Linkin Park : FROM ZERO WORLD TOUR 2025 Baca Infonya Disini×
Connect with us

Interviews

Richard Mutter: “Feel Saya Nggak 100 Persen Sama Seperti Dulu”

Diterbitkan

pada

Di era awal kemunculannya, PAS band merambah berbagai panggung dengan posisi drummer yang diduduki oleh Richard Christian Franklin Mutter. Berbekal debut EP “Four Through The Sap” (1993), PAS menyebarkan musiknya di bawah kibaran bendera indie label. Kemudian melalui label Aquarius Musikindo, berturut-turut “In (No) Sensation” (1995), “IndieViduality” (1997), dan “Psycho I.D” (1998) dilahirkan hingga akhirnya Richard memutuskan untuk tidak menjadi bagian dari PAS band lagi.

Namun hal itu bukan berarti relasinya dengan band asal Bandung tersebut jadi lepas begitu saja. Mereka pun kerap menyempatkan untuk bermain bersama di beberapa acara. Sambutan hangat juga  tak pelak mengganjar setiap penampilan mereka. Ditemui usai penampilannya di Bandung Berisik 2012 pada Sabtu (19/5) lalu, Richard berbincang sejenak tentang episode reuninya bersama PAS band kali ini.

Untuk bermain kembali di tubuh PAS band dalam format reuni, ini sudah kali ke berapa?

Untuk format reuni, ini sudah kali yang ketiga atau keempat. Dulu juga pernah di event Java Rockin’ Land, Jakarta Rock Parade.  Beberapa kali pernah main acara Rolling Stone dan tampil dengan double drum bareng Sandy (drummer PAS band sekarang, red.). Sebenarnya ada juga beberapa moment dimana Sandy berhalangan hadir karena ada kontrak dengan pihak lain untuk klinik drum. Nah saat itulah saya yang jadi replacement drummer untuk PAS.

Baru di Bandung Berisik kali ini, kami bawakan lagu-lagu yang diambil dari 4 album pertama. Saat jadi replacement drummer, biasanya saya bawakan “Jengah”, “Kesepian Kita”, dll. Awalnya sih anak-anak PAS yang bilang, ‘Udah lu bawain aja dari 4 album pertama yang lu main”. Saya sempat bertanya-tanya aja, ‘Yakin nggak nih? Beneran?’ Maksudnya kan ya bisa dibilang lah passer (fans PAS band) itu ada dua: sebelum dan sesudah zaman “Kesepian Kita”. Dan keduanya itu berbeda. Saat zaman saya mungkin kebanyakan cowok. Dari 100 cowok hanya 2 lah yang cewek. Semacam minoritas gitu. Tapi ketika muncul “Kesepian Kita”, stratanya memang naik dan melebar. Disini presentase wanitanya mulai banyak

Apa sih kendala saat harus bawa lagi lagu-lagu lama PAS di Bandung Berisik?

Menghafal! (tertawa). Walaupun sering main dengan PAS sebagai replacement drummer, tapi kan ini lagu baru ya. Kalau lagu lama kayak “Dogma” dan “Impresi” yang selalu dibawakan juga oleh Sandy sih jadi nggak masalah. Kalau ini kan benar-benar back to catalogue. Dalam artian saya pribadi, menghafal sih bisa, tapi untuk dapat feel-nya lagi nggak bisa 100 persen sama seperti dulu. Pernah mikir juga, ‘Dulu gue bawain lagu “Poisoned Garden” kayaknya nggak masalah deh’, ‘Kok gue dulu mainnya bisa kayak gitu ya’. Semacam itu. Entah mungkin karena usia? (tertawa). Tapi akhirnya sih dibawa fun aja. Apalagi dalam Bandung Berisik ini, kami memang benar-benar diminta untuk back to catalogue.

Ada persiapan khusus nggak sebelum tampil?

Persiapan khusus sih paling cuma latihan, menghafal, dan bikin songlist dengan materi lagu-lagu yang dulu. Nah yang kami bawakan di Bandung Berisik ini yang memang intens. Nggak sekeras grindcore, hardcore, tapi intens. Maksudnya sih punya temponya yang cukup tepat. Beberapa track juga banyak doubel pedal, jadi mau nggak mau saya juga harus ada persiapan fisik. Akhirnya sih didoping pakai vitamin (tertawa).

Untuk ke depan nanti, ada rencana mau bikin proyek apa?

Kebetulan untuk album kesepuluh yang akan beredar nanti, PAS ngajak saya untuk isi beberapa track. Kami bikin format double drum, ingin cari suatu gimmick dan karakter yang unik lagi. Akhirnya setuju dan dari sini jadi banyak acara juga yang bikin kami main dalam format reuni atau double drum.

Saya juga megang posisi drummer di band Getah dan sekarang lagi masuk studio. Kebetulan personelnya anak kantoran semua dan sedikit susah menyamakan waktu untuk match. Misalnya ada yang tugas, pergi keluar kota, dll, tapi kami tetap usahakan. Di luar itu, saya juga suka bikin ilustrasi atau video jockey. Kalau tadi diperhatikan di awal penampilan PAS, kan ada video opening. Nah itu saya bikin sendiri. (tersenyum)

Getah itu band para working class dong ya?

Nah iya bener! Bisa dibilang kayak gitu. Mungkin ini karena untuk saya pribadi dan yang lainnya, kebiasaan dari orang tua pas zaman tahun 90-an anggap kalau ngeband itu nggak dilarang, tapi juga nggak diutamakan. Akhirnya di era itu ada mindset, ‘Oke gue boleh ngeband, tapi mesti multi talent’. Kenapa nggak, kan? Kebawa juga sih sampai sekarang. Seperti saya misalnya. Walaupun udah banyak main band, saya tetap nggak bisa ninggalin dunia ilustrasi. Soalnya udah suka dan pasti balik lagi. Akhirnya dijalanin secara tetap.

Opini seorang Richard Mutter sendiri tentang Bandung Berisik gimana?

Terus terang nih saat diajak oleh Trisno (bassis PAS band, red.) untuk main di Bandung Berisik dalam format reuni, saya malah nanya balik, ‘Wah beneran lu?’ Maksudnya kan itu acara Bandung Berisik yang bahkan saat tahun 2011 kemarin, saya datang sebagai penonton dan merasakan fight-nya. Padahal saya hanya nonton, tapi merasa puas. Gokil! Acaranya keren. Kalau kita lihat video-video konser festival di luar negeri, nah tarafnya tuh sama. Suasananya juga nggak ada bedanya.

Ketika diajak main di sini, saya bangga banget dan tersanjung karena saya memang lihat Bandung Berisik sebagai event tahunan yang strong dan into music banget. Bener-bener festival. Tempatnya massive, terus yang datang juga nggak kira-kira. Prestise lah. Meskipun di luar itu banyak orang yang ngaku nggak suka dengan band tertentu karena beda genre atau apa lah, ya itu selalu ada sih. Tapi sebagai event, ini lebih dari keren. Dan yang bikin keren juga namanya: Bandung.

Kalau diajak main lagi di Bandung Berisik berikutnya, mau nggak?

Wah saya pribadi sih senang sekali. Pertama karena saya senang manggung dan senang main outdoor. Saya juga senang juga lihat crowd gila, walaupun tadi udah becek dan kasihan sih. Apalagi dengan kubangan depan moshpit yang mungkin bikin mereka kurang nyaman. Tapi itulah seninya. Kalau diajakin lagi, wah saya mau banget. Menikmati. Apapun bandnya, gue ayo aja deh! (tertawa)

Oleh: Hanifa Paramitha Siswanti

Berikan Komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *