Connect with us

Featured

Soundrenaline Day 2: Tantangan Memilih Tontonan Spektakuler

Profile photo ofstreamous

Diterbitkan

pada

Sinar matahari yang terik menemani awal perhelatan Soundrenaline 2015 di hari kedua, Minggu (6/9/2015) di Garuda Wisnu Kencana (GWK), Kab. Badung, Bali. Deretan pengisi acara yang semakin beragam dan bermain dalam waktu yang sama seakan menantang penonton untuk berani memilih. Apalagi jarak antara satu panggung dengan yang lainnya bisa dibilang tak cukup dekat apabila ingin disambangi semua. Namun hal itu tak menjadi persoalan berarti bagi para penonton, pengisi acara, serta seluruh orang yang berniat bersenang-senang di sini, apalagi mengingat Soundrenaline merupakan festival tahunan akbar.

Hal itu terlihat ketika para penonton tetap tertib berjubel di depan pintu Amphitheater Stage untuk menyaksikan Lala Karmela. Penantian itu pun terbayar sudah ketika musik Lala mulai menyebar ke seluruh area. Mengenakan headpiece dan busana bernuansa floral jingga dan biru, keceriaan langsung menyeruak ketika lagu-lagu seperti “This Moment”, “Girl Just Wanna Have Fun”, “A Night To Remember”, “Berkilau”, dan “Morning Star” dinyanyikan. Musiknya yang atraktif serta penampilan yang komunikatif membuat Lala mendapatkan sambutan meriah. Musisi yang hendak mengeluarkan album terbarunya ini pun membuat kejutan dengan memainkan synthesizer untuk pertama kali. Namun hal itu tak membuatnya canggung dan justru semakin merasuk dalam nuansa musikalnya yang khas.

Keberagaman aneka macam aliran musik dalam Soundrenaline kali ini semakin kentara. Seperti yang terlihat di Go Ahead Stage, A Stage, Amphitheater Stage, dan Welcoming Stage yang masing-masing memasang Deadsquad, DJ Yasmin, Mocca, dan Scared of Bumz dalam satu waktu secara bersamaan. Hari masih sangat terik ketika performa Deadsquad di panggung paling ujung membakar semangat. Hentakan demi hentakan diberikan seakan tak menghiraukan sengatan panas sinar matahari. Kehadiran alunan musik eletronik yang biasanya identik dengan suasana malam rupanya berhasil digebrak oleh DJ Yasmin di panggung sebelah. Langit yang terang benderang rupanya sanggup menjadi rekan baginya dalam menyampaikan performa. Terbukti dengan kumpulan party goers yang larut dalam racikan musik dari DJ berdarah Arab ini.

Sementara itu di Amhitheatre Stage, grup band asal Bandung, Mocca, meluncurkan nada-nada manisnya. Riuh rendah suara penonton sepertinya menjadi energi tersendiri bagi para personel Mocca. Mengenakan busana biru metalik, Arina sang vokalis tak henti mengajak Swinging Friends bernyanyi. Ini merupakan kali pertama Mocca manggung dalam event Soundrenaline. Lagu-lagu seperti “Do What You Wanna Do”, “Me and My Boyfriend”, dan “My Way” menjadi favorit dan seakan tak ingin untuk disudahi. Dalam lagu “Changing Fate”, Arina juga mengajak Cil, vokalis band Triangle, untuk menemaninya bernyanyi. Suasana manis yang muncul seketika berubah sejenak dengan kehadiran atmosfer galau dan sendu dalam lagu tersebut. Keceriaan pun kembali menanjak tatkala Arian meminta penonton untuk memilih antara “Bandung” atau “Best Thing” yang akan dibawakan selanjutnya. Sontak penonton menjatuhkan pilihan kepada “Best Thing” yang langsung mengundang sing along.

Tawaran berikutnya kemudian hadir dengan jajaran musisi yang tampil di empat panggung utama. Kembali penonton dihadapkan kepada suatu keberanian untuk memilih musisi mana yang ingin dinikmati karya dan penampilannya. Di Amphitheater Stage, White Shoes and The Couples Company menggiring arena ke masa keemasan tahun 1970-an. Tembang-tembang seperti “Aksi Kucing”, “Vakansi”, “Selangkah ke Seberang”, hingga “Senja Menggila” sepertinya memang menggambarkan ‘kegilaan’ senja yang tengah terhadi. Di sisi lain, Dialog Dini Hari yang dilanjutkan Nanoe Biroe, Maliq & D’Essentials, serta Koil juga sedang memanjakan para pendengar setianya masing-masing di Welcoming Stage, A Stage, dan Go Ahead Stage.

Langit yang mulai bergerak ke arah gelap semakin mempertegas tata cahaya dari setiap panggung, salah satunya seperti saat N.E.V beraksi di A Stage. Apalagi di panggung ini pula, sebuah pesta kembang api digelar dan menjadi tontonan meriah yang meledakkan euforia. Para personel Nidji membuat Nidji Electronic Version (N.E.V) dengan mengaransemen ulang lagu-lagu hitsnya menjadi elektronik dance tanpa jeda. Dalam penampilannya, N.E.V menyulap musik-musik yang sebelumnya kental dengan nuansa British menjadi electro. Iringan DJ dan aksi breakdance memberikan pengalaman tersendiri kepada Nidjiholic. Lagu “Disco Lazy Time” pun didaulat menjadi pamungkas yang menyegarkan. Kehadiran Sheila On 7 menjadi estafet berikutnya yang mengesankan para Sheila Gank yang datang dari berbagai daerah. Warna-warni 1990-an terdengar dari nyanyian selama kurun waktu satu jam. Giliran kemudian menghampiri Slank yang bertugas menuntaskan rindu para Slankers. Imbauan menghindari narkoba dan ajakan menjaga lingkungan disambut dengan gelora. Lagu “Gara-Gara Kamu”, “I Miss You But I Hate You”, “Mawar Merah”, “Virus”, “Ku Tak Bisa”, hingga “Terlalu Manis” menjadi menu utama yang disajikan.

Di Go Ahead Stage, Gigi menjadi penampil lain yang ditunggu seusai Andra and The Backbone. Kumpulan Gigikita terlihat semakin mendekat saat band yang telah berkiprah selama 22 tahun tersebut muncul. “Janji”, “Kepastian yang Kutunggu”, hingga “Persahabatan dan Cinta” mewujud menjadi syair-syair kenangan yang didendangkan. Selesai? Tentu saja tidak. Masih ada Endank Soekamti dan Kotak yang menjadi menu berikutnya. Mengenakan paduan pakaian jeans dan baju adat Bali, Tantri Kotak seperti biasa tampil menggelegar dan menyulut energi. Gimmick menarik pun dihadrikan lewat tarian pendet yang muncul dalam lagu-lagu pertama. Usai menyanyikan “Terbang”, Tantri menyatakan pujiannya karena para penonton yang datang ke acara musik berbayar menjadi bukti bahwa apresasi dalam bidang musik masih ada. Lagu bertajuk “Musik” kemudian menjadi tombak sebagai gambaran bahwa musik menyatukan semua kalangan.

Di Welcoming Stage, Komunal dan Shaggydog tengah membanjiri khalayak dengan percikan-percikan segar dari musiknya. Pemenang Go Ahead Challenge 2015, yakni Aril Yuliar, Khukuh A. Yuda, dan Kristianto Suryo juga sebelumnya unjuk kebolehan menampilkan keahliannya bermusik. Tak ketinggalan pula Diocreatura, sebuah lini shogaze/indierock asal Kota Bandung yang menawarkan ragam lain. Suatu pertunjukan dengan warna musik berbeda menjadi pelangi tersendiri di panggung ini. Di waktu yang berbarengan, usai penampilan Tulus, Amphitheater Stage kembali menghadirkan kebaruan yang seru berupa Change The Ordinary Project. Sebuah proyekan menawan dihadirkan berupa kolaborasi antar solois berbakat tanah air yakni Ari Lasso, Andien, Daniel Christianto, Rinni Wulandari, Candil, serta Andy /rif. Mereka membawakan lagu-lagu populer Indonesia yang diaransemen ulang. Lagu dari “Mobil Balap” hingga “Bagaikan Langit” terdengar sangat beda dan megah di bawah polesan Ali Akbar selaku music director.

Helatan akbar kaliber nasional ini pun kemudian ditutup apik oleh Wolfmother. Band vintage rock dari Australia ini mengubur dahaga para pendengar setianya tepat pukul 01.00 WITA. Andrew Stockdale (gitar, vocal), Ian Peres (bass, keyboard, backing vocal), dan Vin Steele (drum) mencoba mencabik malam dengan raungan musikalnya. Beragam aksi dan gimmick menarik diberikan dengan iringan sapaan yang tak lupa untuk digelontorkan. Dengan berbagai menu lagu yang tersebar dalam album-albumnya, Wolfmother (2005), Cosmic Egg (2009) dan New Crown (2014), Wolfmother menjadi penutup sempurna festival musik Soundrenaline 2015. ***

Teks: Hanifa Paramitha Siswanti
Foto: Dok. Soundrenaline 2015

Berikan Komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *