Connect with us

Album Review

Vague – Footsteps: Eksperimen Hardcore Bising

Diterbitkan

pada

vague-footstepsBeri tepuk tangan meriah kepada Vague atas album Footsteps yang telah dilepas dibawah bendera Sonic Funeral Records beberapa waktu lalu. Vague mencuri perhatian sejak tahun 2011 usai meluncurkan amunisi revolution summer dalam kemasan mini album lewat Yes No Wave Records kala itu. Ketika mereka memberitakan sedang dalam tahapan menggarap debut album, para pecinta emotive hardcore lokal langsung menggeliat tidak sabar dibuatnya. Beberapa hambatan yang mengharuskan jadwal rilis Footsteps melenceng dari yang telah direncanakan sebelumnya, semakin menambah cerita ketika menunggu rilisan milik Vague ini.

Trio Yudhis (vokal, gitar), Januar (drum) dan Geri (bass) awalnya memperdengarkan single perdana berjudul “Inadequate”. Reaksi di sosial media meledak, semua bernostalgia dan bercerita tentang apa saja yang berhubungan dengan kejayaan Dischord Records karena Vague berhasil menarik mundur memori pecinta hardcore khas Washington D.C lewat single tersebut.

Perlu digaris bawahi, ini single pertama. Musik independent lokal langsung demam mengingat-ingat kembali apa itu hardcore, apa itu emo, apa itu emotive hardcore. Banyak yang mengungkapkan bahwa Vague adalah reinkarnasi ciamik dari gabungan Rites Of Spring, Fugazi, sampai Hüsker Dü.

Koordinasi buruk yang dilakukan percetakan kepada label mereka, Sonic Funeral Records, ternyata membawa hikmah kepada pendengar musik Vague. Molornya jadwal rilis album Footsteps membuat Vague harus mengeluarkan single kedua “Dissonance” sebagai penebus rasa bersalah mereka kepada yang telah menanti album tersebut. Nuansa kedua single ini lumayan berbeda. Apabila di “Inadequate” Vague masih setia berjalan di garis-garis faedah emotive hardcore, mereka bermain cukup eksperimental untuk “Dissonance”. Sayatan gitar dan kemahiran Yudhis bermain dengan pedal board adalah kunci.

Akhirnya Footsteps resmi dilepas di penghujung September 2014. Sembilan nomor didalamnya adalah senjata Vague untuk memancing liukan-liukan di pit. Dari segi produksi, Footsteps nampaknya sudah tepat sasaran untuk apa yang diinginkan oleh Vague. Drum sember nan repetitif , bass tebal yang kick-ass, hingga suara gitar raw yang masih manis untuk disimak, menjadi elemen dominan dan apa yang coba dititik-beratkan Vague. Sisi vokal juga nampaknya dengan sengaja di set berwarna marah namun tidak menggurui, Vague sedang berintrospeksi diri dalam sebuah eksperimen. Gairah baru dari dentum hardcore bising.

Satu bagian yang cukup menarik adalah ketika pemutar CD memasuki nomor-nomor pertengahan setlist seperti “A Giant Blur”, “Interlude”, “Unquestioned Answer” serta “Untitled”. Disini pembuktian utama bahwa Vague tidak hanya menggemari musik hardcore dan emo, referensi mereka luas. Cukup luas dan terlalu sayang untuk tidak memasukan elemen-elemen bunyi yang mereka dapatkan (mungkin) seusai mendengarkan band-band atmosferik semacam My Bloody Valentine hingga yang post modern seperti Fucked Up. Namun tetap saja Guy Picciotto adalah panutan utama.

Mengangguk puas setelah Footsteps ditutup oleh “Fade”, rotasinya menggoda, Yudhis menyalak konsen sembari melempar lick gitar genit berenergi untuk memancing kepalan tangan. Nominal rupiah yang dikeluarkan lewat mesin otomatis untuk menebus keping dengan kover absurd ini rasanya tidak sia-sia. Ketika habis, mari repeat lagi dan menghafal lebih dalam agar tidak canggung dan siap untuk pertunjukan live dari Vague.

Berikan Komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *