Connect with us

Articles

Ideologi Pengembaraan Vincent Moon

Dipublikasikan

pada

Wikipedia melampirkan tentang Vincent Moon, seorang pembuat film dokumenter atau video musik independen asal  Montreal, Prancis. Ketika tahun 2009, Vincent Moon dengan dokumenternya yang menganggkat kisah musisi Jepang, Kazuki Tomokawa memenangi penghargaan Copenhagen International Documentary Festival dan mulai hidup sebagai pengembara untuk membuat dokumenter atau video musisi yang ditemuinya.

Dengan latar belakang menyukai musik, Vincent Moon memberi apresiasi kepada musisi atau band seperti R.E.M, Sigur Ros, The Sihins, Fleet Foxes, Grizzly Bear, Caribou, dan Sufjan Stevens. Bahkan Arcade Fire, Beirut, The National, Mogwai, Efterklang, dan R.E.M. dibuat dokumenternya. Secara umum apa yang disampaikan Wikipedia memberikan kredit tersendiri kepada Vincent Moon dengan nama asli Mathieu Saura bahwa sosoknya adalah videographer yang berhasil dikenal karyanya dengan memilih jalur pengembaraan. Bagi yang sering menonton karyanya entah itu dari kanal youtube atau webnya, Vincent bersama Chryde menggarap Take Away Show dengan konsep menampilkan musik secara audio visual dimana musisi atau band diajak tampil di satu ruang -apakah itu terbuka atau tertutup yang dimulai dati tahun 2006.

Banyak musisi dari negara yang disinggahi Vincent Moon masuk di Take Away Show hingga musik tradisional atau setiap negara menjadi rutinitas videonya mengalahkan latar belakang musiknya, Indie-Rock.

Gaya hidup Vincet Moon sendiri mirip dengan James Nachtwey, seorang fotografer Amerika khususnya bidang perang atau konflik.

James mengelilingi beberapa negara seperti Ethiopia, Iran, hingga sampai ke Indonesia pada tahun 1998 saat konflik Orde Baru dimana Soeharto mengundurkan diri sebagai preseiden. Sama halnya dengan James, Vincent Moon juga sampai di Indonesia sekitar tiga bulan yang lalu. Pembuat dokumenter Mogwai, The National, Beirut itu bisa sampai dan mengetahui Indonesia saat berada di Singapura bersama Marc Chia (One Man Nation). Marc menginformasikan kepada Vincent untuk berkunjung ke Indonesia negara kepulauan dengan berbagai musik etnik.

Selama tiga bulan di Indonesia, Vincent mengujungi, konsentrasi membuat dokumenter bersama White Shoes and The Couples Company dan Sore diantaranya yang dibantu Ruang Rupa, kemudian Jogjakarta bersama Senyawa dan Java Hip Hop Foundation lalu Bali, Malang, dan berplesir ke pulau Sulawesi tepatnya Sulawesi Selatan di Makassar dan Tana Toraja, melancong ke Sulawesi Selatan mengabadikan beberapa upacara tradisional adat diantaranya Ma’palili, upacara adat sebelum memulai kegiatan menanam padi dan Aluk Toraja, upacara adat Tana Toraja penganut animisme. Vincent juga memuat ruang dokumenter untuk salah satu maestro gendang Sulawesi Selatan, Serang Dakko. Melanjutkan perjalanan dokumenternya di Indonesia, Vincent akhirnya singgah di Bandung dan memilih beberapa seniman Sunda seperti Karinding Attack, Mang Ayi, Mang Zimbot yang mengambil lokasi di Babakan Siliwangi, Gunung Karimbi, dan singgah di Rancankalong, Sumedang.

Sabtu, 7 Januari 2012, setelah proses pengambilan gambar di Babakan Siliwiangi Vincent mengadakan showcase beberapa videonya secara mendadak di Commonroom pukul 19.30. Tak banyak yang hadir saat pemutaran, sekitar 20 orang kurang. Untuk yang hadir disitu pun termasuk wajah familiar, sering saya lihat di Commonroom. Pemutaran video yang berlangsung sekitar satu jam lebih banyak diambil dari Take Away Show dan didominasi musisi Amerika Selatan. Ada satu video yang menarik buat saya ketika diputarkan, video yang menampilkan keindahan laut Rio De Janeiro (Brasil), kemudian seorang wanita memakai headset bernyanyi sambil berjalan diikuti dentingan piano dan suara ombak dibantu beberapa pemancing ikan sebagai figuran, tak sempat berpikir berada dimana pemain piano yang mengiringi vokal mungkin karena titik berat konsentrasi video itu adalah keindahan lautnya, hingga Vicent menyorot pemain piano di sebuah ruangan mengiringi suara wanita tersebut, menggunakan headset melakukan monitoring suara dan video secara langsung dari laptop. Jadi, wanita itu bernyanyi secara akapela, menyelaraskan suara vokalnya dengan piano yang didengar dari headsetnya. ‘How’s that, is it ok ?’ pertanyaan tersebut beberapa kali diucapkan Vincent bila videonya berakhir. Sekitar tujuh atau delapan video yang diputarkan, Senyawa dan One Man Nation termasuk yang diputarkan malam itu.

Vincent Moon mempunyai ciri yang kuat menandai video atau dokumenternya. Hasil video yang tajam dan lembut, pelbagai objek dijadikan bahan pengambilan gambar, melakukanshoot kepada musisi hanya beberapa bagian badan saja misalnya tangan yang memainkan instrumen, jarang melakukan shoot secara penuh. Sekitar setengah jam setelah showcasesaya menghampiri- nya bersama kedua teman,Vincent yang mengenakan topi gatsby, kemeja biru, terlihat nyaman menggunakan sarung sambil memegang gelas berisi whisky, kesan perfeksionis yang ditampilkan di video atau dokumenternya jauh dari hal tersebut, layaknya seorang teman yang telah lama berkenalan begitulah sosok supel sang pengembara. Vincent mengungkapkan ketika membuat video musik dari band atau musisi jarang mengetahui atau mendengarkan lagu band atau musisi tersebut, sama halnya di Indonesia ketika sampai di Jakarta Vincent hanya menanyakan band apa yang menarik dan unik disini, maka jawaban tersebut mengarah kepada White Shoes and The Couples Company (WSATCC) dan Sore diantaranya. Hal tersebut juga berlaku untuk kota-kota berikutnya selama di Indonesia.

Karena sifatnya santai layaknya ngobrol bersama teman, Vincent tanpa ragu memberitahukan beberapa video favorit buatannya yang bersifat avant-garde. Dia memperlihatkan musik ‘dangdut’-nya Brasil, kemudian ada video musisi folk dari Turki dan Italia, Vincent mengungkapkan mengapa tidak lagi menempatkan Take Away Show untuk musik dengan karakterisitik indie-rock atau beberapa genre lainnya dikarenakan sudah tidak tertarik dengan musik seperti itu. ‘Saya melakukan perjalanan dan singgah di beberapa negara yang ingin saya lakukan adalah mengenal banyak orang, mencari musik yang unik dan mayoritas ada pada musik etniknya. Saya sudah cukup untuk musik modern’ jelas Vincent yang memilihlive music sebagai genre musik yang disukainya. Untuk lagu sendiri, Vincent sangat menyukai lagu Yaz Gazeteci Yaz dari Selda Bagcan, lagu yang kental dengan nuansa psikedelik ini milik penyanyi asal Turki yang dirilis tahun 1976. Keunikan pada lagu ini adalah intronya mirip dengan Solitude Is Bliss lagu dari Tame Impala, band psikedelik Australia yang menjadi tujuan plesir berikutnya untuk Vincent Moon.

Banyak ideologi dipaparkan Vincent seputar pengembaraannya, bahwa dari beberapa negara yang dikunjunginya, Brasil adalah favoritnya pernyataan itu sekaligus memberi jawaban mengapa saat showcasevideo yang diputar dominan dari Amerika Selatan khususnya Brasil. Bila menganggap Vincent belajar untuk membuat video sejak memasuki masa sekolah formal atau mungkin sekolah seni, perlu dikoreksi bahwa Vincent belajar membuat video secara otodidak dimulai dari kebiasaan dia memotret. Secara tegas dia juga menceritakan tidak percaya terhadap sekolah formal, sebab sekarang ini sudah memasuki jaman internet. Orang-orang bisa belajar sendiri, dengan mengakses internet orang-orang bisa tahu keinginan mereka terhadap hidupnya, karena sekolah terlalu membosankan. Selain sekolah, Vincent juga tidak mempercayakan hidupnya dengan televisi, ‘Tak ada yang pantas dicontoh dari televisi itu hanya membuat Anda malas melihat programnya lebih baik browsing internet, lagi pula berita sekarang lebih cepat muncul di internet daripada televisi’ itulah pandangannya terhadap benda temuan John Lodie Baird dan sekali lagi Vincent mengagungkan keberadaan internet. Terakhir, dia menjelaskan Vincent Moon yang menjadi nama panggilannya berasal dari sebuah toko fiktif dari buku The Form of the Sword yang dituliskan oleh Jorge Luis Borges asal Argentina. Vincet Moon pun tak tahu sampai kapan mengelilingi negara yang berkolerasi dengan tujuan hidupnya, ingin mengenal orang banyak. Oh ia, Vincent menggemari Gudang Garam Filter (Garpit) saat kemarin ngobrol bersama terlihat menikmati setiap isapan rokok produk lokal Indonesia tersebut, cukup memberi arti bahwa Vincent nyaman berada di Indonesia dan mungkin bisa jadi salah satu negara yang dia sukai selain Brasil dan Turki.

Oleh: Rahmat Arham

Berikan Komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *