap Catur menutup pembicaraan.
TATIA Band :
Instagram: @theanimalthat555
Bandcamp: https://theanimalthat555.bandcamp.com/releases
Soundcloud: https://soundcloud.com/theanimalthat555
Audionesia : https://audionesia.com/tattia