Articles
Record Store Day: Sejarah Dan Alasan Di Balik Perayaannya

- Share
- Tweet /srv/users/gigsplayv2/apps/gigsplayv2/public/wp-content/plugins/mvp-social-buttons/mvp-social-buttons.php on line 66
https://gigsplay.com/wp-content/uploads/2025/04/Record-Store-Day.jpg&description=Record Store Day: Sejarah Dan Alasan Di Balik Perayaannya', 'pinterestShare', 'width=750,height=350'); return false;" title="Pin This Post">
Record Store Day (RSD) adalah perayaan tahunan yang didedikasikan untuk menghormati dan mendukung toko musik independen di seluruh dunia. Sejak pertama kali diadakan pada tahun 2008, RSD telah menjadi fenomena global yang merayakan budaya musik fisik, khususnya format vinyl, serta memperkuat komunitas pecinta musik lokal.
Gagasan Record Store Day pertama kali muncul pada tahun 2007 dalam sebuah pertemuan pemilik dan karyawan toko musik independen di Baltimore, Maryland, Amerika Serikat. Tujuannya adalah untuk menciptakan hari khusus yang merayakan peran toko musik independen sebagai pusat budaya lokal dan tempat berkumpulnya komunitas musik. Konsep ini terinspirasi oleh “Free Comic Book Day”, suatu acara serupa di industri komik yang telah sukses menarik pengunjung ke toko-toko buku komik independen.
Perayaan pertama Record Store Day berlangsung pada 19 April 2008 di Rasputin Music, California, dengan band Metallica sebagai penampil utama. Sekitar 300 toko musik di AS berpartisipasi dalam acara perdana ini, dan respons positif dari publik membuat acara ini cepat menyebar secara internasional.

Rasputin Music, tempat berlangsungnya Record Store Day Pertama (© BrokenSphere / Wikimedia Commons)
Dalam waktu singkat, RSD menjadi agenda tahunan di ribuan toko musik independen di berbagai negara seperti Inggris, Kanada, Jepang, Australia, dan juga Indonesia. Antusiasme terhadap acara ini pun terus meningkat dari tahun ke tahun.
Record Store Day diciptakan sebagai bentuk respons terhadap berbagai tantangan yang dihadapi toko musik independen. Di tengah maraknya digitalisasi industri musik dan turunnya penjualan format fisik seperti CD dan kaset, toko musik kecil mengalami tekanan besar, baik secara finansial maupun kultural.
Tujuan utama Record Store Day adalah meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya eksistensi toko musik independen dalam menjaga keragaman dan kekayaan budaya musik.
Selain itu, RSD juga berfungsi untuk mendorong penjualan format fisik melalui perilisan eksklusif dan terbatas yang hanya tersedia di toko musik tertentu pada hari itu. Hal ini mendorong penggemar musik untuk datang langsung ke toko, sekaligus membangun ikatan antara musisi, toko, dan komunitas pendukungnya.
Daya tarik utama Record Store Day adalah rilisan-rilisan eksklusif dari artis lokal maupun internasional. Banyak musisi besar yang ikut berpartisipasi dengan merilis edisi khusus, album live, demo, atau versi langka dari album mereka. Fenomena ini tidak hanya membangkitkan kembali minat terhadap vinyl dan format fisik lainnya, tetapi juga menciptakan momen istimewa bagi para kolektor dan penggemar.
Seiring waktu, Record Store Day berkembang menjadi lebih dari sekadar promosi penjualan. Ia menjadi gerakan budaya yang mengedepankan nilai-nilai seperti keunikan, komunitas, dan pengalaman mendalam dalam menikmati musik. Tidak sedikit toko musik yang mengadakan pertunjukan langsung, sesi tanda tangan, diskusi musik, hingga kegiatan kolaboratif bersama pelaku industri kreatif lokal.
Perkembangan Record Store Day cukup pesat. Pada 2009, lebih dari 1.000 toko dari berbagai belahan dunia ikut ambil bagian, dengan puluhan rilisan khusus yang dirilis secara eksklusif.
Tahun berikutnya, RSD meluncurkan edisi khusus “Black Friday” setiap bulan November, sehingga memperluas cakupan acara menjadi dua kali dalam setahun. Pada 2013, Record Store Day dikreditkan sebagai salah satu faktor yang membantu peningkatan penjualan album fisik tertinggi sejak 1991, menurut laporan Billboard.
Ketika pandemi COVID-19 melanda pada tahun 2020, penyelenggara RSD tidak membatalkan acara, melainkan menyesuaikannya dengan format baru bernama “RSD Drops”, di mana perilisan eksklusif dibagi dalam beberapa tanggal berbeda guna menghindari kerumunan dan tetap menjaga keselamatan publik. Strategi ini menunjukkan fleksibilitas dan ketahanan acara di tengah kondisi krisis global.
Di Indonesia, Record Store Day mendapat sambutan hangat dari pelaku dan penikmat musik. Sejumlah kota seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, hingga Makassar rutin mengadakan perayaan RSD dengan pendekatan kreatif dan lokal. Selain bazar rilisan fisik, banyak acara yang melibatkan musisi lokal, pemilik label rekaman independen, kolektor, dan komunitas pencinta musik lainnya.
RSD menjadi ruang pertemuan penting bagi semua elemen ekosistem musik untuk saling mendukung dan merayakan kecintaan mereka terhadap musik. Ia juga menunjukkan bahwa di tengah era streaming dan distribusi digital, ada segmen yang tetap menghargai pengalaman mendengarkan musik secara fisik, menyentuh sampul album, membalik sisi piringan hitam, dan menikmati liner notes dengan penuh perhatian.
Record Store Day tidak hanya berisi diskon atau rilis eksklusif; ini adalah perayaan budaya musik, komunitas, dan keberlanjutan toko musik independen. Dengan menggabungkan elemen nostalgia, interaksi sosial, dan apresiasi terhadap format fisik, RSD menciptakan momentum positif yang terus berkembang.
Bagi para pecinta musik, ini adalah momen langka untuk menemukan rilisan-rilisan istimewa, berinteraksi langsung dengan artis favorit, serta mendukung toko musik lokal yang menjadi jantung dari dunia musik alternatif dan independen.