Connect with us

Music News

Aksi Para Komunitas Musik Membersihkan Kota

Dipublikasikan

pada

Bertepatan dengan Hari Toleransi Internasional, “Bebersih Kota” yang merupakan pra event kedua Bhinneka Tunggal Ika Movement 2014 digelar di area Car Free Day (CFD) Dago, Bandung, Minggu (16/11/2014). Melalui operasi semut, kegiatan tersebut melibatkan kegiatan GPS (gerakan pungut sampah) dan mengecat trotoar dari Taman Cikapayang hingga pertigaan Jalan Dago-Dayang Sumbi. Aksi ini turut dilakukan bersama komunitas, seperti WARS, Insurgent Army, Sagala Awi, Wisata Mistis, Cilokers, Outsider Bandung, Stand Alone Crew, Stand Up Kabupaten Bandung, Pasukan Karuhun, hingga Slankers Priangan.

Sisipan hiburan berupa jamming music session dihadirkan pula dengan menghadirkan Indra Gatot dan Ink Rosemary, Budi Cilok, Man Jasad, dan Pidi Baiq. Ratusan orang berkumpul menyaksikan perhelatan ini. Selain pengunjung CFD, terlihat para pengendara dan pejalan kaki yang melintas di jalan layang Pasupati turut berhenti untuk melongok pemandangan tersebut di bawahnya.

“Hatur nuhun ka baturan Dayeuhkolot nu daek ngecat da lamun dititah indung mah kan can tentu daek. (Terima kasih untuk teman-teman dari Dayeuhkolot yang mau mengecat, soalnya kalau disuruh ibu belum tentu mau, –red.). Semoga ini membawa kebajkan dan jadi pelajaran untuk saya dan semua. Jangan lupakan Dayeuhkolot ya, kan masih sama-sama Bandung juga,” tutur Budi Cilok sesaat setelah bernyanyi.

Setelah penayangan review konser Bhinneka Tunggal Ika 2013 melalui megatron, seluruh personel Jasad didaulat naik panggung. “Tur tahun lalu itu sangat berkesan di semua kota. Jamaah metaliyah Indonesia itu terbesar ketiga di dunia. Di sini kalau ada 5 ribu penonton masih terbilang sedikit. Beda dengan di luar negeri yang kalau ada seribu penonton saja sudah dibilang banyak. Semoga spirit kebersamaan ini bisa diimplementasikan di komunitas. Benar-benar Bhinneka Tunggal Ika, bukan tunggal teunggeul (memukul, –red.) yang kalau ada perbedaan sedikit, sudah langsung berantem,” tutur Man.

Dalam kesempatan tersebut, Jasad juga menyerahkan papan beraksara Sunda secara simbolik kepada perwakilan komunitas sebagai bentuk ajakan melestarikan budaya sendiri. Menurut Man, ciri suatu bangsa adalah memiliki bahasa dan aksara, sehingga jangan mengaku orang Sunda jika tak mampu berbahasa dan memahami aksara Sunda dengan baik. “Puncak kebudayaan nasional adalah kebudayaan lokal. Kalau mati, kita akan terjajah secara pemikiran oleh kebudayaan luar. Aksara kita beda dengan (aksara) Arab dan Latin, karena setiap hurufnya sudah punya arti dan makna sendiri. Semoga jika terus diingatkan dan dipropagandakan, bisa jadi nilai local wisdom yang diterapkan,” paparnya.

Sebelum gelaran berakhir, seluruh pengisi acara berkumpul dan mengingatkan untuk hadir dalam acara puncak pada Sabtu, 22 November mendatang di Lapangan Tegalega Bandung. “Acara ini gratis. Pesan dari saya, datanglah ke sana dengan membawa hati dan pikiran yang bersih,” ucap Man yang disambut tepuk tangan. ***

Teks dan foto:
Hanifa Paramitha Siswanti

Berikan Komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *