Articles
Musik Favoritmu Didengar Jutaan Kali, Tapi Kenapa Musisinya Tetap Miskin?

- Share
- Tweet /srv/users/gigsplayv2/apps/gigsplayv2/public/wp-content/plugins/mvp-social-buttons/mvp-social-buttons.php on line 66
https://gigsplay.com/wp-content/uploads/2025/05/Mendengarkan-musik-dari-platform-Streaming-Musik.jpg&description=Musik Favoritmu Didengar Jutaan Kali, Tapi Kenapa Musisinya Tetap Miskin?', 'pinterestShare', 'width=750,height=350'); return false;" title="Pin This Post">
Platform musik streaming digital seperti Spotify, Apple Music, dan YouTube Music telah mengubah cara orang mengakses dan mendengarkan musik. Dengan jutaan lagu tersedia hanya dengan beberapa klik, industri musik telah berpindah dari penjualan fisik dan unduhan digital ke sistem berbasis langganan dan iklan.
Namun, di balik kemudahan ini, banyak orang bertanya-tanya: bagaimana sebenarnya para musisi dibayar dari layanan streaming ini? Darimana sumber pendapatan platform streaming berasal? Dan seberapa besar bagian yang benar-benar diterima oleh para musisi?
Pendapatan utama platform musik streaming digital berasal dari dua sumber: langganan pengguna dan iklan. Pengguna yang berlangganan layanan premium membayar biaya bulanan untuk menikmati musik tanpa iklan, dengan kualitas suara lebih baik dan fitur tambahan seperti mode offline.
Di sisi lain, pengguna gratis masih bisa mengakses musik, namun akan mendengar iklan secara berkala. Dari dua jenis pengguna ini, platform mengumpulkan pendapatan yang kemudian dibagi ke berbagai pihak, termasuk label rekaman, publisher, dan akhirnya musisi itu sendiri.

Mendengarkan musik streaming (ilustrasi / credit :Emojisprout)
Namun alur pembayarannya tidaklah sesederhana membagi pendapatan secara merata. Platform streaming menggunakan sistem yang disebut pro-rata atau “market share revenue model“. Artinya, semua pendapatan dari satu wilayah atau negara dikumpulkan ke dalam satu “pot”, lalu dibagi berdasarkan total jumlah stream yang terjadi di wilayah tersebut selama periode tertentu.
Misalnya, jika lagu A mendapatkan 1% dari total stream di Indonesia bulan itu, maka pemilik lagu A akan menerima 1% dari pendapatan streaming Indonesia di bulan tersebut, setelah dikurangi potongan yang ditetapkan oleh platform dan pihak perantara lainnya.
Setelah dana itu dikumpulkan dan dihitung, pembagian kepada musisi mengikuti struktur yang cukup kompleks. Biasanya, musisi tidak menerima pembayaran langsung dari platform, kecuali jika mereka mendistribusikan musik mereka secara independen melalui agregator digital seperti DistroKid, TuneCore, atau CD Baby.
Sebagian besar musisi memiliki kontrak dengan label rekaman. Dalam kasus ini, pembayaran dari platform streaming dikirim terlebih dahulu ke label rekaman, bukan ke musisi. Label kemudian akan membagi pendapatan tersebut dengan musisi sesuai kontrak yang disepakati sebelumnya, yang seringkali tidak menguntungkan bagi artis, terutama jika mereka menandatangani kontrak jangka panjang atau dengan klausul yang rumit.
Besaran yang diterima musisi dari setiap stream sangat kecil. Berdasarkan berbagai laporan industri, Spotify membayar rata-rata antara $0.003 hingga $0.005 per stream. Itu berarti dibutuhkan sekitar 250 hingga 300 stream untuk menghasilkan satu dolar.
Namun ini bukan jumlah yang langsung diterima oleh musisi. Dari jumlah tersebut, Spotify menyimpan sekitar 30% sebagai biaya operasional dan keuntungan mereka. Sisanya, yaitu 70%, dibagi antara pemegang hak cipta, termasuk label rekaman, publisher, dan penulis lagu.
Dalam kasus musisi yang terikat kontrak label, mereka hanya menerima sebagian kecil dari bagian itu. Kadang hanya sekitar 10% hingga 35%, tergantung isi kontraknya. Artinya, dari satu stream senilai $0.004, musisi mungkin hanya mendapatkan $0.0004 atau bahkan lebih kecil.
Selain pembagian yang sangat kecil, faktor lain yang memengaruhi pendapatan musisi adalah jenis hak yang dimiliki. Ada dua jenis utama: hak atas rekaman master (biasanya dimiliki label) dan hak cipta atas lagu (biasanya dimiliki penulis lagu atau publisher).
Jika seorang musisi hanya berperan sebagai penyanyi tanpa menulis lagunya, ia tidak akan menerima bagian dari royalti penulisan lagu. Sebaliknya, jika ia adalah penulis dan artis independen, ia bisa mendapatkan lebih banyak bagian karena menguasai lebih banyak hak.
Musisi independen yang menggunakan layanan distribusi digital sendiri memiliki peluang lebih besar untuk menerima bagian yang lebih besar dari pendapatan streaming.
Platform seperti DistroKid atau TuneCore memungkinkan musisi mengunggah musik mereka langsung ke layanan streaming dan mendapatkan hampir seluruh bagian pendapatan, setelah dikurangi biaya distribusi tetap atau komisi kecil. Dalam skenario ini, musisi bisa menerima hingga 80% hingga 100% dari pendapatan streaming, tergantung pada layanan yang digunakan.
Meskipun begitu, tantangan tetap ada. Dengan tarif pembayaran per stream yang sangat rendah, hanya musisi dengan jumlah pendengar yang sangat besar yang bisa menghasilkan pendapatan signifikan dari streaming.
Untuk musisi kecil atau menengah, streaming lebih sering berfungsi sebagai alat promosi daripada sumber pendapatan utama. Banyak musisi harus mencari sumber pendapatan lain seperti pertunjukan langsung, merchandise, crowdfunding, atau lisensi musik untuk film dan iklan.
Selain itu, distribusi pendapatan streaming yang berbasis pro-rata juga menimbulkan ketimpangan. Artis-artis besar seperti Taylor Swift, Drake, atau BTS mendominasi jumlah stream dan karenanya mendapatkan sebagian besar pendapatan, sementara musisi independen harus bersaing dalam lautan konten tanpa jaminan eksposur yang setara.
Beberapa pihak telah mengusulkan sistem yang lebih adil, seperti “user-centric payment model“, di mana pembayaran dilakukan berdasarkan musik yang benar-benar didengarkan oleh pengguna langganan secara individu.
Dalam sistem ini, jika seorang pengguna hanya mendengarkan musisi indie tertentu, maka seluruh pembayaran langganannya akan diarahkan ke musisi tersebut, bukan dibagi ke seluruh katalog berdasarkan jumlah stream global. Namun, hingga kini, model ini belum diadopsi secara luas karena tantangan teknis dan kepentingan bisnis.
Intinya, sistem pembayaran dari platform streaming digital memang memungkinkan musisi mendapatkan penghasilan dari musik mereka, tetapi alurnya panjang dan bagiannya kecil. Banyak pihak mengambil potongan sepanjang jalur distribusi, dari platform, distributor, label, hingga publisher.
Hanya sebagian kecil yang benar-benar sampai ke musisi. Untuk bisa hidup dari streaming, musisi perlu jutaan stream setiap bulan—sesuatu yang sulit dicapai tanpa dukungan promosi besar atau basis penggemar yang solid.
Dalam konteks ini, penting bagi pendengar untuk memahami bahwa streaming musik bukanlah cara paling efektif untuk mendukung musisi favorit mereka secara finansial.
Membeli merchandise, hadir di konser, membeli rilisan fisik atau digital secara langsung dari artis, dan bahkan sekadar mempromosikan karya mereka di media sosial bisa memberikan dampak yang jauh lebih besar.
Streaming memang telah mengubah industri musik menjadi lebih terbuka dan mudah diakses, tapi keadilan dalam pembagian pendapatannya masih menjadi tantangan besar yang belum terselesaikan.
Inilah kenyataan ekonomi di balik kenyamanan musik digital yang kita nikmati setiap hari.