Linkin Park : FROM ZERO WORLD TOUR 2025 Baca Infonya Disini×
Connect with us

Interviews

Adhitia Sofyan: Tur Jepang, Risa Saraswati dan Iron & Wine

Diterbitkan

pada

Bagi seorang penyanyi dan penulis lagu yang memulai semuanya hanya dari dalam kamar tidur, bisa akhirnya melakukan tur di luar negeri adalah hal yang mungkin masuk kategori yang kita kenal sekarang dengan istilah ‘sesuatu banget yah’. Terlebih, apabila itu semua bisa terwujud berkat ketulusan hati memberikan semua lagunya untuk diunduh dan dinikmati khalayak secara cuma-cuma. Maka terberkatilah seorang Adhitia Sofyan. Buah manis kemurahan hatinya tersebut memberangkatkan Ia menuju sebuah tur 10 hari di Jepang yang dimulai pada tanggal 17 September 2011. Disques Dessinee adalah sebuah toko musik juga merangkap sebagai sebuah label independen di Jepang yang Adhitia Sofyan sendiri mengaku tidak tau-menau dari mana label itu mendapatkan lagunya, sebelum akhirnya dengan sangat membanggakan meminta Adhitia Sofyan menandatangani kontrak untuk kemudian mendistribusikan kedua albumnya, Quiet Down dan Forget Your Plans di Jepang. Dibawah nama label inilah Adhitia Sofyan akan bertamu dari cafe ke cafe dan beberapa radio di Jepang selama 10 hari.

Saat itu adalah pekan terakhir Ramadhan kemarin, ketika kami mengunjungi Adhitia Sofyan di kantornya yang bisa dibilang cukup sepi di bilangan Mampang, Jakarta Selatan. Bersama putrinya yang lucu dan menggemaskan, Kenken, Adhit mulai mulai menceritakan tentang persiapan tur Jepang kali ini, sedikit membicarakan Risa Saraswati yang ternyata juga merupakan penyanyi favoritnya Kenken, hingga bagaimana Ia sangat mengidolakan Iron & Wine. Sambil sesekali meminta Kenken untuk tidak berisik, “ssst diem ndok, ini lagi interview”.

Bisa di ceritakan sedikit bagaimana awalnya tur Jepang ini bisa terjadi?
Tur Jepang ini adalah buntut kejadian dari sebuah label di Jepang, Disques Dessinee dari Kobe yang mengingankan saya untuk menjual album saya di sana melalui mereka sebagai label dan distributornya. Dissinee ini sebenarnya adalah music store independen tapi dia juga punya label independen. White Shoes & the Couples Company dan Endah & Rhesa juga sudah tergabung di label ini. Jadi awalnya, sekitar setahun yang lalu mereka dengar lagu saya di internet. Entahlah saya juga tidak tau mereka dengar dari Youtube atau dari mana, karena saya menyebar gratis semua lagu di internet. Lalu secara personal mereka meminta saya untuk mengirim CD fisik kesana. Untuk pertama saya sendiri mengirim 20 keping, lalu mereka minta lagi jadi 30, dan terakhir mereka minta 300. Dan ini masih album pertama ya, yang Quiet Down. Tapi akhirnya album kedua, Forget Your Plans juga sudah ada sekarang di Jepang. Ketika mereka minta 300 keping, pastinya saya langsung lempar ke label saya, Demajors. Karena rasanya tidak mungkin secara personal kalau mengirim sebanyak itu. Sampai akhirnya label Jepang ini sekarang sudah memegang Master License dari dua album saya untuk mereka bisa cetak sendiri dan bikin cover yang edisi Jepang. Karena ternyata sambutan dan penjualannya bagus, jadi mereka mengundang saya untuk bermain di sana.

Jadi apakah tur ini juga bisa dibilang sebagai tur ‘colongan’ untuk promo album kedua?
Sebenarnya bukan cuma album kedua aja ya, tapi memang kedua album. Jadi ini memang promo tur untuk 2 album sekaligus

Apakah album kedua juga mendapat sambutan yang sama seperti album pertama?
Bagus juga sambutannya, tapi memang umurnya juga belum terlalu lama kan dibanding album pertama. Saat masuk album pertama, orang Jepang masih mencoba mencerna tapi tidak lama tiba-tiba masuk album kedua. Jadi mereka seperti harus mengunyah dua album itu satu persatu. Tapi so far ok sih.

Sebelumnya memang sudah mengetahui tentang kondisi pasar di sana kah?
Sama sekali tidak tau. Cuma berdasarkan permintaan kirim CD kesana, saya kirim, that’s it. Sama sekali tanpa research atau apapun.

