Interviews
Interview: Sepuluh Tahun Gelaran Rock In Solo
- Share
- Tweet /srv/users/gigsplayv2/apps/gigsplayv2/public/wp-content/plugins/mvp-social-buttons/mvp-social-buttons.php on line 66
https://gigsplay.com/wp-content/uploads/2014/09/RIS.jpg&description=Interview: Sepuluh Tahun Gelaran Rock In Solo', 'pinterestShare', 'width=750,height=350'); return false;" title="Pin This Post">
Salah satu festival musik keras terbesar yang ada di Indonesia, Rock In Solo, memasuki gelarannya yang terbaru dalam sepuluh tahun terakhir. Beberapa tahun belakangan berhasil menghadirkan band-band heavy metal tercadas ke tanah Surakarta, nama Rock In Solo kian mahsyur ditelinga para metalhead Indonesia.
Kini, untuk tahun 2014, Rock In Solo siap digelar pada 11 Oktober 2014. Mengambil tempat di Benteng Vastenburg, semakin menambah keunikan festival yang selalu memasuki unsur-unsur lokalnya ini.
Dan dalam kesempatan kali ini, Gigsplay mendapat kesempatan untuk mendapatkan beberapa informasi terdalam tentang Rock In Solo dalam sebuah sesi bincang singkat dengan Firman Prasetyo, salah seorang dewan jenderal pelaksana Rock In Solo.
Firman Prasetyo atau yang lebih dikenal dengan nama Uncle Bowl membeberkan dengan santai mengapa mereka memilih tema Decade Of Rebellion, etos kerja dibalik Rock In Solo, hingga pemilihan Carcass sebagai headliner untuk tahun 2014 ini.
Segera arahkan kursor anda kebawah sini untuk mengintip bagaimana penuturan Firman Prasetyo kepada Gigsplay tentang Rock In Solo darir kacamata pribadinya.
– Halo mas Firman, selamat ya atas gelaran sepuluh tahun Rock In Solo. Kalau menurut pandangan mas Firman, apa sih yang mampu membuat Rock In Solo bisa terus berjalan hingga sepuluh tahun ini ?
Terima kasih. Penyelenggaraan Rock In Solo itu berfondasikan semangat kekeluargaan dengan etos kerja yang profesional. Tim inti (yang di dalam perjalanannya berubah nama menjadi Dewan Jenderal) di Rock In Solo mulai tahun pertama sampai sekarang di tahun kesepuluhnya tidak banyak berubah.
Semua berakar dari passion. Kami mengerjakan Rock In Solo itu bahan bakarnya ya in the name of love and pride, jadinya awet sampai sepuluh tahun ini. Banyak juga orang di sekitar kami yang menganggap kami gila karena mengerjakan sesuatu yang sebenarnya tidak begitu menghasilkan secara finansial. Mungkin itu jawabannya, karena kami gila, profesionally insane, haha.
– Sebetulnya, apa sih makna dari tema “Decade Of Rebellion” untuk Rock In Solo 2014 ini ?
Tema Decade Of Rebellion sengaja dipilih karena tahun ini adalah tahun kesepuluh penyelenggaraan Rock In Solo. Sejak awal, Rock In Solo jalannya tidak pernah mulus. Selalu saja ada hambatannya. Mulai dari masalah birokrasi hingga finansial. Banyak pihak yang meragukan kalau Rock In Solo bisa mendatangkan band-band kelas dunia. Apalagi ketika kami mengusung misi kebudayaan untuk mengenalkan kota dan budaya Solo melalui Rock In Solo, itu juga mendapat banyak tentangan, meski tidak secara langsung. Di kota ini, kata kebudayaan hampir selalu berkonotasi dengan sesuatu yang kontemporer dan tradisional. Musik rock dan metal dianggap sebagai anak haram kebudayaan.
Dan di situ kami selalu membangkang, selalu mencari cara untuk menyiasati keadaan. Ketika kami menghadapi rintangan di dalam penyelenggaraan Rock In Solo, kami putar otak, gimana caranya agar bisa terus berjalan. Itu terjadi terus di tiap tahun. Selalu saja ada masalah baru yang harus dihadapi. Inti dari Decade Of Rebellion adalah untuk merayakan satu dekade yang penuh dengan pembangkangan. Itulah kenapa kami memilih tema tersebut untuk Rock In Solo tahun ini.
– Apa akan ada “sajian spesial” dari pihak penyelenggara untuk tahun 2014 ? Berhubung ini perayaan sepuluh tahun Rock In Solo.
Sajian spesial sebenarnya selalu kami pikirkan di tiap tahun. Tahun ini juga sudah pasti ada. Salah satu yang spesial adalah pemilihan venue. Kali ini kami memilih benteng Vastenburg sebagai lokasi penyelenggaraan Rock In Solo.
Kenapa spesial ? Karena benteng Vastenburg baru kali ini digunakan sebagai tempat berlangsungnya sebuah acara musik yang non tradisional. Benteng Vastenburg sendiri menyimpan banyak kisah menarik yang belum banyak orang ketahui. Itu saja sudah membuat Rock In Solo kali ini lebih spesial. Sajian lainnya ? Tentu saja dari pemilihan band sebagai headliner dan sajian-sajian lain yang sedang kami siapkan. Tunggu saja.
– Untuk pemilihan headliner, tahun 2014 ini Rock In Solo menggandeng nama Carcass. Berbagai tanggapan datang untuk Carcass. Seberapa sulit mendatangkan band satu ini ?
Sebenarnya tidak terlalu sulit dalam mendatangkan Carcass, karena kebetulan mereka juga sedang ada show di daerah Asia sehingga kami bisa membawa mereka ke Rock In Solo sebagai satu-satunya show mereka di Indonesia dengan cukup mudah.
– Kenapa memilih Carcass ?
Banyak sekali pertimbangan dan perdebatan yang sudah kami lewati sebelum akhirnya memutuskan untuk memilih Carcass sebagai headliner Rock In Solo tahun ini. Salah satunya adalah dengan menimbang bahwa Carcass sebenarnya memiliki penggemar yang cukup banyak di Indonesia. Terlebih lagi dengan album terakhir mereka, Surgical Steel, yang menuai banyak respon positif dan membuat kami yakin kalau Carcass menjadi pilihan yang tepat untuk Rock In Solo.
– Selain headliner mumpuni, Rock In Solo juga dianggap sebagai panggung alternatif untuk band-band lokal berlaga di pentas berskala internasional. Ada tanggapan untuk anggapan tersebut ?
Kami percaya bahwa banyak sekali band lokal di jazirah rock dan metal yang sebenarnya bagus. Yang mereka butuhkan adalah kesempatan. Dengan segala keterbatasan yang ada, di situlah kami mencoba memfasilitasi. Tentu dengan beberapa syarat misalnya band tersebut sudah menghasilkan album atau rilisan, karyanya bisa dipertanggungjawabkan, dan sebagainya. Seperti satu contoh, ada aturan tidak tertulis kalau di Rock In Solo, harus ada band lokal Solo yang tampil. Aturan tersebut tidak bisa ditawar.
Langkah ini sebagai pancingan juga sebenarnya, agar band-band lain yang baru mulai berproses turut menghasilkan karya, yang nantinya akan bermuara ke sebuah kompetisi yang sehat. Karena ini akan berpengaruh ke berbagai sisi juga, akan membuat skena musik di Indonesia makin bergizi.
– Tiket Rock In Solo sendiri bisa terbilang cukup terjangkau dengan deret nama yang dihadirkan. Salah satu tujuan Rock In Solo adalah untuk memberikan hiburan dengan harga merakyat ya ?
Dengan harga yang merakyat tidak juga sebenarnya ya, hahaha. Yang jelas kami sudah menghitung, dengan harga tiket sekian, penonton akan mendapat apa saja. Disesuaikan juga dengan kondisi di Solo, demografi sosial-ekonomi calon penonton dan headliner Rock In Solo. Kami punya data lengkap semua penonton. Dari situ kami bisa melihat profil mereka. Itu menjadi salah satu pertimbangan kami dalam menentukan harga tiket.
Sejak tahun 2010, Rock In Solo mulai “naik kelas” menjadi helatan bertaraf internasional dari yang sebelumnya lebih condong ke skala nasional. Perlahan kami juga mengedukasi calon penonton bahwa festival musik internasional itu berbeda dengan yang berskala lokal, regional maupun nasional. Mereka kami persiapkan untuk menemui beragam hal yang berbeda. Semisal, harga makanan dan minuman di official foodcourt yang sedikit berbeda dari yang biasa mereka temui di helatan musikal lokal, yang tentunya memiliki batas kewajaran yang disesuaikan dengan keadaan di Solo. Tak bisa dipungkiri, ini adalah industri. Tapi kami masih menjalaninya dengan se-manusiawi mungkin.
Ibaratnya, Rock In Solo itu adalah minimarket di mana mereka yang terbiasa berada di pusat perbelanjaan mewah masih merasa familiar dan yang terbiasa di pasar tradisional tidak merasa canggung. Merakyat tapi berkualitas, kurang-lebih seperti itu, hehehe.
– Untuk tahun 2014 ini, kenapa memilih Benteng Vastenburg ? Sulitkah mengurus perizinan untuk menggelar acara musik disana ?
Alasan utamanya sebenarnya sederhana, kapan lagi bisa menikmati musik rock dan metal di dalam benteng Belanda ? Hahaha. Ini merupakan cara kami dalam mengenalkan kota Solo, bahwa di kota ini kamu tidak hanya bisa menikmati Keraton, makan nasi liwet dan belanja batik di Pasar Klewer saja. Kami menawarkan sebuah pengalaman yang berbeda dalam menikmati festival musik cadas, yang mungkin saja hanya bisa terlaksana sekali.
Perizinan sebenarnya tidak sulit tapi juga tidak gampang, mengingat posisi de jure dan de facto Benteng Vastenburg yang sedikit unik, hahaha. Tapi kami mendapat bantuan dari Pemerintah Kota Surakarta dan dinas-dinas yang terkait untuk dapat menyelenggarakan Rock In Solo di Benteng Vastenburg.
– Apa betul, dinas pariwisata kota Solo juga turut membantu dalam setiap pelaksanaan Rock In Solo ?
Kalau Dinas Pariwisata membantu dalam setiap pelaksanaan tidak juga ya. Setelah sempat “tidak diakui” selama bertahun-tahun, akhirnya mulai tahun 2013 kami dimasukkan ke dalam agenda event kota Solo. Efeknya lumayan terasa meski belum sebesar yang kami harapkan, hehehe.
– Kira-kira bakal seseru apa nih mas Rock In Solo 2014 besok ?
Nah, ini adalah pertanyaan yang jawabannya hanya bisa ditemui di Benteng Vastenburg, Solo, pada 11 Oktober 2014 mendatang, hahaha.
– Banyak yang request Lamb Of God mas dari tahun ke tahun tuh, untuk tahun 2014 ini tapi masih belum ya ? hehehe. Sudah mau membocorkan siapa headliner lain pendamping Carcass ?
Satu hal yang mungkin belum banyak diketahui oleh mereka yang kerap request Lamb Of God adalah mendatangkan band mancanegara ke Rock In Solo, terutama yang sudah memiliki nama besar, tidak semudah mengeja kata S-L-A-T-A-N-I-C-W-E-H-R-M-A-C-H-T. Ada kecenderungan kalau penonton di era sekarang menjadi manja dengan lebih mudahnya band-band mancanegara tampil di Indonesia ketimbang beberapa tahun silam.
Mereka dengan gampangnya meminta kepada penyelenggara untuk menghadirkan band favorit mereka, seakan-akan hanya dengan request, band favorit mereka bisa langsung tampil di depan mata. Tidak ada yang salah dengan itu, yang salah adalah mentalitas yang menganggap kalau mengundang band asing tampil di Indonesia semudah menggerakkan jemari di keyboard smartphone untuk request band kesayangannya tampil.
Banyak pertimbangan yang harus dipikirkan. Salah satunya adalah jadwal show band itu sendiri. Jika mereka tidak ada jadwal di area Asia yang tanggalnya berdekatan dengan periode penyelenggaraan Rock In Solo, mendatangkan band secara direct dari negara asal mereka yang mayoritas di belahan Amerika dan Eropa ke Indonesia tentu saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Itu nanti akan berimbas ke harga tiket. Sudah siapkah mayoritas penonton Rock In Solo dengan perubahan harga tiket yang pasti akan melonjak drastis ? Segi produksi juga memainkan peranan.
Banyak band mancanegara yang menuntut standar tinggi untuk kebutuhan sound dan aksi panggung mereka. Jangankan di Solo, infrastruktur yang ada di Indonesia sendiri pun kadang belum bisa menyediakan spesifikasi yang mereka minta sehingga harus impor. Kalau pun ada, biayanya besar. Ini berkorelasi lagi dengan harga tiket.
Kami sih juga maunya The Big Four yang menjadi headliner di Rock In Solo dengan jumlah band yang tampil mencapai puluhan. Tapi untuk sekarang belum mungkinlah, realistis saja. Step by step, kalau kata New Kids On The Block. Perlahan tapi pasti, kami juga membidik ke arah sana. Untuk bisa menjadi festival musik berskala dan berstandar internasional membutuhkan banyak proses yang harus kami lalui terlebih dahulu. Untuk itu kami mengajak para penonton untuk bersama-sama mengikuti proses ini dan menjadi bagian dari sejarah Rock In Solo.
Headliner di Rock In Solo sampai saat ini hanya satu band. Jika ada band asing lain yang tampil, levelnya adalah di bawah band headliner sekaligus bertidak sebagai co-headliner. Untuk saat ini, kami belum bisa mengeluarkan nama. Masih rahasia, hahaha.
– Kalau dari sudut pandang mas Firman sendiri, apa sih yang membuat Rock In Solo wajib didatangi oleh para metalhead ?
Rock In Solo bagi saya itu seperti rumah kakek-nenek di desa saat lebaran, yang dimana kita datang ke sana setahun sekali untuk bersilaturahmi dengan keluarga besar sekaligus menambah kerabat baru.
Band-band yang tampil menjadi sajian serupa opor ayam dan rendang yang selalu ada setiap tahun dan headliner-nya adalah angpau atau uang fitrah, sebuah bonus yang akan membuat kita tersenyum. Wajib hukumnya sih tidak ya, tapi lebih ke sunah, aktivitas yang dianjurkan oleh saya, sehingga pelakunya mendapatkan pahala. Nah, kalau soal pahala, apalagi angpau atau uang fitrah, jangan minta ke saya ya, hahaha.
– Selain pemilihan band-band yang tampil, Rock In Solo selalu memasukkan elemen-elemen kedaerahan di dalam setiap gelarannya, itu yang kami anggap membuat Rock In Solo berbeda dengan festival-festival metal lainnya, dan itu keren!
Terima kasih. Sebenarnya itu adalah wujud lain dari kami yang bertindak sebagai penghulu untuk mengawinkan dua budaya yang berbeda. Sebuah festival metal berskala internasional yang berdampingan secara harmonis dengan kearifan lokal.