Connect with us

New Tracks

Sink in The Blue Ocean Luncurkan Single Penutup Trilogi, “20’s”

Profile photo ofigoy

Diterbitkan

pada

Sink in The Blue Ocean Band

Sink in The Blue Ocean, grup musik asal Bandung beraliran Emotional Core/Alternative Rock, resmi merilis single terbaru berjudul “20’s”. Menjadi penutup dari dua single sebelumnya, lagu ini digambarkan sebagai refleksi pahit dari fase “tenggelam” dalam penolakan terhadap realitas, lalu dipaksa berdamai, hingga akhirnya menerima kenyataan.

Sink in The Blue Ocean 20sMelalui dinamika musik yang intens dan lirik kontemplatif, “20’s” menghadirkan dialog antara logika dan perasaan, mengangkat pergulatan emosional yang kerap menghantui anak muda di usia duapuluhan.

Dibentuk pada akhir 2022, Sink in The Blue Ocean terdiri dari tiga personel: Buay (vokal), Faris (gitar), dan YudhaAzk (drum). Sejak memulai karir di awal 2023, mereka konsisten berkarya secara independen. Nama band terinspirasi dari metafora “tenggelam dalam lautan biru”, yang merepresentasikan luapan emosi manusia—mulai dari kesedihan, kemarahan, hingga kecemasan—yang diolah menjadi energi kreatif.

“20’s” adalah potret perjalanan psikologis. Lirik seperti “fuckin’ hate what I’ve become” menjadi teriakan jujur tentang kebencian terhadap diri sendiri yang harus diakui, meski terasa menyakitkan. Menurut Buay, vokalis band, lagu ini lahir dari pengamatan terhadap generasi sebayanya yang terjebak dalam konflik antara rasa aman dan desakan untuk bertumbuh.

Di usia 20-an, kita sering dihadapkan pada pilihan: tetap nyaman di zona aman atau berani mengambil risiko untuk berkembang. Tapi keduanya seperti dua suara yang saling menjatuhkan. ‘20’s’ adalah ruang untuk mengakui bahwa perpecahan itu ada, dan itu normal,” ujarnya.

Dinamika musik yang dibangun dalam “20’s” sengaja dirancang untuk menyelaraskan dengan emosi labil yang ingin disampaikan. Faris, sang gitaris, menjelaskan bahwa komposisi lagu sengaja dibagi menjadi tiga bagian: intro yang kalem, bagian tengah dengan distorsi gitar agresif, dan penutup yang mengalun melankolis.

Kami ingin pendengar merasakan gejolak itu. Dari denial, marah, sampai pasrah. Setiap perubahan tempo dan dinamika adalah cerminan dari tahapan emosi itu,” paparnya.

Tak kalah menarik, permainan drum YudhaAzk sengaja dibuat tidak konsisten—kadang menghentak, kadang melambat—untuk memperkuat nuansa “kebingungan” yang ingin diusung.

Sink in The Blue Ocean

YudhaAzk menambahkan, proses kreatif “20’s” justru dimulai dari ritme drum. “Saya membayangkan detak jantung yang kadang cepat karena panik, kadang melambat saat lelah. Dari situ, kami membangun cerita secara kolektif,” katanya.

Kolaborasi ini menghasilkan atmosfer musikal yang kacau namun terstruktur, seolah menggambarkan pikiran yang terus berpacu antara keraguan dan tekad.

Single ini juga menjadi kritik halus terhadap tekanan sosial di usia muda. “Banyak orang di awal 20-an merasa terburu-buru harus ‘sukses’, tapi di saat yang sama, mereka masih mencari jati diri. ‘20’s’ ingin mengatakan: tidak apa-apa untuk tidak baik-baik saja. Kebencianmu pada diri sendiri itu valid, asal tidak berlarut,” tegas Buay.

Sebagai band independen, Sink in The Blue Ocean berharap “20’s” dapat menjangkau pendengar yang merasa terisolasi dalam pergulatan batinnya. “Musik adalah medium kami untuk berteriak tanpa dihakimi. Jika ada satu orang yang merasa tidak sendirian setelah mendengar lagu ini, misi kami sudah tercapai,” tutup Faris.

Dengan kompleksitas tema dan kedalaman musikalitas, “20’s” tidak hanya menegaskan identitas band, tetapi juga menjadi cermin bagi generasi yang kerap bimbang antara idealisme dan realitas.

Single “20’s” telah tersedia di seluruh platform streaming musik pada 5 Maret 2025 atau di tautan ini.

Berikan Komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *