Articles
Plagiat Karya Seni, Termasuk Lagu, Yang Kian Mengenaskan di Indonesia
- Share
- Tweet /srv/users/gigsplayv2/apps/gigsplayv2/public/wp-content/plugins/mvp-social-buttons/mvp-social-buttons.php on line 66
https://gigsplay.com/wp-content/uploads/2025/01/Plagiat.jpg&description=Plagiat Karya Seni, Termasuk Lagu, Yang Kian Mengenaskan di Indonesia', 'pinterestShare', 'width=750,height=350'); return false;" title="Pin This Post">
Fenomena plagiat karya seni, khususnya di bidang musik, semakin memprihatinkan di Indonesia. Kasus-kasus yang mencuat ke permukaan tidak hanya mencederai semangat kreatif para seniman, tetapi juga menimbulkan perdebatan luas di masyarakat.
Salah satu kasus yang tengah menjadi perhatian adalah dugaan plagiat yang dilakukan oleh salah satu band “besar” di Indonesia dengan lagu terbaru mereka yang dituding menjiplak lagu Bruno Mars, “APT“. Tuduhan ini terutama muncul karena kemiripan signifikan pada struktur melodi, progresi akor, hingga gaya aransemen kedua lagu tersebut.
Publik pun bereaksi keras terhadap kasus ini. Banyak yang mengecam tindakan tersebut sebagai bentuk kurangnya penghargaan terhadap karya orisinal. Di media sosial, perdebatan semakin memanas, dengan beberapa pihak menyebut bahwa kesamaan tersebut hanyalah kebetulan atau hasil dari inspirasi yang sah.
Namun, mayoritas pendapat menyatakan bahwa kesamaan yang terjadi sudah terlalu mencolok untuk dianggap kebetulan semata. Band tersebut telah memberikan klarifikasi dengan menyebut bahwa lagu mereka adalah karya orisinal, namun respons ini belum sepenuhnya meredakan kritik.
Ketentuan Kemiripan Sebuah Lagu yang Dianggap Plagiat
Secara internasional, terdapat berbagai pendapat mengenai berapa banyak kemiripan yang dapat dianggap sebagai tindakan plagiat dalam lagu. Meski tidak ada aturan tunggal yang berlaku universal, beberapa hal berikut sering menjadi acuan dalam menentukan plagiarisme lagu:
- Kemiripan dalam Jumlah Bar Musik
Dalam beberapa kasus hukum internasional, kemiripan melodi sebanyak 8 bar atau lebih sudah cukup untuk dianggap sebagai plagiat, terutama jika melibatkan elemen-elemen inti dari lagu seperti melodi utama atau riff khas. - Elemen yang Dianggap “Substansial”
Selain jumlah bar, elemen seperti struktur melodi, progresi akor, ritme, dan lirik yang terlalu mirip dengan karya lain bisa menjadi indikator plagiarisme. Pengadilan atau panel ahli biasanya mempertimbangkan apakah elemen-elemen tersebut merupakan bagian penting dari karya asli. - Pengakuan dan Persepsi Publik
Dalam banyak kasus, jika publik dengan mudah mengidentifikasi kemiripan antara dua lagu, hal ini dapat memperkuat argumen bahwa sebuah lagu menjiplak karya lain. - Pengujian Ahli Musik
Biasanya, ahli musik akan diminta untuk melakukan analisis teknis terhadap kedua lagu yang dipermasalahkan. Mereka membandingkan tempo, progresi nada, hingga dinamika keseluruhan untuk menentukan tingkat kesamaan.
Di Indonesia, ketentuan mengenai hak cipta diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Undang-undang ini menyebutkan bahwa pencipta memiliki hak eksklusif atas karyanya, termasuk melarang penggunaan tanpa izin.
Meski demikian, lemahnya penegakan hukum menjadi salah satu penyebab utama maraknya kasus plagiarisme. Proses hukum yang panjang dan mahal sering kali membuat kreator enggan membawa kasus seperti ini ke ranah hukum. Akibatnya, banyak pelanggaran yang tidak mendapat sanksi yang layak dan akhirnya menciptakan budaya yang permisif terhadap penjiplakan.
Dampak dari plagiarisme dalam industri musik sangat luas. Selain merugikan kreator asli, hal ini juga menurunkan kualitas industri kreatif secara keseluruhan. Ketika karya-karya baru hanya menjadi replika dari yang sudah ada, industri kehilangan inovasi dan orisinalitasnya. Lebih jauh lagi, hal ini juga mengurangi kepercayaan publik terhadap para kreator dan pelaku industri, menciptakan stigma bahwa karya seni lokal tidak autentik.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan langkah-langkah yang kolektif dan terkoordinasi. Edukasi tentang pentingnya menghormati hak cipta perlu ditanamkan sejak dini melalui kurikulum pendidikan.
Pemerintah dan lembaga terkait juga harus memperkuat regulasi dan memastikan bahwa pelanggaran hak cipta ditindak dengan tegas, termasuk memberikan sanksi yang memberikan efek jera. Para kreator juga perlu lebih proaktif dalam melindungi karya mereka, misalnya dengan mendaftarkan hak cipta ke lembaga resmi atau secara daring.
Platform digital seperti YouTube, Spotify, dan media sosial juga memiliki peran penting dalam mencegah plagiarisme. Dengan menggunakan teknologi canggih untuk mendeteksi kemiripan lagu secara otomatis, platform ini dapat membantu melindungi karya kreator asli dari penjiplakan.
Kasus dugaan plagiat oleh salah satu band di Indonesia terhadap lagu Bruno Mars menjadi pengingat betapa pentingnya menjaga semangat orisinalitas dalam berkarya. Tanpa penghargaan terhadap hak cipta dan kreativitas, industri seni tidak akan berkembang dengan sehat.
Oleh karena itu, semua pihak—pemerintah, kreator, dan masyarakat—perlu bekerja sama untuk meminimalkan plagiarisme dan menciptakan ekosistem seni yang lebih baik di Indonesia.