Connect with us

Gig Review

Tame Impala Live in Jakarta: Pentas Psikedelia Rock Pada Faedahnya

Diterbitkan

pada

Deretan pemuda-pemudi tiedye, bebauan rokok bukan tembakau, hingga mata-mata beler merupakan pemandangan yang sudah terlihat sejak sore hari di pelataran parkir selatan kawasan Senayan, Jakarta pada hari itu itu. Tepat pada penghujung bulan April kemarin, kelompok psikedelia rock termahsyur dari Fremantle, Australia, Tame Impala mendapati jadwal tampil untuk kali kedua di ibukota Jakarta.

Kevin Parker cs dihadirkan oleh promotor Kiosplay. Jauh-jauh hari, saat pengumuman pementasan Tame Impala disebarkan untuk kali pertama, sontak saja jagat musik nasional bergembira menyambut pemilik album Currents ini. Tame Impala dengan album Currents-nya memang sangat ditunggu. Ini adalah bentuk transformasi termutakhir Tame Impala. Ketika dulu di tahun 2011 mereka datang untuk memperkenalkan Innerspeaker, saat ini penggemar mereka di bumi nusantara sudah semakin ramai, semakin beragam dari segi usia maupun kelas.

Kelas yang dimaksudkan disini adalah ada penggemar fanatik Tame Impala yang melahap habis setiap rilisan mereka dan mengagungkan mereka, kemudian ada yang pro Innerspeaker dan pro Lonerism, tidak untuk Currents, serta yang terakhir adalah penggemar yang menggilai Currents namun tidak menaruh perhatian lebih pada Innerspeaker dan Lonerism. Untuk yang terakhir, para hipster Tame Impala menyebut mereka sebagai dedek-dedek Tame Impala. Ya, se-beragam itu yang menyambut kedatangan Kevin Parker, Jay Watson, Cam Avery, Dominic Simper, Julien Barbagallo serta Nick Allbrook.

Tiket sudah ditangan dan langkah kaki ini semakin cepat saat memasuki pintu masuk kawasan Senayan, degup jantung kian berdebar seketika jam sudah menunjukan pukul 8 malam. Tak seberapa lama kemudian, munculah opening act Barasuara. Nampaknya menyaksikan Barasuara di konser Tame Impala menjadi salah satu titik maksimal para hadirin jenuh dengan aksi Iga Massardi dan koleganya ini. Sambutan saat mereka naik panggung itu biasa saja, sebegitu biasa sajanya.

Kita semua tahu, Barasuara dengan atraksi seminal rock-nya memiliki jam terbang dan jadwal panggung yang sungguh padat. Dari ujung Sumatera hingga ke timur Indonesia sudah mereka jelajahi. Untuk Jakarta, tak berapa lama ini mereka juga menghentak Gudang Sarinah. Padatnya jadwal tidak diselingi dengan gimmick baru agar para penonton tidak bosan, Barasuara juga nampak sedikit kelelahan karena pada siang harinya mereka baru saja tiba di ibukota setelah sebelumnya menghibur publik luar kota.

Namun Barasuara adalah Barasuara. Mereka lumayan apik dalam menggiring penontonnya. Meski tampak cukup bosan, beberapa kali tepuk tangan diudara berhasil melayang setelah komando Iga Massardi diterjemahkan dengan seadanya oleh para penonton. Penonton pun nampaknya masih banyak yang mengerenyitkan dahi, seraya berucap “kenapa Barasuara ?” dalam hati, juga ada pula yang terang-terangan.

Lalu Barasuara menutup set singkatnya. Dengan sigap para dokter bedah sound mengambil alih panggung. Giliran mereka yang mempersiapkan singgasana para pangeran psikedelia tersebut. Tame Impala yang penuh kejutan, bahkan sebelum mereka naik panggung, penonton dibuat bertanya-tanya, kenapa semua crew mereka mengenakan jubah dokter ? Hingga resensi ini ditulis, tidak ada sumber di internet yang berhasil menjelaskan.

Hampir 45 menit tata panggung serta suara disiapkan dengan maksimal. Seketika lampu meredup mati perlahan. Satu-satu persatu memasuki altar, hingga tepuk tangan kian semarak saat the one and only, the Australian Jesus Kevin Parker hadir menenteng gitar Rickenbacker hitam-putih ciri khasnya. Visual LED dibelakang juga kian berdegup luar biasa memancarkan magisnya, intro dan “Let It Happen” mereka berondong sekaligus. Loncat di kanan, loncat di kiri, sedikit gempa kecil hadir di samping Istora.

Kemudian giliran “Mind Mischief” yang magis dan “Why Won’t They Talk To Me?” berkumandang. Koor massal sedang gila-gilanya. Meski kedatangan mereka kali ini masih dalam animo mempromosikan album Currents keluaran Modular Records, tapi Tame Impala tidak egois dan mengerti betul kelas-kelas para penontonnya malam itu. Kelas-kelas seperti yang telah dijabarkan diatas. Mencampur Lonerism dan Innerspeaker dalam konser promo Currents. Ide yang ideal, semua senang, sungguh win-win.

Kalian yang menghisap lima jari, menenggak khamr dan menempel perangko pasti sangat larut saat Tame Impala menerjang malam itu. Sebuah rotasi yang naik turun namun aduhai. Ada “Elephant” yang dibariskan bersama “Yes I’m Changing” dan “The Less I Know The Better”. Juga tidak ketinggalan kombinasi luar biasa “Eventually”, “Oscilly” serta “Alter Ego”. Semua yang sudah lumer hanya tinggal mengangguk, bertepuk tangan, bernyanyi lantang dan meregang dengan keringan meluncur deras.

Beberapa kali ledakan confetti juga hadir malam itu. Mencoba memecah hadirin yang sudah terbengong-bengong hanyut dalam visualisasi mutakhir background panggung Tame Impala. “Wah ini band kalau konsisten terus, bisa jadi The Next Flaming Lips nih,” dikatakan salah seorang yang sudah memerah kepada sahabatnya sesaat Tame Impala undur diri setelah “Make Up Your Mind” dan “Apocalypse Dream” dan teriakan “We want more! We want more! We want more!” semakin nyaring terdengar.

Adalah tidak mungkin bagi Tame Impala untuk membuat malam penuh warna tersebut berakhir anti-klimaks. Kevin Parker yang beberapa kali mengeluh akan gerahnya cuaca Jakarta tidak lupa mengucap banyak terima kasih. Confetti di bibir panggung kembali menunjukan fungsinya kemudian, seraya mengiringi penutupan malam tersebut lewat mini encore berisikan anthem kesayangan “Feels Like We Only Go Backwards” dan “New Person Same Old Mistake”.

photo: Doc. Kiosplay

Berikan Komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *