Connect with us

Album Review

Elephant Kind – Scenarios: A Short Film EP; Skenario Tidak Hanya untuk Film

Dipublikasikan

pada

Kita semua bisa saja meninggal dunia kapanpun. Jika beruntung.. Mungkin semua keinginan kita bisa tercapai dan kita bisa menikmatinya nanti, sewaktu tua. Tapi, bagaimana jika kita tidak beruntung?

Lagi-lagi konsep kepuasan manusia, yang berakar dari pencapaian dan kenikmatan, berbeda kepada setiap orang. Sehingga anggapan keberuntungan pada setiap orang memiliki diferensiasi pada tiap-tiap individu itu tersebut.

Jean Paul Sartre, seorang filsuf yang melontarkan pernyataan “Saya ada maka saya juga berpikir”, beranggapan bahwa eksistensi mendahului esensi. Sartre ingin membangun suatu ajaran tentang ada; hubungan antara kesadaran dan ada.

Dasar tolak filsafat Sartre, berkaitan dengan kebebasan, lahir dari kesadaran dirinya bahwa manusia itu memiliki kebebasan untuk memilih, menentukan keputusan dan mengatur hidupnya sendiri. Sebab, bagi Sartre, manusia adalah kebebasan itu sendiri. Kebebasan manusia bagi Sartre adalah betul-betul absolut dan tidak ada batas-batas bagi kebebasan itu.

Seperti kisah Julian Day, meninggal di masa emasnya, usia dua puluh tahun akhir. Ia meninggal karena memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Kebebasan untuk memilih apa yang dilakukan ke hidupnya.

Siapakah Julian Day? Jawabannya adalah seorang tokoh yang diangkat oleh Elephant Kind, untuk menceritakan konsep Extended Play berjudul ‘Scenarios: A Short Film’.  Bam Mastro (Vokal/Gitar), John Paul Patton (Bas), Adisapoetra Bayu (Drum), dan Dewa Pratama (Synth) memilih untuk menggambarkan pesan lewat sebuah penggalan cerita Julian Day.

Elephant Kind

Scenarios: A Short Film

EP yang disebutkan di atas berisi delapan tracks dengan durasi kira-kira 23 menit, Mungkin Julian Day mewakilkan fenomena yang terjadi pada generasi muda sekarang. Banyak sekali orang yang melupakan eksistensi sehingga makna kata bebas pun tergeser. Akhirnya kebebasan itu terbatasi dengan apa yang ada di sekitarnya.

Elephant Kind mendedikasikan fenomena yang marak terjadi dan juga memberikan makna kesadaran lewat musik. Sebuah ironi, mengetahui bahwa kita belajar dari hal-hal yang telah pergi. Untungnya, Elephant Kind menyampaikannya lewat alunan musik ceria. Sehingga semangatnya tersalurkan dengan apik.

Ketika ‘Scenario I’ masuk ke telinga, pembuka EP, terasa sekali kebahagiaannya. Mengusung musik yang membuat kita berdansa, atau setidaknya menggoyangkan kepala kita sesuai irama. Jika terbiasa mendengar Arcade Fire atau Mumford & Sons, mungkin mereka sedikit terasa seperti itu. Tapi, mereka menyampaikan hal yang hebat, Di situ letak keindahannya.

Dengar secara seksama, lagu pertama bercerita tentang kesedihan. Kebodohan-kebodohan manusia. Kesialan yang terjadi, bagaimana hal itu bisa membuat depresi. Ungkapan kelinci dan gajah mengingatkan seberapa kecilnya manusia dibanding semesta. “I curse the mirror and the mirror curses back at me..” Lirik tersebut menggambarkan perjuangan manusia yang kecil untuk menjadi besar, tetapi jelas semesta tidak akan selalu mendukung.

Disambung dengan ‘Eulogy’, pujian untuk seseorang yang meninggal. Untuk seseorang yang tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Rangsangan-rangsangan terhadap kesadaran dicetuskan. Diawali dengan suara tembakan yang menandakan Julian Day telah meninggal, mungkin. Sehingga dalam ‘Scenario II’, Elephant Kind mulai mengajarkan bagaimana menikmati hidup. Bagaimana memiliki rasa dan esensi.

Sebuah pengantar lagi berjudul ‘What If?’ memiliki pesan agar kita tidak menyesal. Penyesalan tidak perlu terjadi jika pertimbangan di awal sudah terjadi. Sebebas-bebasnya manusia, idealnya adalah kebebasan yang sama sekali tidak merugikan diri sendiri. Setidaknya untuk seorang individu. ‘Scenario III’ mengeksplorasi sisi cinta manusia.

Bagaimana sebuah kesadaran untuk manusia lainnya, untuk hal lain, untuk musik. Kesadaran itu akan menghasilkan sebuah konstruksi makna baru. Realitas yang baru. Dialektika manusia akan terjadi terus-menerus, sehingga nikmati dan gali yang terbaik adalah hal paling baik dilakukan.

‘Oh Well’ dan ‘Downhill’ seperti sebuah penegasan bahwa musik mereka bisa lebih berkembang lagi. Repetisi-repetisi bunyi selalu diganti ketika kita mulai terbiasa mendengarnya. Kejutan-kejutan seperti ini merupakan hal yang dibutuhkan manusia. Untuk skena musik lokal jika ingin menangkap gambaran besarnya. Seperti di lagu ‘Downhill’, Elephant Kind mengajak penyanyi rap asal Australia, Marksman Lloyd, untuk berkolaborasi.

Akhirnya, skenario film pendek ini ditutup oleh ‘Onto “Promenades”’. Mereka seperti ingin mengucapkan salam perjumpaan yang manis.

Skenario Hidup

Pembelajaran dari penyesalan tidak harus selalu lewat kesedihan. Mungkin kita boleh bingung dan kehilangan arah. Tapi, kita harus sadar bahwa banyak sekali hal di luar sana yang bisa memberikan esensi kepada eksistensi diri.

Mungkin potongan akhir film Monty Python: Life Of Brian bisa jadi hal tepat untuk menggambarkannya. Ketika Brian disalib dan mendapatkan semangat di akhir hidupnya lewat lagu ‘Always Look On Bright Side Of Life’ yang dinyanyikan bersama orang lain yang juga disalib.

Mungkin Julian Day tidak bisa melihat malam, tetapi kita yang merasakan bulan harusnya bisa memetik pelajaran untuk menghadapi malam.

1 Komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *