Linkin Park : FROM ZERO WORLD TOUR 2025 Baca Infonya Disini×
Connect with us

Articles

Perkembangan Komunitas & Gerakan Musik di Kota-Kota Indonesia (Part 1)

Diterbitkan

pada

Saya teringat dengan poster yang ditempel teman Saya tepat di depan pintu kamarnya, poster berupa quotes dari Plato, “this city is what it is because our citizens are what they are” dan melempar pikiran Saya ke lingkungan kota Saya sendiri.

Kota di mana Saya tinggal, beraktivitas, bekerja, berkarya, menumpahkan segala ide, mencari uang untuk melanjutkan hidup, bertukar pikiran dengan komunitas, melakukan pergerakan-pergerakan bersama, membentuk project keindahan kota dan masih banyak lainnya.

Bill Gates pernah bilang “until we’re educating every kid in a fantastic way, until every inner city is cleaned up, there is no shortage of things to do”.

Jadi selalu ada sosok yang (memang) menjadi salah satu penggerak, yang mengembangkan, membangun, menggeliatkan gairah anak muda atau komunitas di setiap kotanya.

Kita mungkin tidak perlu bertanya-tanya tentang kota besar ‘pertama’ seperti Jakarta, Bandung, atau Jogjakarta. Dari segi industri kreatif mereka mempunya pondasi dan permukaan yang sudah punya pola bagus.

Saya berbincang dengan teman-teman di kota besar ‘kedua’ mengenai keberhasilan mereka untuk menjadi kota ‘alternatif’ untuk komunitas siapapun dan di kota manapun.

Di mana mereka mampu menjadi jembatan dan link lebih luas bagi kota-kota lain. Kita ambil contoh, sekarang band-band yang memiliki kapasitas di arena sidestream tidak perlu maen atau konser di kota-kota itu aja, kita sudah bisa melihat mereka memiliki fanbase dan regular event di kota-kota selain Bandung, Jakarta atau Jogja atau Bali lah.

Komunitas-komunitas unik dari berbagai bidang juga sudah tidak hanya dimiliki oleh “The Three Capital City”. Perjuangan menuju kota ‘alternatif’ itu tidak mudah, dan bukan kah ini sebuah keistimewaan ketika kota-kota lain memiliki geliat dan gairah yang sama untuk terus berkarya dengan bidang yang mereka gemari, tidak perlu luluh dengan industri yang bosan.

Industri kreatif masih menarik, bahkan lebih menarik di kota-kota besar ‘kedua’ dan Saya yakin suatu hari nanti, kota-kota lain akan menjadi kota-kota besar selanjutnya.

Untuk itu, Saya tertarik untuk berbincang dengan teman-teman di beberapa kota di Indonesia, dan menanyakan bagaimana perkembangan komunitasnya, aktivitasnya dan juga kendalanya.

Simak perbincangannya di bawah ini.

 

Pekanbaru – Adegreden aka Antirender: “Tanpa atau ada pemerintah pun kita tetap jalan”

Aktif di Rumah Budaya Siku Keluang – New Media Artist of Lifepatch

adegreden

Adegreden

 

Bagaimana kondisi dan situasi komunitas-komunitas di sana?

Komunitas-komunitas di Pekanbaru sangatlah ‘Hakiki’ dan ‘Darussalam’, banyak kegiatan-kegiatan yang digagas oleh komunitas-komunitas yang mulai berkembang. Secara garis besar menurut data dalam 1 tahun belakangan ini ada pertambahan komunitas sebanyak 50%.

Apa yang membuat kalian memilih untuk tinggal di kota kelahiran dan mengembangkan kota kalian dengan cara sendiri, sementara orang-orang ada yang memilih bekerja di ibukota

Sudah pernah sebelumnya bekerja di ibukota, tetapi karena kesempatan untuk bisa mengembangkan seni dan budaya daerah sendiri lebih besar, terlebih lagi Riau secara geografis sangat dekat dengan gerbang internasional, Saya pikir ini menjadi suatu kelebihan dan potensi yang dapat dikembangkan lebih di kota ini 🙂

Bagaimana cara kalian survive dengan terus menciptakan regular event

Menggila dan ‘nakal’!! Dalam kata lain kreatif dan terus menciptakan kemungkinan-kemungkinan yang ada, kita bekerjasama dengan komunitas-komunitas lainnya, bisa dibilang partner…setiap acara/event yang dibuat selalu merangkul komunitas-komunitas lainnya juga, jadi semua merasa memiliki.

Apa yang ingin kalian share untuk temen-temen selama ‘bekerja’ di komunitas

Waktu itu dengan teman-teman Sindikat Cuciotak dan Rumah Budaya Siku Keluang bikin acara DOWNLOAD// dan UPLOAD//, kita mendatangkan media artists Andreas Siagian [ Bogor ] dan Therese Schuleit [ Germany ] ternyata pada event UPLOAD// Eksperimental Audio-Visual di Sekolah Tinggi Seni Riau kita bisa menggabungkan kesenian tradisi dengan sound noise dari peserta workshop berbagai komunitas, semangat dari kawan-kawan untuk berkembang bersama-sama sangat besar di Pekanbaru ini 🙂

Bagaimana dukungan pemerintah terhadap proses perkembangan komunitas di kota kalian

Ah, sudahlah..sudah jadi rahasia umum..tanpa atau ada pemerintah pun kita tetap jalan….lakukan dahulu..entar juga kalo udah ada hasilnya baru deh doi yang nyari-nyari..hehehe

Apa yang kalian harapkan/target tentang kota kalian

Menjadi kota yang ‘Hakiki’ dan ‘Kota Kreatif Darussalam’ bagian barat Indonesia!!

 

Surabaya – Alek Kowalski: “Walaupun pekerjaan ini mungkin tidak bisa membuat gw jadi biilionaire, tapi jelas bekerja di bidang yang kita cintai adalah keberuntungan yang tidak bisa dinilai dengan apapun”

Soledad and The Sisters Company – owner Other Rag Enterprise / ORE Store – operational manager

1476468_793840150633291_1896179453_n

Alek Kowalski

Bagaimana kondisi dan situasi komunitas-komunitas di kota kalian?

Setelah sempat mengalami kebuntuan circa 2008, belakangan ini sudah nampak ada titik terang. Beberapa teman-teman dari komunitas musik, budaya dan akademisi mulai aktif lagi dan sedang bergerak, cepatnya alur informasi melalui social media juga sangat membantu.

Apa yang membuat kalian memilih untuk tetap tinggal di kota kelahiran dan mengembangkan kota kalian dengan cara kalian sendiri, sementara orang-orang ada yang memilih bekerja di ibukota.

Apa yaa, sepertinya seperti punya hutang ya Kuy…dan cukup setuju dengan istilah “you better finish what you’ve started” dan sangat mungkin I really love this city so much 🙂 (sejak gw memulai movement ini bersama teman – teman 13 tahun yang lalu). Lagipula ibukota sepertinya sudah cukup tua dan penuh sesak ya.

Bagaimana cara kalian survive dengan terus menciptakan regular event

Beruntungnya, gw hidup di industri yang mendukung gw untuk selalu bisa bikin event-event yang baik secara langsung maupun engga bisa ngedukung scene/komunitas juga.

Apa yang ingin kalian share untuk temen-temen selama ‘bekerja’ bersama komunitas di kota kalian

Walaupun pekerjaan ini mungkin tidak bisa membuat gw jadi biilionaire, tapi jelas bekerja di bidang yang kita cintai adalah keberuntungan yang tidak bisa dinilai dengan apapun, biarpun yang dijalani susah payah dan penuh perjuangan asal kita seneng dalam menjalaninya gw rasa hal-hal yang tadi nggak akan jadi masalah utama.

Bikin acara mulai dari musik, workshop, atau talkshow dari yang dateng cuman 10 orang sampai ribuan orang gw udah pernah alami, dan gw selalu siap untuk mengulang proses itu..sampai kapanpun, sampai Surabaya bisa betul – betul menunjukkan potensinya, tidak saja bisa dikenal sebagai kota industri tapi Surabaya juga bisa jadi salah satu basis creative industri di negara ini.

Bagaimana dukungan pemerintah terhadap proses perkembangan komunitas di kota kalian.

Hahaha…sampai dengan saat ini belum ada tuh wujud kongkritnya, hanya mentok di rapat dan undangan makan – makan.

Apa yang kalian harapkan/target tentang kota kalian

Untuk ke depannya semoga kota Surabaya tercinta ini bisa semakin menunjukkan eksistensinya, terutama buat anak-anak mudanya. Surabaya punya cukup banyak potensi yang tidak semua orang bisa liat dan harapan gw semoga dalam waktu dekat satu demi satu potensi itu bisa terlihat sehingga pendapat orang mengenai kota Surabaya sedikit demi sedikit bisa mulai berubah (ngga melulu Dolly yang dibahas Kuy hahahaha…).

 

Bogor – Gilang Nugraha: “secara kualitas SDM kami tidak kalah dengan kota lain hanya akses dan fasilitas yang membatasi kami”

Creative Director of Idealoka Mediatama – Program Manager of Open Platform Project – Hujan! Radio – Hujan Rekords!

Gilang_Nugraha

Gilang Nugraha

 

Bagaimana kondisi dan situasi komunitas-komunitas di kota kalian?

Kondisi serta situasi komunitas-komunitas di Bogor saat ini berkembang cukup pesat, di skena musik dari segi kuantitas makin banyak band baru yang bermunculan, ini merupakan pertanda bagus karena proses suksesi dan regenerasi di skena berjalan.

Bahkan saat ini banyak juga band-band lama yang kembali bangkit dan menyiapkan materi, seru, karena jujur Saya juga sangat menunggu wajah-wajah lama di Bogor untuk kembali dan meramaikan.

Pokoknya saat ini skena musik Bogor sangat ramai tapi belum variatif, suguhannya masih banyak yang generik, hehehe. Dan yang perlu diingat adalah beberapa teman sedang mengkonsep dan menyiapkan suguhan yang Saya rasa belum pernah dilakukan sebelumnya di Bogor, tunggu saja, hehe.

Sedangkan komunitas-komunitas lain seperti street art juga saat ini sedang bergeliat kembali, para street artists di Bogor kini mulai meramaikan “kanvas2” perkotaan dengan karya mereka.

Walaupun belum begitu menyatu, tapi komunikasi antar komunitas-komunitas di Bogor cukup baik, banyak interaksi yang pada akhirnya bisa menghasilkan sebuah inovasi untuk kemajuan Bogor sendiri.

Yang kurang dari Bogor hanyalah sedikitnya media yang memberikan perhatian kepada kota yang diapit oleh dua raksasa ini, hehe. Padahal secara kualitas SDM kami tidak kalah dengan kota lain hanya akses dan fasilitas yang membatasi kami.

Apa yang membuat kalian memilih untuk tetap tinggal di kota kelahiran dan mengembangkan dengan cara kalian sendiri, sementara orang-orang ada yang memilih bekerja di ibukota.

Sebenarnya sih kenapa Saya memilih untuk tetap tinggal di Bogor adalah karena Saya memang tidak bisa tinggal jauh dari rumah, walaupun sempat bekerja di luar Bogor tapi toh pada akhirnya Saya memilih untuk tetap tinggal di Bogor.

Bahkan tak lama Saya keluar dari tempat kerja karena jujur saja ketika berada di tempat kerja justru Saya malah memiikirkan “kira-kira bikin apa lagi ya” haha, dan multitasking antara pekerjaan kantor dan kegiatan lain yang Saya lakukan juga tidak berjalan mulus, tak lama Saya malah resign dan memilih untuk membentuk creative house sendiri bersama teman karena selain bisa mendapatkan uang tentunya waktu Saya juga tidak terikat dan masih bisa mengerjakan hal lain, karena kebetulan tim agensi Saya juga berisikan teman-teman yang aktif di Kamar Hujan.

Bagaimana cara kalian survive dengan terus menciptakan regular event

Untuk Regular Event saat ini Saya mengaplikasikannya walaupun konsep dan rencana sudah ada, karena saat ini Saya hanya aktif dengan menginisiasi dua buah “program” yang satu Hujan! Radio sebuah online radio berbasiskan portal berita yang membahas musik-musik sidestream atau ehem “indie”.

Satu lagi adalah Netlabel bernama Hujan! Rekords dengan tujuan mengakomodir talenta-talenta yang memiliki kendala finansial untuk merilis karyanya dalam bentuk fisik dan memberikan alternatif penyelesaian melalui jalur net-release secara gratis melalui format digital audio di bawah lisensi Creative Common License.

Dalam menjalankan label ini kami tidak mengincar keuntungan dari segi materi karena label ini dibuat pada dasarnya atas kecintaan kami terhadap musik dan misi untuk memperkenalkan hasil karya band atau musisi yang berpotensi kepada masyarakat luas juga sebagai bentuk nyata dari aksi free culture.

Saat ini operasional dari dua “program” tersebut masih dilakukan dengan subsidi silang, Saya dan teman-teman menyisihkan sebagian penghasilan yang kami dapat untuk menghidupi dua “program” tersebut.

Apa yang ingin kalian share untuk temen temen selama ‘bekerja’ bersama komunitas di kota kalian

Saya bersama tim Hujan! Radio dan Hujan! Rekords sering bekerja sama dengan teman-teman dari berbagai komunitas dan latar belakang, banyak hal yang unik dan seru dan tidak sedikit juga kejadian-kejadian buruk yang menimpa Saya dan teman-teman, salah satunya ketika kami sedang menyiapkan event diskusi, movie screening, dan workshop bertajuk “Curah_Hujan”.

Saat itu tim kami hanya berjumlah 6 orang dan gelarannya dilakukan dua hari pada minggu yang berbeda, walaupun dari jauh-jauh hari kami sudah merancang alur kerja sesuai dengan tanggung jawab masing-masing, toh pada H-1 kami memiliki banyak kendala karena selain menjadi penggelar event kami juga menjadi pembicara, seperti pada gelaran kedua ternyata mobil untuk mengangkut sound tidak bisa dipakai dan terpaksa kami harus menyewa truk yang biasa mengangkut sayuran ke pasar :)).

Selain itu juga pada hari H kami satu sama lain tidak bertegur sapa dan melihat muka, saat itu tensi di antara kami sangat tinggi, dan bisa meledak kapan saja. Toh pada menit-menit akhir gelaran akhirnya kami saling luluh satu sama lain, ahhaha.

Beberapa teman-teman dari komunitas lain pun ikut hadir dan meramaikan event tersebut. Saat ini Saya dan teman-teman juga sedang mengembangkan sebuah konsep besar yang membawahi Hujan! Radio dan Hujan! Rekords yang kami beri nama Kamar Hujan, Kamar Hujan adalah sebuah ruang yang mempertemukan beragam individu, komunitas, dan organisasi, dalam satu wadah yang diharapkan dapat berkembang menjadi berbagai bentuk kerjasama dan kolaborasi.

Sebuah platform terbuka lintas disiplin keilmuan, seni, budaya, dan sosial masyarakat. Saat ini telah berjalan, walaupun belum begitu terlihat langkah selanjutnya setelah ini, kami tetap merancang beberapa program yang mudah-mudahan dapat segera berjalan tahun ini.

Bagaimana dukungan pemerintah terhadap proses perkembangan komunitas di kota kalian

Pemerintah sama saja, tidak ada perhatian, jika kita mengharapkan perhatian pemerintah mungkin baru tahun 3080 kita merasakannya, hahaha.

Mereka seakan menutup mata dengan kegiatan postif dan hasil kreasi anak-anak muda di Bogor, minim dukungan, dan kami sudah terbiasa. Jika tiba-tiba ada dukungan justru harus dicurigai, jangan-jangan ada maksud dan agenda tertentu dari dukungan tersebut.

Apa yang kalian harapkan/target tentang kota kalian

Saya hanya berharap Bogor dapat lebih terbuka dan tidak cenderung menutup diri dengan hal-hal baru yang walaupun tidak berhubungan dengan apa yang kita lakukan tapi sedikit banyak akan berpengaruh terhadap hal yang kita kerjakan di kemudian hari, apapun latar belakang dan disiplin ilmu yang yang kita geluti. Mengutip sebuah quote dari John Cage “I can’t understand why people are frightened of new ideas. I’m frightened of the old ones”.

 

Samarinda – Yudhistira Pramana: “Kota kelahiran kami selalu menjadi tempat yang paling nyaman buat kami, secara bahasa dan kulturnya juga mendukung itu”

Founder Abodmu Webzine – East Borneo Radio

Yudhistira Pramana

Yudhistira Pramana

 

Bagaimana kondisi dan situasi komunitas-komunitas di kota kalian?

Sama seperti kota-kota besar lainnya, di beberapa kota, Kalimantan Timur juga sangat berkembang sekali, selalu saja ada komunitas baru bermunculan. Secara mandiri pun masing-masing komunitas juga sering membuat wadah sendiri untuk mereka nunjukkin karya-karyanya.

Apa yang membuat kalian memilih untuk tetap tinggal di kota kelahiran dan mengembangkan dengan cara kalian sendiri, sementara orang-orang ada yang memilih bekerja di ibukota.

Kota kelahiran kami selalu menjadi tempat yang paling nyaman buat kami, secara bahasa dan kulturnya juga mendukung itu. Refrensi dari kota lain juga bisa kami serap dari media apa saja kemudian dikembangkan lagi, jadi lebih meramaikan yang belum ramai, dan lebih termotivasi untuk memperkenalkan potensi-potensi berbakatnya ke luar.

Bagaimana cara kalian survive dengan terus menciptakan regular event.

Selalu bertukar informasi, selalu support dengan komunitas-komunitas lainnya dari hal apapun yang sekiranya saling membawa keuntungan. Terus menjaga komunikasi aja biar saling mendukung ke semua lini komunitasnya.

Apa yang ingin di-share untuk temen-temen selama ‘bekerja’ bersama komunitas di kota kalian.

Pengalaman menarik sih waktu bekerja sama dengan Heyradio! Podcast Samarinda, dan teman-teman kreatif Balikpapan yang bernama Pinamoosh. Dari segi event produksi dan konsep mereka sangat luar biasa dan tugas kami adalah untuk mem-publish mereka ke media-media luar. Dan dari situ, pembaca kami tau kalau di Kalimantan Timur, untuk industri kreatifnya juga bisa diandalkan.

Bagaimana dukungan pemerintah terhadap proses perkembangan komunitas di kota kalian.

Kalau dukungan pemerintah sepertinya belum terlalu signifikan, mungkin karena kita juga tidak ingin melibatkannya terlalu jauh. Tidak ingin berharap lebih, selagi masih bisa jalan, hajar terus 🙂

Apa yang kalian harapkan/target tentang kota kalian.

Sederhana, gairah industri kreatif di Kalimantan Timur juga bias meramaikan apa yang sudah terbentuk sudah lama, jadi tidak melulu sebagai alternatif, tapi bisa menjadi bagian yang utama. Mungkin festival musik berskala nasional juga. Semesta bilang Amin. 🙂

 

Palembang- Farid Amriansyah a.k.a Riann Pelor: “The scene here is growing rapidly, untuk bisa berkontribusi dan terlibat di dalamnya adalah labour of love yang menyenangkan”

Music Journalist – Freelance Writer – Host Music Event – Producer- Announcer Radio Momea FM Palembang – member of ((AUMAN)).

Riann

Riann Pelor

 

Bagaimana kondisi dan situasi komunitas-komunitas di kota kalian?

Berbicara mengenai komunitas musik Palembang mungkin tak pernah terlalu menonjol dibanding dengan kota lain di Sumatera seperti Medan dan Lampung yang skena musiknya berkembang terlebih dahulu.

Walau nama band lawas seperti Golden Wings dan Metalator yang cukup dikenal pada zamannya. Skena metal, hardcore, punk dan musik alternatif lainnya mulai menggeliat di pertengahan 1990-an yang dengan segala keterbatasannya memberikan pondasi; walau kemudian band-band pionir yang “burnout” dengan peninggalan dokumentasi yang terbatas.

Tapi akselerasi di level lokal intensitasnya mulai meningkat sejak tahun 2000-an, hal yang paling teringat adalah street gig dengan genset di area Gedung DPRD yang mungkin tak pernah ada di kota lain hahaha.

Dan, sekarang malah melaju deras dengan band yang semakin berani merilis materinya dan gigs yang diorganisir secara kolektif. Dan yang pasti semakin bermunculan aksi generasi baru yang cukup potensial.

Apa yang membuat kalian memilih untuk tetap di kota kelahiran dan mengembangkan dengan cara kalian sendiri, sementara orang-orang ada yang memilih bekerja di ibukota?

Sebagai seorang anak tentara Saya tumbuh besar di semerata Nusantara. Saya tak lahir di Palembang tapi di Serang (Banten) hahaha tapi Palembang adalah tanah darah dari Ayah di mana kemudian Saya menghabiskan masa SMA dan keluarga inti Saya menetap di sana sampai Ayah pensiun.

Di tahun 1996 di Palembang Saya bersama teman SMA Saya terlibat dengan band punk bernama Peniti (punk banget ngga sih namanya hahaha) hingga lulus SMA 1998 untuk melanjutkan perkuliahan hingga bekerja dan juga bermusik di ibukota dengan beberapa band hingga Dagger Stab.

Sebagai anak Sumatera tradisi merantau membuka jendela pemahaman baru. Tiap pulang ke Palembang Saya selalu membawa kaset, CD, fanzine, newsletter dan macam-macam untuk kawan-kawan.

Jadi yang perlu diberi penghormatan adalah kawan-kawan di Palembang yang tetap menjaga semangatnya terus hidup dan juga membangun jejaring hingga skena di sini bisa berkembang seperti sekarang.

Kepulangan ke Palembang untuk pindah domisili pada tahun 2010 karena beragam hal yang merupakan intens kembali terlibat di skena lokal dengan sedikit apa yang Saya dapat dan pelajari di Ibukota.

Skena dan segala tetek bengeknya adalah passion yang membuat Saya merasa hidup. The scene here is growing rapidly, untuk bisa berkontribusi dan terlibat di dalamnya adalah labour of love yang menyenangkan.

Sangat menyenangkan hingga ikut meramaikannya dengan terlibat di band bernama ((AUMAN)). Dan yang pasti I’m doing it for the kids not for the scene, terutama generasi baru bahwa apa yang mereka lakukan berarti.

Bisa membuka mata bahwa semua bisa diraih asal mau berkeras dan berusaha dengan passion & fun. Kenapa? Karena mereka adalah motor penggerak dari apa yang kemudian disebut sebagai skena. If they have faith in it, it will keep the scene alive, Semper fidelis!

