Connect with us

Articles

Membangun Ikon Kota Melalui Musik (Bagian 1)

Diterbitkan

pada

172 tahun yang lalu atau tepatnya tahun 1842, sebuah orkes symphony besar didirikan di kota New York, orkes tersebut lantas bergerak terus dan saat ini sudah ribuan repertoire dari klasik hingga modern telah mereka mainkan.

Dalam orkes tersebut berkumpul lah para pemain gesek, tiup, perkusi terbaik  berkumpul, mereka tidak saja datang dari kota New York sendiri tapi dari berbagi belahan penjuru dunia mendedikasikan dirinya pada orkes kota tersebut.

Orkes philharmonic ini menjadi kebanggan masyarakat kota tersebut, secara rutin mereka membuat pertunjukan dan selalu memiliki konduktor tetap yang memimpin orkes tersebut. Zubin Mehta adalah salah satu konduktor yang pernah memimpin orkes tersebut dimana pada tahun 1984 beliau serta New York-philharmonic berkunjung ke Indonesia dan mengadakan pertunjukan di balai sidang senayan.

Mahakarya klasik dari komponis dunia seperti Johan Sebastian Bach, Mendelssohn, Telemann, dan komponis modern seperti Benjamin Britten adalah bagian dari yang mereka mainkan, sesuai dengan tema yang telah dirancang oleh board of director serta konduktor yang akan memimpin orkes tersebut.

Selain menjadi kebanggaan masyarakatnya tentu saja orkes tersebut menjadi sebuah ikon budaya bagi kota dan negara Amerika, orkes ini telah menjadi kekuatan nilai tawar bagai keberlangsungan sebuah kebudayaan dimana hal ini terbukti dengan kunjungan mereka ke Indonesia tidak saja memberikan tontonan berkualitas, akan tetapi pelajaran penting dari kunjungan ini merupakan sebuah dialog antar budaya telah terjadi.

New York 172 tahun yang lalu walaupun tidak sama dengan kota Bandung sekarang, akan tetapi pada waktu itu dewan kota atau para pemangku kepentingan merasa perlu untuk membangun kotanya dengan sebuah orkes philharmonic, dimana kemudian orkes tersebut menjadi kebanggan masyarakat kota bahkan negaranya.

Bandung dalam hal ini tentu saja tidak harus latah membangun sebuah orkes philharmonic atau orkes symphony sekalipun, kita punya berbagai hal dalam musik yang bisa menjadi sebuah ikon kota.

Bandung terkenal dengan kelahiran sejumlah musisi yang telah mengharumkan kota bahkan negara tercinta ini. Bandung juga telah melahirkan komponis besar sekelas Mang Koko, Raden Machjar Angga Kusuma, hingga Nano Suratno dan tentu saja sejumlah nama lain yang turut memberikan sumbangan bagi perkembangan musik di Indonesia.

Gamelan bisa menjadi sebuah upaya dalam membangun sebuah kebanggaan dan citra sebuah kota, mencoba menyemangati persoalan yang dikemukakan di atas, mari kita menengok ke belakang, sesungguhnya gamelan sudah mulai dikenal atau bersentuhan dengan bangsa di Eropa, yaitu pada tahun 1889 di Paris pada waktu memperingati 100 tahun revolusi Prancis atau tepatnya l’Exposition Universelle (pameran semesta).

Gamelan Sari Oneng namanya, berasal dari Sukabumi yang begitu mempesona seorang Debusy salah seorang komponis besar di abad 20. Berjam-jam bahkan selama berhari – hari ia memperhatikan dengan penuh takjub kepada perangkat musik bangsa ini. Kemudian, Debusy membuat komposisi berdasarkan pola-pola gamelan bahkan ia berujar bahwa kontrapunk gaya Palestrina yang begitu terkenal tidak ada apa-apanya dibanding dengan gamelan.

Gamelan saat ini memiliki kedudukan yang sangat penting dalam percaturan musik dunia, komponis dunia merasa perlu untuk membuat komposisi untuk gamelan ataupun komposisi yang bercitarasa gamelan. Kota-kota di Eropa dan Amerika yang memiliki perguruan tinggi musik menempatkan gamelan sebagai salah satu instrument yang penting untuk dipelajari.

Saat ini pun, gamelan di Indonesia sudah diupayakan dengan baik eksistensinya, terbukti dengan diselenggarakannya gamelan festival di kota Yogyakarta sejak kurang lebih 15 tahun diadakan secara berkala setiap tahun. Upaya yang baik ini ditiru oleh negara tetangga kita Malaysia yang sejak 4 tahun lalu menyelenggarakan Malaysia Internasional Gamelan Festival bertempat di Kuala Lumpur.

Tahun 2007 Malaysia mempelajari infrakstruktur festival dengan mengunjungi Yogyakarta, dan 3 tahun kemudian mereka telah memiliki festival sendiri dengan dukungan penuh dari pemerintah. Mereka sadar bahwa gamelan bisa menjadi sebuah ikon baru bagi negaranya yang bisa mereka jual dan mengharumkan nama mereka.

oleh Djaelani, Dosen MusiK di FISS UNPAS, Direktur Program Jendela Ide.

Membangun Ikon Kota Melalui Musik (Bagian 2)

2 Komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *