Interviews
Rieka Roeslan: Proses Reuni dan Rencana Kedepan The Groove
- Share
- Tweet /srv/users/gigsplayv2/apps/gigsplayv2/public/wp-content/plugins/mvp-social-buttons/mvp-social-buttons.php on line 66
https://gigsplay.com/wp-content/uploads/2014/01/Rika-Roeslan.jpg&description=Rieka Roeslan: Proses Reuni dan Rencana Kedepan The Groove', 'pinterestShare', 'width=750,height=350'); return false;" title="Pin This Post">
Malam itu (28/4), The Groove sukses menggetarkan panggung utama event ESPOSE 2012 di venue Sabuga, lewat dentuman irama bernuansa latin yang tidak henti-hentinya mengajak penonton bergoyang dan berlonjak-lonjak. Merekalah talents terbaik pada malam itu, bahkan Maliq D’Essentials sekalipun harus mengakui kematangan performance mereka. Interview pendek satu ini menjawab “how professional they were”. Welcome back, The Groove.
Oleh: Bobbie Rendra
Gimana nih perasaannya setelah akhirnya bisa tampil lagi di depan kalangan muda kota Bandung? Sekalian kasih kami sedikit pendapat tentang acara ini juga dong.
Senang pastinya. Karena The Groove merasa kini musik sudah bertambah luas. Pendengar musiknya sudah pada pintar-pintar. Mereka kreatif dalam membuat event-event musik. Ada event yang begini dan begitu, semua terasa sangat beragam, sesuai dengan keberagaman si musik itu sendiri di Indonesia. Ini sebuah pembuktian bahwa dunia musik itu menjadi semakin luas di Indonesia. Juga sejarah-sejarahnya yang akan selalu diingat oleh masyarakat. Sekarang orang-orang sudah tahu bahwa ada Maliq & D’Essentials, ada juga band RAN. Tapi mereka juga harusnya tahu bahwa sebelumnya ada The Groove. Belum lagi ada Fariz RM, Dian PP, dan juga Indra Lesmana. Mereka semua musisi atau band-band yang bisa dikatakan masih memiliki kemiripan karena masih satu jenis. Jadi menurut saya, anak-anak di zaman sekarang sudah bisa memilih sendiri musik-musik bagus yang mereka sukai. Sehingga mereka bisa selektif dan kritis dalam mengundang para musisi ke dalam suatu event. Dan untuk The Groove sendiri, hal semacam ini menambah semangat kami berdelapan untuk bisa terus eksis dan berkarya. Karena itu juga sudah menjadi tanggung jawab kami sebagai seniman. Overall, acara ini keren banget. Konsep dan kemasan acaranya bagus, pemilihan artis-artisnya pun bagus. Tiba-tiba ada penampilan Ipang di tengah-tengah, menurutku itu asyik dan keren.
Proses reuni dari The Groove itu dimulai dari kapan sih? Ceritain sedikit dong.
Kami reuni pada tahun 2008, setelah sebelumnya berpisah selama hampir 5 tahun. Momentumnya itu ketika kami diminta untuk bermain bersama pada Java Jazz di tahun tersebut. Tapi sebelumnya juga kami memang sudah ada niatan untuk reuni, kami tetep kontek-kontekan kok selama vakum. Karena kayaknya, banyak sekali yang mengharapkan kami untuk bisa balik lagi, bersama-sama lagi. Akhirnya, event Java Jazz itu kami jadikan moment untuk bertemu. Dan ketika The Groove sedang on stage saat itu, yang nonton ada Barry Likumahua, Indra Lesmana, anak-anak Maliq, Rio Febrian, sampai Glenn Fredly. Mereka semua hadir sampai mukanya pada merah-merah, hehe. Dan mereka juga bilang, mereka kangen sama The Groove, mereka ingin kami balik lagi. Hal tersebut otomatis membuat kami berdelapan sadar bahwa ternyata The Groove itu bukan hanya sekedar nama. The Groove itu sudah menjadi seperti layaknya satu rumah, satu keluarga, dan sudah jadi milik masyarakat juga. Jadi kayaknya kita egois deh, kalau kita ga balik lagi dan berkumpul untuk bermusik bareng-bareng lagi. Di samping itu juga, tujuan kami berkumpul adalah untuk happy. Kami merasa happy ketika bisa ketemuan satu sama lain. Kami tidak terfokus ke personal shoot bahwa masing-masing dari kita harus terkenal, enggak kok, bukan itu. Ketika kita berkumpul dengan nuansa yang happy, kami berharap kami bisa terus memberikan yang terbaik dan berharap ada yang menjadi penerus kami juga.
Penerus yang The Groove harapkan itu musisi-musisi yang seperti apa?
Para musisi-musisi muda yang membuat musik sorak yang sama, namun visi-nya berbeda. Harus berbeda prinsip juga. Jadi hanya sama secara vibe, tapi ga nyontek. Karena itulah yang terpenting.
Jadi bisa dibilang, visi The Groove sekarang adalah ‘playing for fun’ ?
Iya, seperti itu tadi. Happiness adalah sesuatu untuk mengawali semua proses kreatifnya. Dan The Groove ingin ada banyak penerus untuk segment musik kami ini. Musik seperti The Groove ini kan terhitung jarang dan jumlahnya sedikit. Jadi kami takut kalau The Groove menghilang, maka akan hilang juga sosok-sosok di dalam segment musik ini. Karena bagaimanapun juga, musisi/seniman yang sekaligus menjadi public figure itu punya kekuataan dan daya tarik tersendiri untuk membuat orang-orang ter-influence sehingga mereka ingin menjadi seperti sosok panutannya. Kira-kira seperti itulah visi kami.
Jadi apa nih rencana The Groove selanjutnya?
Plan kami sekarang, inginnya sih ngeluarin album lagi. Dari kemarin tertunda terus, karena masing-masing dari kami memang sangat sibuk. Saat itu saya baru menikah, Reza mau berangkat umroh, dan Ali sedang sibuk tour. Tapi saya melihatnya begini, The Groove itu selalu bisa bikin recording pada saat bulan puasa. Setiap bulan Ramadhan, The Groove selalu bikin album. Dari zaman dulu tuh, kami bikin album setiap bulan puasa. Mungkin karena pada saat Ramadhan, job-job di luar banyaknya lebih ke religi, jadi secara waktu luang kami berdelapan punya cukup space waktu untuk rekaman. Kami semua jadi bisa berkumpul siang-siang, dan bikin lagu di saat perut lagi laper itu ternyata enak juga, hehe.
Ada kemungkinan dong, bulan puasa tahun ini The Groove keluarin album lagi?
Pengennya sih gitu, kalau semua bisa terkejar di tahun ini ya. Plan terburuknya, sehabis lebaran sekarang kami akan ngeluarin album.
Amin, kami doakan lancar dan sukses terus untuk The Groove. Hmm. Melihat penampilan The Groove barusan dan sebelumnya, salah satu ciri khas pada Mbak Rieka Roeslan terletak pada aksesoris di kepala anda. Itu mengingatkan saya kepada sosok Aretha Franklin, hehe. Sebenarnya ada apa antara seorang Rieka Roeslan dan Aretha Franklin?
Hehehe. Yaa, kalau dibilang saya seperti musisi jazz, saya memang menyukai musik jazz dari kecil. Saya pribadi tetap memainkan musik jazz ketika sedang di luar The Groove. Hmm. Kalau dari soal penampilan, mungkin saya memang males ke salon, jadi saya sengaja pakai tutup kepala seperti ini. Soal Aretha Franklin, saya pribadi memang menyukai jenis musik black music. Dari segi fashion, sebetulnya ini hanya faktor kenyamanan saja, hehe. Sekalian supaya saya terlihat lebih tinggi juga kali ya, hehe. Busana seperti ini saya kenakan hanya ketika saya nyanyi doang kok. Tidak untuk sehari-hari. Karena ini juga bisa berfungsi sebagai “tameng”, hehe. The Groove itu kan personil-personilnya dapat sorotan. Dan saya jadi seolah punya 2 kepribadian gara-gara si tutup kepala ini. Buktinya, ketika ini saya buka, orang-orang jadi banyak yang ga kenal saya. Fashion seperti ini memang sudah jadi image untuk seorang Rieka Roeslan yang berada di atas panggung. Jujur saya ingin punya kehidupan pribadi. Saya ga suka kalau lagi diam di suatu tempat, terus tiba-tiba disamperin. Aduh males deh, hehe. Padahal saya datang ke situ hanya untuk makan, bukan untuk urusan menyanyi. Ya, jadi ini mungkin adalah salah satu trik untuk “mengelabui” saja, karena beginilah salah satu resiko menjadi public figure.
Oh, ternyata begitu ya. Berarti di mana pun tetap butuh kreatifitas ya, Mbak?
Dan keberanian! (tersenyum).