Jadi apa kira-kira yang menjadi faktor tingginya antusias orang Jepang terhadap musik Adhitia Sofyan? Apa mungkin karena cocok dengan suasana di sana?
Mungkin ya, mungkin mereka memang cocok sama musik akustik yang kalem, mellow, gak begitu berisik. Ya memang agak kaget juga ya, saya tidak ada pengetahuan tentang selera musik orang di sana, Jepang gitu loh (tertawa). Karena Adhitia Sofyan juga tidak mengusung sesuatu yang baru juga kan, hanya satu orang bernyanyi dengan satu gitar.

Lalu cukup menyenangkankah berkerjasama dengan label Dessinee ini?
Cukup menyenangkan. Selama ini, so far memang saya belum pernah bertemu langsung dengan mereka, masih hanya lewat email. Tapi secara deal cukup oke, dan saya pikir ini adalah media untuk menyebarkan musik saya di Jepang. Jadi dibawa enak aja sih.

Kalau melihat jadwal tur, hampir semua show diadakan di tempat-tempat yang relatif kecil seperti cafe-cafe, apakah pemilihan venue juga masuk bagian dalam konsep?
Memang itu dapet dari labelnya sendiri ya, bukan memang menjadi konsep. Dan berhubung mereka adalah label independen, dan saya sendiri juga bukan musisi yang terkenal di sana, jadi mereka mengadakan tur ini juga memang hanya dalam skala kecil, seadanya. Just to get me perform over there. Lagi pula saya juga hanya tampil sendiri, mungkin kalau saya punya band pendukung suatu saat nanti bisa tampil di show yang lebih besar.

Apa ada special gimmick yang disiapkan khusus untuk di Jepang nanti?
Kalo special gimmick sih nggak ya, sama seperti show-show reguler di sini aja.

Persiapannya sendiri bagaimana? Ada yang ekstra diperhatikan?
Kalo persiapan, yang paling saya jaga nomor satu itu kesehatan, kondisi fisik. Jangan sampe sakit, lebih aware dalam artian ya mau pergi ke Jepang don’t do stupid things before, yang gak perlu-perlu. Persiapan kedua mungkin adalah mempersiapkan setlist lagu. Karena untuk tur Jepang ini saya mau coba lagu-lagu yang jarang dibawakan secara live untuk dipelajari lagi. Tidak terlalu bingung dan berbeda jauh karena sebelumnya saya juga sudah pernah diundang main di Singapura dua kali. Dan keduanya saya main setlist yang lumayan panjang dengan lagu-lagu yang jarang dibawakan. Jadi saya pikir di Jepang nanti kurang lebih sama dengan apa yang dilakukan kemarin di Singapura.

Berapa waktu lalu Adhitia Sofyan sempat sering membawakan kembali lagu-lagu daerah dan anak-anak, dalam Surprise Song Project. Namun dua lagu terbaru yang dibagikan gratis di website Adhitia Sofyan adalah dua lagu yang bertema makanan, Don’t You Dare Touch My Kerupuk dan Dear Soft Baked Chocolate Chip Cookie, I Love You. Bisa ceritakan tentang itu?
Sebagai singer-songwriter musician I just have to create tanpa harus selalu mengkonsepkannya menjadi sesuatu. Di luar tugas pertama yaitu membuat album, yang mana bisa dibilang sebagai misi beratnya, ada banyak lagu yang harus tetap kita bikin walaupun mungkin belum masuk kriteria untuk album. Dan agak susah kalau kita berkarya hanya berpatok untuk masuk kedalam album saja, kita jadi terkunci. Makanya saya merasa perlu terus berkarya meski kadang itu so not album material. Dan lagu-lagu tentang makanan itu istilahnya kalau saya adalah sebuah pabrik, maka saya harus terus memproduksi lagu tanpa terpatok untuk album. Jangan sampai kalau tidak ada album baru, berarti tidak ada lagu baru. I just have to keep doing stuff. Mungkin sepulang dari Jepang nanti akan ada lagu tentang restoran sushi, siapa tau?

Apa additional keyboardist, Jonathan Palempung yang sering menjadi tandem ikut berangkat ke Jepang?
Nggak, tur ini cuma bener-bener saya tampil sendirian. Sebenarnya saya dan kibordis saya pengen banget bisa punya format yang lebih band. Misalnya seperti Iron & Wine pun dia, si Sam Beam punya opsi kalau dia mau main sendiri ya dia main sendiri, tapi kalau dia mau full set juga sudah ada bandnya. Jadi kalau bisa punya band seperti itu, saya juga bisa mulai pilih-pilih seperti apa venuenya. Kalau ternyata panggung besar jadi bisa main full band.

Dalam tur ini apa ada semacam goal target khusus atau ekspektasi yang akan didapat setelahnya?
Goal target sih gak ada ya, saya cuma ingin main aja dan lihat apa yang terjadi. Dengan bermain di luar negeri kan itu sudah membangun dan melebarkan relasi baru. Kayak terakhir show di Singapura kemarin itu, saya main di Rockin’ The Region pertama kali tanpa harapan apa-apa. Tapi setelah di akhir acara, saya diundang lagi untuk kembali tampil tahun berikutnya di festival yang lebih besar, Mosaic Music Festival bersama The Trees and The Wild dan Risa Saraswati. Lebih menarik untuk menunggu let’s see what happens daripada banyak mengharap. Just spread my music, my network siapa tau nanti di Jepang mereka punya koneksi dengan Eropa dan saya bisa main kesana. Amin

Bicara Risa Saraswati, kalau melihat aktivitas akun twitter Adhitia Sofyan dan Risa sepertinya secara pribadi dengan jenis musik yang jauh berbeda kalian berdua cukup akrab
Ya, secara pribadi sih saya suka banget lagu-lagunya Risa. Kenken aja juga sampe suka tuh, iya kan Ken? Suka gak lagunya tante Risa? Bisa nyanyiin kan coba lagunya kayak apa? (bertanya kepada putrinya). Hafal loh Kenken lagu-lagu Sarasvati. Ya saya sih suka ya karena dia bawain sesuatu yang beda, berkarakter, she’s bringing all the gothic things.

Nah, jika kita melihat Risa Saraswati pasti kita semua setuju kalau dia secara tidak langsung tidak hanya menjual musiknya saja, namun juga imagenya. Apakah Adhitia Sofyan sendiri juga tidak ingin membangun atau membuat sebuah personal brand seperti itu? Karena sepertinya sekarang Adhitia Sofyan belum memiliki image yang bisa dijual disamping musiknya sendiri
Mungkin itu memang harus dipikirkan. Tapi untuk sekarang ini saya belum nemu ya. Sementara ini dengan keadaan saya yang simple, bermain gitar, I guess for time being my sort of ‘brand’ is seorang bedroom musician. Cuma karena musik Adhitia Sofyan itu akustik, dan saya melihatnya seperti Iron & Wine yang pure musisi folk, mereka pun tidak punya gimmick atau sebuah brand yang signifikan. Just write song and sing it. Dan kebetulan saya masih sangat sejalan dengan dia.

Tapi secara pribadi adakah keinginan untuk bisa dikenal tidak hanya sebagai penyanyi dan penulis lagu, sama halnya seperti Risa Sarawati dengan semua kisahnya yang walalupun itu kisah nyata namun pada akhirnya itu juga menjadi daya tarik dan nilai jual tersendiri.
Saya merasa tidak ada yang bisa dijual dari saya selain ya penulis lagu, seorang suami, seorang ayah, dan seorang yang bekerja di perusahaan digital saya belum bisa menemukan dan membuat image atau hal yang bisa dijual dari itu semua. Memang musisi lain yang berkarakter kuat siapa lagi contohnya?

Ya misalnya White Shoes & the Couples Company dengan image retro mereka yang total dari musik, lirik, desain album, sampai fashion mereka. Dan mereka juga kosisten selalu memakai sepatu putih di atas panggung. Atau Endah & Rhesa yang dikenal sebagai pasangan suami istri yang menjual keromantisan dan kemesraannya dalam berbagai improvisasi penampilan mereka.
(tertawa) Iya yah, saya sih tidak menolak untuk bisa punya image seperti mereka itu, tapi ya memang sampai sekarang saya belum menemukan yang pas.

Dari Demajors sendiri apa juga pernah meminta atau membicarakan hal ini?
Iya memang sedang menjadi perbincangan sih, kita ada meeting session membahas mau diarahkan kemana saya ini, image kedepan akan seperti apa. So far tapi masih seperti ini aja lah, tapi ini juga memang jadi PR tersendiri.

Numbuhin jenggot aja mungkin?
Saya gak bisa numbuhin jenggot. Padahal pengen banget bisa berewokan gitu, kayak Sam Beam. Keren. Sayangnya gak bisa.

Teks: Daffa Andika
Foto: Adhitia Sofyan

Berikan Komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *