Articles
Mencari Identitas Jazz Indonesia
- Share
- Tweet /srv/users/gigsplayv2/apps/gigsplayv2/public/wp-content/plugins/mvp-social-buttons/mvp-social-buttons.php on line 66
https://gigsplay.com/wp-content/uploads/2013/12/quartetlg.jpg&description=Mencari Identitas Jazz Indonesia', 'pinterestShare', 'width=750,height=350'); return false;" title="Pin This Post">
Kita akan berangkat dan memulai perjalanan ini melalui jazz dan genrenya. Kita mengetahui swing, bebop, mainstream, fusion hingga free jazz yang saat ini merupakan genre yang sangat mapan. Selain itu gaya ini masih dimainkan sebagai wilayah study apabila seseorang akan mempelajari jazz.
Perkembangan musik jazz sendiri sejak tahun 70-an mengalami lonjakan yang cukup dahsyat, tercatat sejak para jazzer Amerika berburu ladang sumber harmoni dan instrumen baru untuk dipadukan dengan gaya jazz yang mereka bawakan saat itu.
Selain itu, India menjadi ladang perburuan musisi seperti Ravi Shankar, atau Subramanivan yang telah mempesona para musisi jazz Amerika, yang memancing untuk membuat semacam perkawinan atau pun sinkretisme ke dalam gaya jazz Amerika.
Pada saat itu, pencampuran ini hanya menyisakan genre ethnic jazz. Hingga saat ini, sejak jazz berkembang pada genre yang paling mutakhir yaitu free jazz, tidak ada lagi muncul genre baru, kecuali gaya lokal masing-masing negara seperti latin jazz yang menjadi kekuatan para jazzer Brazil sehingga menjadi begitu mendunia dan terkenal.
World jazz adalah sebuah tawaran, sebagai sebuah genre baru yang barangkali masih sangat muda. Tetapi kekuatan menawarkan genre baru dengan warna lokal ini sangat terbuka dan banyak sekali peluangnya. Pada gelaran Bandung World Jazz Festival misalnya, terdapat beragam warna lokal dari masing-masing daerah yang muncul memberikan tawaran harmoni baru.
World jazz sebagai tawaran genre boleh jadi masih belum ajeg, akan tetapi jejak tersebut sudah mulai nampak. Genre ini lahir dengan penuh kekuatan dari berbagai sisi musikal.
Dangdut bisa saja lahir dari sebuah ejekan, atau World Music lahir dari ketidaktahuan para pedagang menempatkan jenis musik dari berbagai dunia.
Keroncong adalah sebuah bukti lain bagaimana bangsa ini menumbuhkan serta mengembangkannya dengan pendekatan kebudayaan yang mereka miliki sehingga menjadi identitas yang sangat Indonesia.
Lalu muncul World Jazz dari sebuah kesadaran untuk mengusung semangat yang tidak saja asal berbeda tapi timbulnya kesadaran untuk membangun dialog musikal antar bunyi untuk tidak saling membandingkan dalam sebuah perbedaan.
Asas kesetaraan bunyi menjadi kekuatan dialog dalam bermusik itulah yang terjadi pula pada anak-anak masa depan musik Indonesia, yang memainkan jembe sebuah kendang asal Afrika yang dimainkan dengan artikulasi Kendang Sunda.
Irama atau artikulasi lokal yang kemudian menjadi mendunia adalah latin, dimana kemudian para musisi jazz mengawinkannya dengan harmoni khas jazz.
Dalam latin sendiri, unsur samba yang kaya irama menjadi kekuatan yang sangat komunikatif, maka Latin Jazz menjadi sebuah genre tersendiri dalam percaturan ranah jazz.
Indonesia dengan segudang kekayaan irama dan instrumennya sudah sepatutnya mengusung dan menawarkan jazz yang memang memiliki artikulasi yang sangat Indonesia.
Bisa dengan unsur Jawa, Sunda, Batak dan lain-lain dengan segudang bahan musikalnya bisa menjadi posisi tawar yang paling terdepan dalam sebuah komunikasi budaya.
Hal ini sudah dilakukan oleh Krakatau misalnya, dan virus itu kini sedang dikembangkan oleh para musisi/grup yang tampil di Bandung World Jazz seperti Sono Seni Ansambel, Karinding Collaborative Project, Prabumi, Koko Harsoe & friends, Geliga, Suarasama, Saratus Persen, Simak Dialog, Debu, Karinding Attack dan Saya yakin masih banyak lagi kelompok musik dengan terobosan lain di Indonesia.
Dalam sebuah jamming session misalnya, akan terlahir ratusan komposisi musik baru yang tercipta. Jika semua unsur jazz ini aktif dipadukan dengan unsur tradisional lokal, maka dunia akan menangkap sebuah pesan, bahwa ini merupakan Indonesian Jazz.
Oleh Djaelani, Musikolog.