Bagaimana cara kalian survive dengan terus menciptakan regular event?

Senjata utamanya adalah kekuatan purba nan dinamis dari etos Do It Yourself dengan ragam bentuknya yang memberikan nyawa dan kekuatan untuk terus bergerak dan bertahan.

Mengorganisir gig mandiri dan beragam kegiatan yang tak hanya berbasis musik seperti eksibisi fotografi, workshop, film, artwork, zine, extreme sports dan lain-lain; hingga bahkan melahirkan semangat wirausaha dengan distro, skateshop dan merchandiser lokal yang jelas mendorong beragam aspek yang mendukung gulir perkembangan skena di Palembang secara aktif dan kreatif.

Masih jauh bila dibandingkan kota seperti Jakarta atau Bandung, tapi apa yang dilakukan disini juga bukan untuk dipertanding bandingkan bukan? Hahahaha..

Apa yang ingin di-share untuk temen-temen selama ‘bekerja’ bersama komunitas di kota kalian?

Setiap daerah pasti punya problematika dan karakter yang membentuk keunikannya masing-masing. Untuk di Palembang Saya tidaklah menjadi semacam garda penjaga tapi lebih memberikan apa yang bisa Saya kontribusikan secara knowledge maupun praktis; seperti terlibat memproduseri band, bergerilya dengan band Saya ((AUMAN)), sebagai jurnalis musik, announcer/producer di radio lokal dan beragam aktivitas berbasis skena lainnya.

Jakarta bisa dibilang Kawah Candradimuka Saya dengan segala dinamika dan ke-fukked up-annya hahaha dengan itu masalah utamanya mungkin menyesuaikan ritme Saya yang kadang “super ngebut” dan menyeleraskan pemahaman akan beragam aspek yang luas sebagai usaha dan cara menembus batasan lokalitas.

Yah itu bagian dari prosesnya daripada instan tapi gelagapan. Selain itu mungkin karakter orang Palembang yang keras hingga teman-teman di sini harus keras memutar otak karena gigs yang kerap diwarnai kekerasan, well its way hotter down South baby.

Walau mentalitas yang kerap mewarnai acara dengan kekerasan haruslah dilunturkan sebelum menjadi bumerang yang akan menjadi penghambat kemajuan skena di Palembang.

Bagaimana dukungan pemerintah terhadap proses perkembangan komunitas di kota kalian..?

Well, berbicara soal dukungan pemerintah dan korporat bisa dibilang masihlah minim. Tapi di luar komunitas, gelaran acara di kampus dan sekolah cukup memberi ruang bagi band untuk menyentuh publik yang lebih luas.

Dari segi keyakinan korporat untuk mendukung event konseptual musik alternatif lokal skala besar mungkin masih harus dipupuk. Terlepas dari itu paling tidak masih ada beberapa media lokal seperti televisi dan radio yang memberikan ruang apreasiasi untuk musik rilisan band lokal, plus media alternatif yang dijalankan secara mandiri.

Apa yang kalian harapkan/target tentang kota kalian?

Wahh Saya bukan orang yang bisa menetapkan targetnya semacam itu seperti para calon ketika pilkada hahaha karena Saya pikir apa yang ada sekarang adalah hasil kerja keras banyak pihak yang berkeras dan mau berusaha untuk membangun skena musik di Palembang dengan passion yang luar biasa.

Tapi mungkin jawaban yang paling realistis adalah agar bisa menajamkan taji dari semua yang terlibat di belakang layar hingga musisinya untuk berani mengeksplorasi kreasi dan mengekposnya dengan baik, and having fun while doing it. Jalan panjang proses untuk bisa menembus barikade lokalitas dan menunjukkan bahwa Palembang bukan dikenal hanya karena Pempeknya.

Berikan Komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *