Connect with us

Featured

An Intimacy Vol. 13; Keintiman Di Akhir Tahun

Dipublikasikan

pada

Pada hari Sabtu, 17 Desember lalu, episode ketiga belas dari An Intimacy kembali digelar. Setelah kurang lebih delapan bulan tertidur sejak edisi spesial Departure, acara yang lekat dengan konsep panggung sederhana ini hadir dengan kemasan berbeda. Spasial, yang berlokasi di Gudang Selatan no. 22, Bandung, didapuk menjadi venue acara. Ruang kreatif tersebut kian dipercantik baik dari tata panggung, pertunjukkan visual dan pencahayaan, maupun instalasi-instalasi unik. Ini membuat An Intimacy lebih terkesan ‘megah’ dibanding ketika diadakan di Lou Belle Shop. Meski tetap tidak meninggalkan keintiman serta kedekatan antara penampil dan penonton.

Satu hal paling menarik dari An Intimacy kali ini adalah dibagikannya kaset ‘An Intimacy Compilation 2016’ yang berisikan 13 lagu dari mereka yang pernah tampil di An Intimacy sebelumnya. Sebuah pemenuhan harapan, sepertinya, yang memang bertujuan tidak lain dan tidak bukan adalah sebagai dokumentasi fisik dari ‘pesan regenerasi’ yang diusung An Intimacy selama ini. Kompilasi ini diberikan gratis kepada 100 orang yang telah mendaftar secara online dan datang paling cepat.

Berbicara soal tema yang diangkat, pihak penyelenggara An Intimacy Vol. 13 mengakui bahwa edisi ini merupakan upaya, jika bukan uji coba, untuk menjawab pertanyaan sulit yang seringkali hadir dari orang lain atau diri sendiri: “Apa selanjutnya?” Kegelisahan inilah yang kemudian menjadi cikal bakal munculnya tagline ‘Assembling Afterwards’.

***

the-schubert

The Schuberts by Kavin Faza

Adalah The Schuberts yang membuka acara pada pukul 5 petang. Kuartet anak muda asal Kiara Condong, Bandung, ini membawakan musik yang sering disebut sebagai indie rock, alternative rock, college rock, dan semacamnya. Cocok bagi penggemar band seperti The Vaccines, Circa Waves, atau The Yetis. Dan ternyata benar, mereka meng-cover ‘If You Wanna’ dari The Vaccines, disamping lagu-lagu dari EP ‘Kircland’ yang termasuk single andalan mereka, ‘Restless Hours’. Karakteristik mereka juga tidak hanya tercermin dari karya-karyanya, melainkan gaya di atas panggung; busana yang sederhana serta kecanggungan dalam berinteraksi dengan penonton. Dalam konteks ini, hal tersebut bisa jadi sebuah pujian karena pas pada tempatnya.

Selanjutnya ada Peonies, trio asal Jakarta yang ketika tampil live, acapkali dibantu oleh dua personil Lightcraft pada gitar dan drum. Di panggungnya kali ini, Peonies sekali lagi membuktikan bahwa musik yang mereka usung tidak hanya mengumbar kesan cerah-ceria (terlepas dari gimmick kostum jas hujan yang mereka kenakan). Hal ini terbukti kala menyaksikan presentasi beberapa nomor yang dibawakan, seperti ‘Landscape’ dan ‘Zoo’ yang apik, eksperimental, dan sukses memancing penonton untuk bergoyang. Semakin tidak heran apabila album perdana mereka menjadi salah satu rekaman yang mendapat banyak respon positif di tahun ini.

Panda Selecta

Panda Selecta by Kavin Faza

Penampil ketiga adalah Panda Selecta, duo asal Bandung yang kali ini tampil dengan format full-band. Secara tidak langsung, mereka berperan membawa atmosfer berbeda di acara; sajian elektronik segar di tengah hiruk-pikuk perkembangan kancah musik serupa di Indonesia. Mereka bahkan mendapat kesempatan untuk berduet dengan Ekky Dharmawan (RNRN, Polyester Embassy, Diocreatura). Sayangnya, walau sebetulnya tampil dengan rapi, ada beberapa masalah di bagian sound yang membuat keluaran mereka terkadang menjadi terlalu tipis.

Sebuah proyek solo dari Andika Surya dari band ALICE, dibantu oleh tiga rekannya membawa Collapse menjalani debut yang menjanjikan tahun ini. EP pertamanya, Grief, menjadi sesuatu yang lekas menjadi bahan omongan, tak ubahnya penampilan mereka di An Intimacy kali ini. Mereka membawakan lagu-lagu yang seharusnya sudah bisa ditebak, seperti ‘Prologue’, ‘Sleepless and Dreaming’, hingga ‘Given’ yang penuh distorsi, riff-riff melodius, diikuti ketukan drum yang solid. Melihat dari semakin padatnya penonton yang memenuhi venue, bisa disimpulkan banyak yang terpukau dengan penampilan Collapse kali ini.

 

RNRM by Kavin Faza

RNRM by Kavin Faza

Terakhir, giliran Rock N Roll Mafia atau RNRM tampil sebagai pemuncak. Sebuah unit klasik, yang dari sejak pertama kali mencuat dulu, sudah memberikan warna berbeda di telinga masyarakat. RNRM tampil prima, bahkan mereka sempat membawakan ‘Translove’, gubahan klasik dari album pertama mereka. Tidak ketinggalan pula judul-judul seperti ‘Never Give Up’ dari album Prodigal, serta single terakhir, ‘Body Won’t Stop’. Lewat eksplorasi unsur funk yang terus digali pada lagu-lagu terbaru mereka, RNRM menjadi sajian pamungkas yang seolah mengubah venue menjadi ruang dancefloor.
***
Usaha menjawab pertanyaan yang dilontarkan pada paragraf pembuka di atas sepertinya tidak bisa dijawab dengan sekali ‘pukul’. Meski An Intimacy Vol. 13 menjadi sajian penutup tahun yang cukup manis, pihak panitia pun tidak bisa memungkiri masih banyaknya kekurangan dan kegelisahan yang dihadapi. Barangkali untuk menjawabnya, dibutuhkan lebih dari sekedar membawa An Intimacy lebih mewah, berganti lokasi, atau merilis kompilasi. Maka dari itu, pihak An Intimacy siap apabila harus memasuki format yang baru. Apapun itu, setidaknya mereka sudah kembali berkumpul dan mencoba. Semoga saja 2017 memberikan jawaban yang lebih cerah bagi semua pihak. (Dwi Lukita)

Berikan Komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *