Connect with us

Gig Review

Sonic Fair 2015: Bazar Penuh Distorsi

Diterbitkan

pada

Kala itu pada hari Minggu (3/5) yang lalu, kawasan Jakarta yang hampir seharian diguyur hujan lebat terasa cukup sendu. Jalanan cukup lenggang untuk dilalui menuju kawasan utara Jakarta, tepatnya ke auditorium Ancol Beach City. Karena pada 3 Mei yang lalu, Jakarta menggelar Sonic Fair 2015, sebuah bazar bagi penikmat musik rock dan metal tanah air.

Selain guna memuaskan hasrat belanja para penikmat distrosi, Sonic Fair juga bisa dikatakan sebagai “after party” dari gelaran Hammersonic 2015 yang digarap oleh promotor Revision Live. Namanya pesta, selalu meyimpan keseruan didalamnya. Revision Live pun menyiapkan line-up tak kalah mutakhir untuk menggempur Minggu yang cukup santai tersebut, tentu dalam skala yang lebih kecil jika dibandingkan dengan festival besar macam Hammersonic 2015.

Satu yang perlu dibanggakan dari Sonic Fair 2015 adalah ketepatan panitia dalam memulai acara. Cukup jarang acara musik di Indonesia sebetulnya yang dimulai sesuai dengan rundown. Darah muda black metal lokal asal Cirebon, Poison Nova membuka Sonic Fair 2015 dengan menyiarkan materi gelap mereka yang terdengar menyeruak memenuhi seisi ruangan auditorium. Walau masih nihil penonton, Poison Nova tampil total siang itu.

Kemudian berturut-turut dua legiun kebanggaan kota kembang, Godless Symptoms dan A.L.I.C.E unjuk kebolehan di dalam venue yang penontonnya masih bisa dihitung dengan jari. Kelompok crossover dan chaotic ini juga seakan tak peduli, mereka menggempur pentas seakan tidak ada hari esok. Sore mulai menampakkan dirinya, giliran Parau untuk aksi. Padu padan tepat porsi antara metal dan hardcore dalam musik yang mereka bawakan, membuat Parau terlihat klimaks saat menyajikan nomor-nomor andalan mereka.

Kian sore kian ramai. Booth diluar area pentas pun semakin penuh dikunjungi para hadirin. Mereka berburu seakan tidak ada hari esok, mulai dari merchandise hingga rilisan fisik, mulai dari patch hingga ke piringan hitam. Di dalam auditorium, Taring dan Dead Vertical juga tak henti-henti melibas penonton yang mulai rapat ke bibir panggung kala itu.

Sebelum break maghrib, saatnya Jasad menyapa publik Jakarta. Dedengkot death metal asal Bandung yang dikomandoi oleh Man ini beringas. Selalu menyelipkan unsur-unsur kebudayaan Sunda dalam tiap penampilannya, Jasad adalah salah satu band lokal yang tidak pernah melupakan roots mereka.

Suasana yang terbangun menjadi semakin meriah saat komplotan Down For Life didapuk oleh penyelenggara untuk kembali memanaskan panggung setelah rehat sejenak. Dengan kualitasnya yang sudah tak perlu diragukan lagi, tugas tersebut tidaklah cukup sulit bagi Down For Life. Para Pasukan Babi Neraka (fans Down For Life) tahu betul bagaimana cara berpesta malam itu.

Memasuki pukul 7 malam, adalah waktu bagi 2 band lokal pamungkas jelang sang headliner. Ya, mereka adalah Seringai dan Burgerkill. Bermain rapat dan tanpa ampun, Seringai dan Burgerkill memastikan bahwa penonton sudah berhasil mereka bakar menuju puncak acara, yaitu penampilan Carcass dan Killswitch Engage.

Akhirnya, legenda goregrind Carcass dinobatkan ambil alih singgasana. Kehadiran Carcass yang kali kedua ke Indonesia ini sedikit menuai kontroversi. Karena beberapa hari sebelumnya, Carcass sempat mengunggah foto presiden Jokowi ke akun Facebook resmi mereka dengan sebuah caption bertuliskan “Death metal poser“.

Setlist Carcass malam itu tidak begitu berbeda jauh dengan penampilan mereka di Rock In Solo tahun 2014 lalu. Masih dengan nomor-nomor andalannya macam “Heartwork”, medley dari “Ruptured In Purulence”, “This Mortal Coil”, “Reek of Putrefaction” hingga lagu pamungkas “Keep On Rotting in the Free World”.

Yang terakhir, paling banyak dinanti dan yang paling disambut meriah ketika naik pentas. Adam Dutkiewicz, Jesse Leach, Mike D’Antonio, Justin Foley dan Joel Stroetzel yang kali pertama hadir ke Indonesia, terlihat jelas tidak kecewa dengan apa yang mereka dapat di Sonic Fair 2015.

Koor massal tidak henti-henti saat “My Last Serenade”, “Rose of Sharyn”, “The Arms of Sorrow” serta “My Cursed” dikumandangkan. Bahkan ketika Killswitch Engage hendak undur diri, teriakan “We want more! We want more! We want more!” langsung menggema seisi auditorium. Namun karena keterbatasan waktu, Killswitch Engage harus beanr-benar angkat kaki dari singgasana tanpa encore malam itu.

photo: Amozy Audrey

Berikan Komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *