Connect with us

Interviews

Ricky Surya Virgana: Metode Mendidik Musik Dengan We Love ABC

Dipublikasikan

pada

Tidak banyak nama dari generasi belia kita dalam bidang musik yang mendapat perhatian yang sepadan dengan apa yang telah mereka capai. Sisilia Cellist Virgana mungkin adalah satu nama yang patut mendapat perhatian kita. Sesuai dengan harapan yang tersemat dalam namanya, Sishi, begitu ia biasa disapa, saat ini sudah dapat dikatakan mahir sebagai pemain cello di usianya yang baru menginjak delapan tahun. Selain cello, Sishi juga lihai bermain piano dan bernyanyi. Lahir dari dua orang tua yang mengabdikan hidup untuk musik, maka semua ini adalah suatu wajar. Terlebih jika mengetahui Ricky Surya Virgana dan Aprimela Parwidyanti, bassist dan kibordis White Shoes & the Couples Company adalah nama dari kedua orang tua tersebut. Sebuah jaminan akan sebuah rumah tangga yang berselera musik tinggi dan berkualitas.

Tidak mau tumbuh kembang buah hatinya tercemar musik yang tidak selayaknya, Ricky mendidik Sishi beserta adik laki-lakinya, Satria “Sachi” Ludwig Virgana (5 tahun) dengan cara mengajak mereka bersenang-senang dalam sebuah trio mini yang diberi nama We Love ABC. Membawakan lagu-lagu dari berbagai band seperti The Smiths, Little Joy, Fleet Foxes dan Sondre Lerche, jelas terlihat bahwasanya Ricky memang tahu betul bagaimana ideal membentuk selera musik bagi anaknya. Dengan formasi Sishi bermain cello, pianika dan bernyanyi, Sachi memukul snare drum kecil juga sambil bernyanyi, dan Ricky sang ayah mengawal dengan gitar dan bernyanyi pula, We Love ABC sudah berhasil membuat banyak orang menggigit bibir menahan gemas di setiap penampilannya yang belum lebih dari hitungan jari.

We Love ABC menjadi aksi pembuka manis pada pentas hangat penggalangan dana White Shoes & the Couples Company yang akan bertandang ke Eropa di Kedai Cikini hari Senin (23/1) lalu. Bersamaan dengan itu, Ricky, Sishi dan Sachi juga memperlihatkan pemandangan masa depan yang ternyata dapat ditentukan dari sekarang. Ditemui seusai penampilannya bersama WSATCC, Ricky dengan bersemangat menceritakan tentang We Love ABC. Grup jujur dan sederhana yang telah mendapat pujian serta salut dari Sondre Lerche dan Fleet Foxes via Twitter.

Bagaimana awalnya We Love ABC ini bisa terbentuk? Apa Dasarnya?

Jadi sebenarnya ini cuma sebuah project iseng ‘main-main’. Awalnya cuma saya yang sering mengajar Sishi main piano dan cello, kemudian kita sering main sama-sama di rumah, tapi lebih banyak memainkan musik-musik klasik dan Sachi, adiknya Sishi cuma bisa jadi penonton aja, belum bisa apa-apa. Saat Sachi sudah cukup besar untuk mengerti musik, saya ajak dia untuk mulai ikut bermain. Untuk awal saya kasih snare drum kecil buat Sachi pukul-pukul dan membiarkan dia ikut bernyanyi, Jadilah We Love ABC. Setiap orang berumah tangga pasti punya cara sendiri-sendiri dalam mendidik anak-anak mereka, dan We Love ABC ini adalah cara saya membiasakan anak-anak saya untuk bermusik sejak dini.

Bagaimana anda meng-influence selera musik anda kepada anak-anak yang masih berusia delapan dan lima tahun itu?

Seseorang terbentuk oleh apa yang ada di dalam rumahnya. Dan apa yang ada di dalam rumah kami adalah musik-musik klasik dan apa yang saya ingin anak-anak saya dengarkan. Dengan memasang musik-musik klasik dan musik yang menurut saya ‘benar’ setiap hari, maka lambat laun secara alami mereka akan terbiasa dan selera itu akan terbentuk dengan sendirinya.

Apa itu berarti mereka tidak mendapatkan dosis lagu anak-anak yang cukup?

Oh nggak, saya pun tetap memberikan mereka lagu anak-anak. Biar bagaimana pun mereka berhak untuk mendengar lagu anak-anak. Tapi itu pun tidak sembarangan, saya juga menentukan mana lagu anak-anak yang layak dan yang mungkin kurang layak didengar. Tapi yang pasti, musik-musik yang ada televisi itu gak akan pernah terdengar di rumah saya.

Lalu bagaimana seorang Sachi yang baru berusia lima tahun sudah mampu menghafal banyak lirik yang sebagian besar berbahasa inggris dan bisa dikatakan tergolong rumit?

Jujur, untuk masalah lirik saya tidak secara khusus mengajarkan. Itu semua cuma karena terbiasa, lagi pula Sachi pun belum bisa membaca. Lirik-lirik itu adalah lirik lagu yang Sachi dengar setiap hari di rumah. Jadi secara otomatis akan terbawa-bawa sampai di meja makan, ruang keluarga, bahkan saat mandi. Setiap kali dia menyanyi, akan saya bantu betulkan atau lanjutkan lirik yang salah dan dia lupa. “Bukan gitu, Chi… yang bener gini..”. Itu membuat dia tau mana yang salah dan apa yang benar, dan lama-lama jadi hafal sendiri.

Apakah mereka menikmati itu semua?

Jelas iya. Mereka sangat enjoy, dan untuk itu saya pun gak mau membuat We Love ABC ini menjadi project komersil. Ini haruspure senang-senang. Beberapa kali penampilan kami pun selalu cuma yang berhubungan dengan Ruangrupa. Saya gak mau ini menjadi komersil dan membuat mereka capek dan berujung jadi gak enjoy lagi.

Tapi apakah anda juga memberikan pengertian pada mereka bahwa lagu-lagu yang mereka mainkan adalah milik orang lain dan bukan lagu mereka sendiri?

Ya pasti, dan mereka pun juga memang sudah mengerti. Setiap mereka dengar satu lagu kan juga mereka pasti dengar kalo yang menyanyikan lagu itu adalah orang lain. Misal, kalau kita main lagu Kings of Convenience juga mereka tau kalau itu adalah lagunya Erlend. Kebetulan mereka kenal dan dekat sama Erlend, setiap mereka ketemu pasti langsung minta nyanyi-nyanyi dan main gitar bareng. Jadi mereka pun tau mana yang lagu milik Erlend.

Saat Sondre Lerche dan Fleet Foxes berkomentar dan menyatakan kagum atas video We Love ABC membawakan lagu mereka, apakah anda memberitahukannya kepada Sishi dan Sachi? Apa reaksi mereka?

Iya, mereka seneng banget sampai teriak-teriak “yeeyy, yeeyy” dan loncat-loncat kegirangan.

Dalam umur yang masih sangat muda namun sudah menjadi pusat perhatian banyak orang tentu bukan hal yang biasa untuk mereka. Apakah anda juga memberikan pengertian bahwa mereka adalah ‘bintang’nya panggung saat sedang tampil?

Dari mereka kecil saya sudah membiasakan mereka melihat ayah dan ibunya tampil bersama White Shoes, menonton dvd-dvd live concert di rumah, dan macam-macam pertunjukan lainnya. Jadi mereka sudah paham bahwa saat berada di atas pentas maka mereka akan menjadi pusat perhatian penonton. Mereka harus terbiasa dengan itu. Karena selain untuk mendidik musik, We Love ABC ini juga sarana membangun mental dan attitude mereka sebagai musisi atau penampil. Walaupun nantinya saya gak akan memaksa mereka untuk harus menjadi musisi. Bebas, terserah mereka.

Apa yang terjadi kalau saja Sishi dan Sachi sudah besar nanti? We Love ABC bubar?

Iya, kalo nanti mereka udah gede-dede ya bubar. Ini kan sebenarnya cuma bentuk pendidikan musik dari saya aja. Kalau mereka udah gede nanti dan ternyata nggak mau jadi musisi, saya gak akan melarang. Mereka mau pilih apa, terserah aja. Kalau mereka mau lanjut jadi musisi juga silahkan, bagus malah. Tapi apa pun pilihan mereka nanti, paling nggak mereka udah punya bekal musik yang cukup dari apa yang sedang kami lakukan sekarang ini.

Tulisan: Daffa Andika

Berikan Komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *