Connect with us

Gig Review

Hypnagogic Journey: Perwujudan Mimpi Bottlesmoker Melalui Persahabatan

Dipublikasikan

pada

Rintik hujan turun membasahi rooftop Sasana Budaya Ganesha, Kamis (13/11) kemarin. Sedari siang, titik-titik air anugerah semesta tersebut turut berkontribusi dalam semakin dinginnya udara Bandung, bahkan menjadi alasan mengapa open gate konser Hypnagogic Journey harus mundur selama hampir dua jam.

Dari yang tertera di poster pukul enam sore, baru jam sekitar jam delapan penonton mulai memenuhi rooftop setelah dewa hujan memberi sedikit pengampunan volume air. Gerimis London, begitulah kira-kira. Sasana Budaya Ganesha, yang selama ini dikenal dengan hall-nya yang sering digunakan sebagai tempat berlangsungnya berbagai pertunjukan, pula lorong-lorong di ring berikutnya, adalah tempat lazim terselenggaranya sebuah acara. Area outdoor di lingkar luar Sabuga pun kerap digunakan. Tapi rooftop? Entah siapa yang pertama kali mencetuskan ide membuat konser peluncuran album di sini.

Tersangka utama dari itu semua tentu merupakan unit musik elektronik kesayangan kota Bandung sendiri. Mereka adalah duo Anggung “Angkuy” Suherman dan Ryan “Nobie” Adzani yang tergabung dalam Bottlesmoker. Grup yang mulanya terbentuk dari utak-atik musik mainan dalam pengerjaan tugas kampus ini punya visi berkesenian yang menyenangkan. Mereka dikelilingi oleh tim yang teramat solid demi mewujudkan kesenian tersebut, di mana tidak banyak musisi lokal lain dapat melakukannya. Mereka punya cara sendiri. Juga teman-teman yang selalu ada di sekitar mereka untuk mendukung dan meramaikan apa saja kemeriahan yang coba diciptakan. Begitulah Bottlesmoker selama ini, selalu membawa semangat persahabatan.

Konser tunggal ini merupakan yang kedua kalinya diadakan Bottlesmoker di Bandung. Pada 2011, dengan bantuan teman-teman juga, mereka berhasil melangsungkan konser Theater of Mind, berasal dari istilah komunikasi yang merupakan bidang akademik duo tersebut, di mana kini mereka mengabdi kepada almamater. Pada tahun 2014 ini, Bottlesmoker, yang dikenal tak pernah merilis album fisik, memecahkan kebuntuan itu.

Hypnagogic merupakan album keempat dari Angkuy dan Nobie yang pada 2013 lalu dirilis melalui format digital lewat netlabel Dystopiaq Records, berbasis di London dan Tokyo. Mimpi meluncurkan album fisik akhirnya terwujud berkat bantuan teman baik dan partner sponsor yang paham terhadap konsep Bottlesmoker. Konser ini mereka maksudkan sebagai pertunjukan puncak dari program Hypnagogic Journey yang merupakan presentasi yang dimulai sejak album ini dirilis dengan melibatkan banyak seniman dari berbagai multi disiplin, mulai dari seniman visual, body movement, seni instalasi dan pantomim. Sebagai catatan, beberapa bulan silam Bottlesmoker sempat mengadakan pentas intim di Lawangwangi Art Space, yang tampak sebagai pembuka jalan menuju konser ini.

Sekelompok makhluk bernama Capsuleman yang wujudnya dapat kita lihat pada sampul album Hypnagogic muncul sewaktu dimainkannya “Intro”, yang disambung dengan “Phony”. Ada balon besar transparan yang mengungkung duo ini, mungkin dimaksudkan untuk melindungi instrumen dari gerimis yang masih belum bosan turun. Masuk lagu berikutnya, “Frozen Scratch Cerulaen”, Bottlesmoker ditemani Chacha Widyawan yang memainkan drum elektrik. Hampir seluruh lagu yang dibawakan pada malam dingin itu berasal dari Hypnagogic, termasuk “Boredom And Freedom”, “Pixel Heart”, “Inconsolable Rooftop Club”, “Love Saturday”, “Le Voyage” dan “Free Hugs”.

Bottlesmoker juga mengundang sejumlah kolaborator dari berbagai multi disiplin yang sebelumnya disinggung di atas, di antaranya Teman Sebangku, aksi pantomim oleh Wanggi & Ceuceu, juga Choir Anak Kucing yang terdiri dari Meicy & Arum (Tetangga Pak Gesang), Yudha (Nadafiksi), dan Dimas (Mr Sonjaya). Satu lagu dari Depeche Mode, “Just Can’t Get Enough” turut berkumandang, pula “Slow Mo Smile” sebagai satu-satunya lagu dalam set yang tak terdapat dalam album Hypnagogic.

Di tengah-tengah penampilan, Bottlesmoker mengajak penonton guna berkolaborasi lewat fitur Fireflying yang terdapat dalam aplikasi bernama Stellar, bikinan Labtek Indie. Smartphone kepunyaan para penonton dijadikan alat untuk menghasilkan visualisasi yang membentuk ambience harmonisasi warna seperti kunang-kunang, mengikuti irama lagu.

Lagu yang bertitel serupa dengan album didaulat sebagai penutup. Usai nada terakhir dimainkan, ramai-ramai para penampil merobek balon yang sepanjang konser menutupi, sekaligus melindungi mereka dari rintik air. Konser yang memang dihadiri oleh orang-orang yang saling kenal satu sama lain ini, berujung pada foto bareng di sebuah booth di dekat tangga masuk. Tawa, canda, kepuasan, obrolan ngalor-ngidul muncul dari wajah-wajah bersahabat dan bersahaja. Kembali Bottlesmoker membuktikan apa saja bisa diwujudkan dari sebuah pertemanan.

 

Foto: Dok. Konser Bottlesmoker / Twitter Wanggi.

Berikan Komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *